Perbedaan Biaya Transfer Realtime Online, RTGS, Kliring / LLG

Pengguna internet dan mobile banking gak usah pada bingung, kalau mau transfer ke bank lain cukup pilih opsi; transfer online realtime.  Duit yang dikirim akan diterima saat itu juga. Beres!

Selesai deh bahasan sampai disini. Silahkan pergi…. ..

**
Karena saya masih mau main-main disini, biar saya catat perbedaan transfer online realtime, Kliring (lalu lintas giro/ LLG) dan RTGS (Real Time

Keliling Dunia di Museum Angkut Malang

Suasana Batavia

Museum Angkut yang baru saja dibuka di kota wisata Batu (30 menit dari kota Malang) ini seketika menjadi hot destination. Nggak heran sih, koleksinya menarik dan penataannya apik. Museum ini juga didesain agar pengunjung bisa berinteraksi (baca: foto-foto) maksimal. Kabarnya, museum ini selalu ramai, tidak hanya di akhir pekan saja. Alhamdulillah, sekarang orang Indonesia cinta museum 🙂

Lokasi Museum Angkut ini mudah dicari, di pojokan jalan Sultan Agung. Kalau datang dari arah Malang, belok kiri di Jl Imam Bonjol Bawah (sebelah kanan ada Matahari- Lippo Plaza). Lokasi museum di belakang Jatim Park 1. Harga tiketnya hari kerja 50 ribu dan akhir pekan 75 ribu. Kalau ingin tiket terusan ke museum topeng bayar tambahan 10 ribu. Anak-anak yang tingginya di atas 85 cm sudah harus bayar penuh. Little A seneng banget sudah harus beli tiket sendiri. Emaknya yang nggak happy, pengennya gratisan atau diskon 😀 Kamera juga harus bayar tiket tambahan sebesar 30 ribu. Tapi kalau ‘cuma’ kamera hape atau tablet nggak bayar kok.

Little A senang sudah nggak little lagi, bayar penuh!

Lokasi Museum Angkut, Jl Terusan Sultan Agung Atas No.2 (klik untuk memperbesar)

Museum buka mulai jam 12 siang. Kami sekeluarga besar mruput datang pas museum buka dengan harapan suasana masih sepi. Eh ternyata sampai di sana tempat parkir sudah penuh semua. Akhirnya kami dapat tempat parkir ‘VIP’ di dekat pintu masuk. Pengunjung banyak sekali tapi bisa antre dengan tertib untuk beli tiket dan masuk ke museum. Saya sudah agak ilfil dengan banyaknya orang, tapi ternyata setelah sampai di dalam kami masih punya ruang untuk menikmati koleksi yang dipajang, tidak berdesak-desakan karena bangunannya besar banget.

Di lantai satu ada koleksi campur-campur mulai dari kereta kuda sampai mobil balap. Ada mobil dan helikopter yang dulu pernah dipakai presiden RI pertama: Ir Soekarno. Ada koleksi sepeda dari perusahaan pembuat mobil ternama. Juga ada koleksi berbagai macam sepeda motor dari seluruh dunia. Dari koleksi-koleksi ini sebagian hanya boleh dipandang, tapi sebagian lain boleh dinaiki. Mobil balap merah ini termasuk yang laris difoto bersama anak-anak. Kalau orang dewasa, mungkin lebih senang berfoto bersama mobil balap F1 dan Michael Schumacher KW. Ada kok, tapi harus antre.

Di lantai dua ada koleksi moda angkut yang lebih tradisional: becak dan bendi dari berbagai daerah, dengan nama dan ornamen yang bervariasi: andong, cidomo, dokar. Moda transportasi lain yang dipamerkan adalah kapal laut, mulai dari kapal yang sangat sederhana dari balok kayu utuh sampai replika kapal yang rumit. Saya dan Big A asyik membandingkan replika kapal Majapahit dan kapal junk dari Hong Kong. Ada juga sih replika kapal Titanic, tapi sudah puas lihat di filmnya, nggak seru lagi :p  

Di lantai dua ini ada berbagai display interaktif yang menarik seperti permainan tebak suara (suara pesawat jenis tertentu dan jenis klakson kereta api), film kartun pendek yang informatif tentang kereta dan nukilan film pendek sejarah kapal terbang, serta display game lainnya. Little A terpaku melihat display cara kerja mesin kereta api dan mesin mobil. Big A sampai hafal fakta-fakta tentang perkeretaapian (di mana kereta api terpanjang, kereta api terberat, stasiun tersibuk dll). Sementara itu Si Ayah tidak bisa membedakan suara pesawat dan gergaji listrik! *tepok jidat* 


Lantai dua cukup menarik dengan display interaktifnya, tapi terlalu bising buat saya. Untungnya, keluar dari lantai dua ini kami diajak ke arena luar ruang: Batavia. Suasana hiruk pikuk Batavia tempo dulu dihidupkan kembali lewat bangunan toko-toko pecinan dan kendaraan yang parkir di jalan-jalan: sepeda, gerobak, becak, bajaj, oplet dan dokar. Di sebelah Stasiun Jakarta Kota ada set pelabuhan dengan berbagai macam mode angkut. Di pojok pelabuhan ada warung zaman dulu yang baru buka besok 😀 Hujan rintik-rintik tidak menghalangi para pengunjung untuk berfoto dengan pose aneh-aneh. Termasuk saya tentu saja. Tapi dari sekian pose foto yang saya coba, yang paling ‘wangun’ kok cuma pose saya naik sepeda bawa segunung krat dan pose dengan motor honda tahun 70-an ya? *why*

Kami keluarga precils berempat berkunjung ke museum angkut ini dengan Ibu, Bapak, adik saya Dila, suami siaganya serta Baby K. Bapak saya paling cocok berpose di depan rumah-rumah Tionghoa. Sementara keluarga Dila keren banget posenya di samping bis Lambaiyan Bunga. Wajahnya Melayu banget, hehe.



Dinamika dan alur pengunjung museum ini enak diikuti. Setelah ada arena luar ruang, kami diajak ke dalam ruangan lagi menikmati koleksi mobil-mobil Australia dan sepeda motor Jepang. Setelah itu ada ruang terbuka lagi. Kali ini dengan tema Broadway. Kalau saja tidak hujan, jalanan Broadway ini asyik untuk foto-foto. Setting bangunannya: kantor polisi, kantor pemadam kebakaran, apartemen, salon, bank dan teater cukup meyakinkan, seperti set film. Ditambah mobil-mobil kuno Amerika yang ‘parkir’ di pinggil jalan, hasil foto bisa seperti di Amrik sungguhan. Padahal KW, hehe.

Dari jalanan Amerika, kami langsung melompat masuk ke Eropa. Disambut dengan vespa-vespa Italia yang diparkir di pinggir pantai. Lantai ruangan ini dari batu-batuan sehingga suasananya mirip dengan lorong-lorong sempit di kota-kota di Eropa. Dari Italia kami menuju… Perancis! Kota Paris dibuat miniaturnya lengkap kafe-kafe cantik dengan menara Eiffel KW2. Big A dengan dramatis bilang, “O la laa, de ja vuuu…” Dia tidak bisa menahan tawa melihat orang-orang sibuk berfoto dengan menara Eiffel KW. Ya biar lah Kak, siapa tahu jadi bisa ke Paris beneran. Sementara Little A asyik-asyik aja diajak pose-pose sama Tantenya.

Dari Perancis, satu lompatan membawa kami ke Jerman. Suasana desa di Jerman ini asyik banget, dengan rumah tradisional dan mobil-mobil VW. Pohon berdaun cokelat seperti di musim gugur semakin menambah romantis suasana. Cocok lah buat pemotretan pre-wed :p Tak lupa kami berfoto di depan tembok Berlin KW3. Btw, orang-orang Jerman memang segedhe itu ya dibanding orang Asia? 😀


Jerman adalah negara kesayangan Big A, karena tugas akhirnya di kelas 6 adalah membuat pameran dan presentasi tentang Jerman. Big A merasa tahu banget tentang Jerman dan cinta segala sesuatu buatan Jerman. Jadi dia betah banget di Jerman buatan ini. Sementara itu… tepat di seberang Jerman adalah: Inggris! Sekarang giliran Tante Dila yang histeris. Dia senang sekali segala sesuatu yang berbau Inggris dan bercita-cita pengen ke sana.


Simbol-simbol London disajikan lengkap: kotak telepon umum warna merah, simbol kereta bawah tanah, penjaga istana, The Beatles dan Mr Bean. Keluar dari London-londonan ini kami bisa melihat Istana Buckingham (nggak tahu ini KW berapa). Tampak depannya cukup mirip, tamannya pun meyakinkan. Cuma kalau mau foto di depan sini, jangan sampai tulisan ‘Istana Buckingham’ ikut muncul. Kenapa? Karena ‘Istana’ itu bahasa Indonesia, bahasa Inggrisnya ‘Palace’ :))

Kejutannya, ternyata istana Buckingham ini tidak cuma depannya doang, ada dalamnya beneran. Langit-langitnya dihiasi lampu gantung mewah. Di pojokan juga ada tahta sang ratu, lengkap dengan Ratu Elizabeth KW. Di tengah istana, anak-anak bisa bermain dengan double decker bus, bis tingkat warna merah yang menjadi simbol khas London. Atau, seperti kami, naik kereta mini keliling istana. Gratis! Little A langsung jatuh cinta dengan kereta mini ini dan bilang kalau Istana Buckingham adalah tempat favoritnya di museum angkut.

Meskipun tiket masuknya cukup mahal (dibanding museum-museum yang lain), kami cukup puas dengan museum ini karena fasilitasnya cukup bagus. Museum ini aksesibel, ada lift dan ramp bagi yang berkursi roda atau membawa stroller. Toilet disediakan di setiap area dan kondisinya bersih. Tempat duduk juga selalu ada di setiap area. Bapak saya pernah terserang stroke ringan sehingga tidak kuat jalan jauh. Tapi di museum ini, beliau bisa beristirahat (duduk) di setiap area sementara kami masih sibuk beredar. Alhamdulillah Bapak kuat ‘keliling dunia’ sampai akhir. Selain kursi tempat duduk, di beberapa area juga ada warung atau kafe makanan kecil untuk pengganjal perut. Kami sempat duduk-duduk di area Broadway sambil nyemil kentang goreng, hot dog, dan minum kopi dan milo hangat. Sebenarnya sambil menunggu hujan reda tapi kok ya nggak berhenti-berhenti. Di wahana terakhir (Hollywood) ada restoran cepat saji CFC. Sebenarnya ada warung apung yang juga menjual makanan tradisional yang tentunya lebih enak dari ayam goreng cepat saji, tapi sayang sekali kalau hari hujan area outdoor tersebut tidak bisa dinikmati.

Yang masih perlu diperbaiki dan ditambah adalah fasilitas mushollanya. Tempat ibadah yang terletak di dekat tempat parkir bus ini kurang besar untuk menampung pengunjung sebegitu banyak. Tempat wudhu juga cuma sedikit. Saran saya membuat musholla baru lagi atau memperbesar fasilitas yang sudah ada ini.

Secara umum kami senang dan puas mengunjungi Museum Angkut. Petugasnya cukup ramah dan sigap membantu. Di dalam ruangan saya juga tidak menghirup asap rokok. Sayangnya ada satu dua pengunjung yang masih membuang sampah sembarangan di area outdoor, padahal tempat sampah sudah disediakan, kira-kira dua meter dari mereka berdiri. Duh, harus diapain ya orang-orang seperti ini?

Bravo untuk pengelola Museum Angkut. Museum ini wajib dikunjungi untuk yang berlibur ke kota wisata Batu dan Malang. Semoga keluarga-keluarga di Indonesia jadi semakin cinta museum 🙂 

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Komparasi Tabungan iB : Mandiri vs BRI vs BNI

Setelah  membaca artikel ini, saya harap teman-teman netizen dapat segera memutuskan; Tabungan syariah dari bank mana yang akan dipilih. Yang sesuai dengan kebutuhan. Yang terasa cocok dengan tujuan untuk menyimpan uang. Dalam hal ini saya catat tabungan iB akad wadiah dari bank syariah mandiri ( BSM), BRI Syariah (BRIS) dan BNI Syariah.

Saya hanya membandingan data yang terukur. Sementara yang

Panduan Lengkap Mandiri e-Cash

Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan layanan mandiri e-cash. Tapi penasaran mau nyoba, karena kabarnya, penyaluran bantuan sosial keluarga miskin program Jokowi dengan segala kartu saktinya, akan dibagikan melalui mandiri e-cash ini.

Trial ini saya bagikan sebagai panduan dasar bagi pemula lengkap dengan gambar. Bagi yang sudah advance, silahkan beri komentar mengenai pengalaman selama

Hai Semua, Bersiaplah Jadi Agen Bank

Ada kabar bagus untuk semua masyarakat Indonesia dengan telah dibuat peraturan  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai  Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), atau lebih kita kenal terlebih dahulu sebagai Brancless Banking.

Aturan ini setidaknya memiliki dua makna ;

Pertama;  nasabah perbankan dapat  melakukan aktifitas perbankan melalui agen bank, di warung

Nabung Yang Bagus di Bank Apa?

Judulnya klasik banget. Ya gitulah. Setiap ingin membuka tabungan di bank, pertanyaan itu pasti muncul; nabung yang bagus di bank apa? atau, nabung enaknya di bank mana?

Saya ingin buat catatan sederhana. Semoga dapat memberi gambaran supaya tidak ragu dalam memilih produk tabungan dan bank itu sendiri. Dalam hal ini saya hanya bicara tabungan harian.

Langsung aja ya.

Memilih Bank : Bank

Rekening Ponsel CIMB Niaga

Banyak hal menarik bisa dilakukan dengan rekening ponsel CIMB Niaga. Namun ada juga yang menurut saya malah tidak efisien saat transaksi dengan rekening ponsel.  Apa saja?, saya akan bahas mengenai hal ini secara lengkap ( semoga).

Karena bahasan ini cukup panjang, maka saya bagi dalam beberapa sub judul. Untuk yang ingin baca sebagian, silahkan loncat pada daftar isi berikut;

Tentang

Tabungan CIMB Niaga ON Account Kelebihan dan Kekurangan

Artikel ini atas permintaan seorang pembaca; Ael Ar Syarief, yang disampaikan dalam kotak komentar  pada artikel tabungan CIMB Niaga untuk perorangan.

Jujur deh, saya baru sadar kalau CIMB punya produk baru tersebut. Nggak ngeh. Padahal saya follow akun twitternya, sering bolak-balik login juga di CIMBClick.

Setelah saya perhatikan, baca, dan bertanya by phone di call center 14041, maka pada

Review Hotel Melia Purosani Yogyakarta

View dari kamar No 552

Libur Idul Adha tahun ini, kami pengen staycation di Jogja bareng rombongan sirkus keluarga besar. Terus terang aja kami belum pernah menginap di hotel manapun di Jogja, lha wong punya rumah di dekat sini kok 🙂 Mumpung punya voucher Agoda, sekali-sekali nyoba hotel di Yogyakarta.

Tadinya saya dan Diladol, adik saya tercintah pengen nyobain hotel-hotel baru di Jogja. Memang banyak banget hotel baru yang dibangun di Jogja dua tahun belakangan ini, seperti cendawan di musim hujan. Mulai dari hotel bintang tiga sampai bintang lima. Kali ini kami pengen hotel yang: 1) punya kolam renang untuk anak dan 2) sarapannya enak. Lokasi nggak masalah karena kami bawa mobil sendiri. Dari sini kami coret daftar hotel bintang 3 karena nggak ada kolam renangnya.

Hotel-hotel baru di Jogja yang masuk incaran kami adalah: The 101 Tugu (dekat Tugu Jogja, tentu), Grand Zuri (dekat stasiun Tugu), dan Grand Aston (Jl. Solo). Ada teman yang merekomendasikan Tentrem, hotel bintang lima baru yang terkenal punya tempat main (indoor play area) yang besar banget. Tapi saya kurang sreg sama hotel ini. Teman lain merekomendasikan Santika Premier (Jl. Sudirman) yang menu sarapan tradisionalnya paling top se-Jogja. Lokasi Santika juga gak jauh sih dari Tugu dan Malioboro, bisa naik becak.

Tapi akhirnya kami pilih Melia Purosani, dengan alasan ini hotel bintang lima yang tarifnya paling murah. Persis prinsip Si Ayah banget. Hotel bintang lima di ‘belakang’ Malioboro ini sudah berdiri sejak 1995. Zaman SMA dulu, sudah ratusan kali saya lewat tikungan depan hotel pinky ini dan hanya bisa memandang kagum 😀 Kami memesan hotel ini via Agoda, setelah membandingkan harga di Hotelscombined. Tarif Agoda memang paling murah, bahkan dibanding dengan memesan online dari website hotel. Lagipula, saya memang ingin memakai poin Agoda. Kami memesan 3 kamar dengan tarif Rp 730 ribu per kamar per malam, termasuk pajak dan sarapan.

Kami datang di hari Minggu jam 2 siang, tepat saat cek in dibuka. Nggak mau rugi dong. Pelayanan resepsionis cukup ramah, tapi proses cek in lumayan lama. Seminggu sebelum cek in, saya sudah mengirim email meminta connecting room dan satu baby cot (boks bayi). Jam dua siang, baru ada dua kamar yang siap, itu pun bukan connecting rooms. Ya sudah nggak papa. Kami diberi kamar di level yang tinggi agar tidak berisik dan menghadap ke kolam renang, sesuai permintaan saya di email.

Setelah mendapat kunci, precils langsung melesat ke kamar. They looooove hotels :p Little A langsung loncat-loncat di kasur, sebelum saya usir karena harus difoto dulu sebelum kusut, hehe. Saya cek kelengkapan kamar dan kamar mandi, semua bersih dan rapi jadi tidak perlu komplain.

Kamar yang saya dan duo precils tempati nomor 552, dengan pemandangan ke kolam renang. Kasurnya queen bed, cukuplah untuk tidur bertiga. Sayang sekali Si Ayah harus masuk kerja hari Senin, jadi tidak bisa ikut menginap di hotel. Tapi Si Ayah sempat mencoba kolam renangnya dengan Little A. Di pojok kamar ada 2 seater sofa, coffee table dan meja kerja. Kamar mandinya cukup besar dengan bak mandi (bathtub) dan pancuran (shower) terpisah. Wastafelnya kelihatan tua dan letih, minta direnovasi. Tapi secara umum cukup bersih.

Amenities di kamar mandi lengkap banget: sabun, shower gel, shampoo, kondisioner, sisir, kikir kuku, cukuran, body talc, body lotion, alat jahit, sikat gigi, pasta gigi, penggosok sepatu, shower cap bahkan deterjen. Di atas bak mandi juga ada tali jemuran yang bisa untuk jemur pakaian renang. Hotel juga menyediakan dua botol air mineral gratis. Cuma yang saya heran, botolnya kecil banget, nggak bakal cukup untuk seharian. Minibar menyediakan teh dan kopi gratis, dengan gula dan krimer. Ada hadiah kecil khusus kamar ini yaitu sandal batik yang bisa dipakai di rumah. Lumayan 🙂

Kamar yang ditempati Bapak dan Ibu saya nomor 548, selisih satu kamar dengan kamar saya. Interiornya sama persis, hanya saja ada balkonnya. Di balkon ada dua kursi untuk duduk-duduk. Dari balkon bisa melihat pemandangan kolam renang dan sisi hotel bagian dalam. Kamar mandinya sama, televisinya juga sama. Kami senang karena chanel kabelnya lengkap, mau nonton apa saja bisa: berita, film, petualangan, tayangan anak, olahraga, musik, dan lain-lain. Bapak saya senang bisa nonton Nat Geo Wild seharian. Beliau sampai nanya apa bisa dipasang di rumah, hehe.
 
Sementara Ibu saya senang bisa mandi berendam. Beliau mengaku mandi berendam dua kali biar nggak rugi bayar hotelnya, hehe. Ketahuan kan prinsip ngiritisme The Emak menurun dari siapa? 😉

View dari balkon kamar 548
View dari kamar 544
King bed di kamar 544
boks bayi gratis

Begitu selesai menaruh barang di kamar, kami langsung turun untuk berenang. Suasana kolam dan sekelilingnya sangat nyaman, cocok untuk bersantai. Sore itu cuma ada beberapa bule yang leyeh-leyeh di kursi malas. Little A langsung nyemplung dan senang banget bisa perosotan berkali-kali. Baby K yang hampir satu tahun usianya juga nyemplung berbekal pelampung leher. Tapi cuma bisa sebentar karena airnya dingin. Saya juga menyempatkan berenang beberapa kali putaran. Cuma agak susah juga karena bentuk kolamnya free form. Kolam seperti ini cuma cocok untuk main-main dan leisure swimming saja, bukan untuk olahraga serius.

Di sebelah kolam renang ada fasilitas bilas yang cukup bersih dan nyaman, dengan bilik pribadi dan pancuran air hangat. Kolam ini buka dari pukul 8 pagi sampai 8 malam.

Selesai berenang, kamar ketiga yang kami pesan siap. Kamar nomor 544 ini punya kasur ukuran king yang besar banget. Untuk tidur berempat pun cukup. Di kamar ini juga ada baby cot seperti yang sudah saya pesan. Kamar ini ditempati Diladol, Suami Siaga dan Baby K.

welcome drink: jus terong belanda

Ketika cek in kami diberi kupon welcome drink yang bisa ditukar dengan minuman di bar. Menu hari itu jus terong belanda yang ternyata enak, asem-asem seger gitu. Kami minum-minum di bar setelah makan malam di luar. Tadinya kami ingin mencoba Ayam Goreng Bu Tini, tapi karena sudah tutup, kami melipir ke Bebek Cak Koting di depan eks bioskop Mataram. Banyak pilihan makan malam di Jogja yang lebih enak dan lebih murah daripada di hotel 🙂 Melia dekat sekali dengan Malioboro, cukup 15 menit jalan kaki. Malam hari bisa jalan kaki sampai ke toko Mirota Batik, ujung jalan Malioboro untuk belanja-belanji oleh-oleh sekaligus makan malam di Kafe Oyot Godhong. Yang nggak kuat terbiasa jalan kaki bisa naik becak yang mangkal di samping hotel.

Paginya, kami sengaja mruput sarapan, ketika suasana masih sepi. Kami memilih duduk di sofa di pojok. Tak lupa meminta kursi makan bayi untuk Baby K. Keuntungan sarapan awal, menu makanan masih lengkap, tidak perlu antre dan… masih banyak waktu untuk ambil berkali-kali. Sesuai prinsip ‘jangan sampai rugi’, kami mencoba semua makanan, sedikit-sedikit. Precils yang berlidah bule, seperti biasa sarapan roti dan olesan, disusul sosis dan kentang wedges (sayangnya tidak ada hash brown kesukaan Big A). Sementara saya, mewajibkan diri mencoba bubur ayam di setiap hotel. Buryam Melia saya kasih nilai 7, cukup enak dan gurih, tapi tidak spesial. Nasi kuningnya juga biasa saja. Kalau roti dan pastry-nya bolehlah, ada pilihan whole wheat, sordough dan baguette.

Yang membuat saya senang, Bapak dan Ibu saya menikmati sekali sarapan di hotel. Ibu saya mencoba semua makanan ‘aneh-aneh’ yang tidak biasa beliau makan sehari-hari. Ibu senang sekali dengan baked beans, yang beliau makan bersama dengan… nasi goreng, hahaha. Bapak saya juga senang mencoba beberapa makanan, meski tidak sebanyak ibu.

Sayangnya makanan enak-enak ini tidak ditemani dengan kopi enak pula. Sepertinya kopinya cuma standar kopi sachet seperti yang tersedia di minibar kamar. Padahal negara ini punya kopi-kopi lokal yang rasanya khas dan nikmat. Mestinya nanti hotel-hotel bintang lima seperti ini bekerja sama dengan artisan kopi lokal di wilayahnya untuk menyuguhkan kopi andalan.

Kenyang, kami istirahat, beres-beres sebentar dan cek out sekitar jam 9.30. Ibu saya ingin segera kulakan bahan untuk tokonya, hahaha. Alhamdulillah, staycation kali ini sukses dan semua senang. Staycation berikutnya, enaknya ke hotel mana ya?

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Baca juga:
Indrayanti Sang Primadona Gunung Kidul
Griya Pesisir Pantai Pulang Sawal[review penginapan]

 

Komparasi: Tabungan Mandiri VS Tahapan BCA

Compare yuk, produk simpanan dari dua bank besar; Tabungan Mandiri vs Tahapan BCA. Tujuannya, supaya lebih mudah membandingkan fitur dan biaya dua produk ini dalam satu halaman. Sehingga simpanan yang di pilih benar-benar sesuai dengan tujuan membuka rekening itu sendiri.

Yah memang sih, kalau dari segi besaran asset,  BCA masih di bawah BRI. Namun yang di adu disini malah bank terbesar di