Alasan MA Mentahkan Gugatan BPN Prabowo ke Bawaslu: Bukan Objek PAP

Alasan MA Mentahkan Gugatan BPN Prabowo ke Bawaslu: Bukan Objek PAP


GELORA.CO – Mahkamah Agung (MA) mementahkan gugatan BPN Prabowo-Sandiaga ke Bawaslu RI. MA tidak menerima gugatan tersebut karena objek gugatan bukanlah pelanggaran administrasi pemilu (PAP).
“Inti pertimbangan putusan menyatakan objek yang dimohonkan bukan objek PAP di MA,” ujar Kabiro Humas MA Abdullah, yang dikutip dari Antara, Kamis (27/6/2019).
Abdullah menjelaskan yang seharusnya menjadi objek perkara adalah keputusan KPU mendiskualifikasi calon presiden dan calon wakil presiden berdasarkan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyatakan calon presiden dan calon wakil presiden melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Sehingga seharusnya pemohon PAP adalah calon presiden dan wakil yang kena diskualifikasi,” ujar Abdullah.
Dalam perkara PAP ini, pemohon bukanlah calon presiden dan calon wakil presiden. Selain itu, objek yang diperkarakan bukanlah keputusan KPU, melainkan keputusan Bawaslu yang menyatakan permohonan adanya TSM tidak diterima.
“Dengan demikian, MA tidak berwenang mengadili perkara tersebut dan dinyatakan tidak diterima,” pungkas Abdullah.
Adapun pemohon dari perkara ini adalah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, yang diwakili oleh Ketua BPN Prabowo-Sandi, Jenderal (Purn) Djoko Santoso. Terhadap permohonan BPN, MA memutuskan permohonan tidak diterima (niet onvankelijke verklaard).[dtk]
Gugatan Lawan Bawaslu Ditolak MA, BPN: Masih Ada Pengadilan Allah

Gugatan Lawan Bawaslu Ditolak MA, BPN: Masih Ada Pengadilan Allah


GELORA.CO – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atas keputusan Bawaslu ihwal adanya pelanggaran administratif di Pilpres 2019. BPN menilai seharusnya MA sempat menggelar sidang sebelum menyatakan tidak menerima gugatan.
“Mestinya MA memberi kesempatan untuk membuktikan terlebih dahulu, sehingga tidak ada prasangka, benar tidak ada TSM. Apalagi kasus ini menyita perhatian rakyat Indonesia. Jangan sampai kemudian muncul prasangka atau dugaan, jangan-jangan ini bagian dari TSM juga,” kata juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dian Fatwa, kepada wartawan, Kamis (27/6/2019).
Menurut Dian, institusi hukum seharusnya membuat terobosan dan tidak hanya terjebak pada hal-hal prosedural. Jika semua hal terhenti pada hal administratif dan prosedural, kata Dian, itu akan menutup jalan bagi para pencari keadilan.
“Padahal MA dibayar dan dibiayai oleh tax-payer, dibiayai oleh rakyat. Sudah selayaknya institusi hukum seperti MA mengedepankan substantive justice, bagaimana hasil dari permohonan rakyat kepada MA–setelah melalui proses persidangan–memenuhi rasa keadilan dan kebenaran ditegakkan,” ujarnya.
Dian mengingatkan di atas MA masih ada pengadilan yang lebih tinggi. Para hakim, menurutnya, harus mempertanggungjawabkan keputusan mereka.
“Ada pengadilan yang lebih tinggi, Pengadilan Allah. Kita serahkan yang ‘di atas’. Para hakim akan berhadapan dengan yang ‘di atas’ mempertanggungjawabkan keputusan mereka,” tegasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atas keputusan Bawaslu ihwal adanya pelanggaran administratif di Pilpres 2019. Apa alasannya?
“Iya betul, putusan menyatakan permohonan ‘tidak diterima’ (niet onvankelijke verklaard),” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, seperti dilansir Antara, Kamis (27/6).
Putusan Mahkamah bernomor MA RI Nomor 1/P/PAP/2019 itu menyatakan ‘permohonan tidak dapat diterima’. Menurut Abdullah, permohonan yang diajukan BPN Prabowo-Sandi belum memenuhi syarat.
Dalam permohonannya, BPN mendalilkan adanya kecurangan dalam Pilpres 2019 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Dalam putusan tersebut, MA juga menjatuhkan hukuman terhadap pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 1 juta.[dtk]
Menag Lukman Ngaku Uang Rp 180 Juta Plus 30 Ribu Dolar Didapat Dari Pejabat Kedutaan Arab Saudi

Menag Lukman Ngaku Uang Rp 180 Juta Plus 30 Ribu Dolar Didapat Dari Pejabat Kedutaan Arab Saudi


GELORA.CO – Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengakui uang sebesar Rp 180 juta dan 30 ribu dollar AS di laci meja kerjaanya beberapa waktu lalu didapatkan dari dua orang pejabat Kedutaan Besar Saudi Arabia dari keluarga Amirrul Sulton saat acara MTQ Intenasional yang digelar di Indonesia.
Adapun, kedua pejabat Kedubes Arab Saudi itu adalah Kepala Atase Agama Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Syeikh Ibrahim bin Sulaiman Alnughaimshi dan Kepala Atase Bidang Keagamaan, Syaikh Saad Bin Husein An Namasi.
“Dari pemberian, dari seseorang panitia terkait dengan kegiatan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) internasional, dimana Indonesia menjadi tuan rumahnya. Lalu dia (syeikh) menyerahkan uang itu di ruang kerja saya,” ujar Menag Lukman saat ditanya Jaksa KPK Abdul Basir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (26/6).
Lukman mengaku, awalnya dia sempat menolak pemberian uang dari syeikh Arab pada pertengahan 2018 silam. Namun, akhirnya terpaksa diterimanya karena Syeikh yang meminta agar digunakan untuk kegiatan bakti sosial. 
“Awalnya saya tidak terima, tapi dia mengatakan ini bentuk hadiah yang karena saya tidak boleh menerima itu, maka yasudah kata dia berikan saja ke Khoiriyah, kegiatan kebaikan, untuk kegiatan bakti sosial,” kata Lukman. 
Mendengar pengakuan Menag, Jaksa KPK pun mewanti-wanti bahwa kesaksian Lukman ini akan berimbas pada hubungan Indonesia dan Arab Saudi jika kesaksiannya tak terbukti.
“Keterangan Saudara ini bisa mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara,” kata Jaksa Basir.
Untuk diketahui, uang Rp 180 juta dan 30 ribu dollar AS merupakan uang yang disita saat penyidik KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan OTT) politisi PPP, Romahurmuziy alias Romi terkait suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). 
Awalnya, Menag Lukman mengaku uang tersebut didapatkan dari tiga sumber, yaitu operasional menteri, honorarium, dan perjalanan dinas Kemenag. Namun hal itu justru berbeda keterangan saat di persidangan.
“Uang-uang di laci meja saya itu adalah akumulasi dari 3 sumber penerimaan yang resmi yang saya dapatkan. Pertama, dana operasional menteri. Kedua adalah sisa dari honorarium yang saya dapatkan. Ketiga adalah sisa dari perjalanan dinas saya. Jadi 3 sumber itulah saya simpan di laci meja kerja saya,” ucap Lukman. [rmol]
Antasari: Saya Mau Usut BLBI, Malah Saya Diusut Duluan

Antasari: Saya Mau Usut BLBI, Malah Saya Diusut Duluan


GELORA.CO – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, menceritakan mengenai perkara kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada saat dirinya menjabat posisi orang nomor satu di lembaga antirasuah.
Ia menyebutkan, sebenarnya pemerintah Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto telah mengucurkan anggaran dana ratusan triliun Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 
“BLBI dikucurkan oleh Pak Soeharto di era Orde Baru itu sebesar Rp600 triliun,” kata Antasari Azhar di kawasan Menteng, Jalan Hos Cokrominto, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juni 2019. 
Dari jumlah itu, yang telah diusut oleh penegak hukum kasus BLBI dari hanya Rp154 triliun, itu pun dari pihak swasta termasuk tersangka Sjamsul Nursalim. Perkara itu sebagian sudah diusut oleh pihak Kejaksaan Agung. 
“Sudah diproses oleh kejaksaan beberapa kasus. Mungkin nanti Anda-anda bisa konfirmasi ke kejaksaan,” katanya. 
Ketika dia jadi pimpinan KPK, Antasasi pun ingin mengusut dana Rp446 triliun dari total dana Rp600 triliun tersebut, yang konon dana itu diserahkan kepada bank plat merah. 
“Hanya pembagian yang saya tahu itu yang bank swasta itu jumlahnya Rp154 triliun dari Rp600 triliun. Nah sisanya Rp446 triliun itu bank plat merah semua. Mana kasusnya, kan enggak ada. Itu yang kami kumpulkan mulai mengusut untuk itu. Tapi yang duluan diusut kan saya,” katanya. 
Kemudian, Antasari membentuk 4 tim di KPK waktu itu. Satu untuk mencari mendata berapa uang negara yang sudah ditarik oleh kejaksaan, berapa barang rampasan sudah dilelang dan dimana saja. 
Kedua, pada saat itu banyak kasus dihentikan penyelidikan oleh kejaksaan karena mengembalikan kerugian, berapa kerugian yang dikembalikan dan dalam perkara apa saja. 
“Terus selanjutnya, waktu itu ada komitmen dengan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan, bagi mereka yang lari ke kuar negeri tetap ditagih melalui Menteri Keuangan. Nah itu semua belum masuk reportnya dari kejaksaan pada waktu itu,” katanya. [vv]
Saksi: Ada Pungutan Saat Rombongan Menag Datang Ke Jatim

Saksi: Ada Pungutan Saat Rombongan Menag Datang Ke Jatim


GELORA.CO – Ada pungutan liar yang kerap diminta saat Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur menyambut kedatangan rombongan Menteri Agama Lukma Hakim Saifuddin ke Jawa Timur. 
Hal itu sebagaimana diungkap Kabid Penerangan Agama Islam, Zakat dan Wakaf Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Zuhri saat menjadi saksi kasus suap jual beli jabatan untuk terdakwa Kakanwil Kemenag Jatim, Haris Hasanuddin di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (26/6) malam.
“Memang pas waktu mau melaksanakan Rakorpim di tingkat Kanwil, kami tahu-tahu dipanggil atau diminta Pak Haris. Biasa saya manggil Pak Haris mas, atau kang, “mas saya minta tolong nanti teman-teman kalau ada yang nitip uang dibantu ya”,” kata Zuhri di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Rabu (26/6).
Zuhri mengatakan, yang menginisiasi pengumpulan uang tersebut adalah Jawa Timur Haris Hasanuddin yang saat itu masih menjadi Plt Kakanwil Kemenag Jatim. Menurut pengakuannya, uang terkumpul mencapai Rp 72 juta.
“Totalnya kurang lebih Rp 72 juta. Itu yang terkait kegiatan tanggal 1 Maret,” kata dia. 
Namun demikian, Zuhri mengaku tidak tahu uang itu akan diapakan. Sepengetahuannya, uang itu sebatas untuk menyambut rombongan menteri.
“Apakah untuk teman-teman ajudan menteri, enggak jelas saya. Saya kurang tahu. Tapi untuk persiapan tamu-tamu semuanya. Saya berikan, saya siapkan,” ujarnya.
Menag Lukman yang ada di ruang sidang tidak menyanggah kesaksian tersebut. Dia mengaku ada uang pungutan tersebut. Namun, dia memastikan telah melarang para pejabat untuk melakukan pungutan. 
“Jadi kalau ada pemberian dari siapapun juga ,melalui ajudan saya yang tidak ada tanda terimanya, saya tekankan jangan pernah terima itu,” katanya.
Dalam perkara ini, Haris didakwa menyuap Romahurmuziy alias Romi senilai Rp 255 juta dan Menag Lukman sebesar Rp 70 juta. Tujuannya, untuk memuluskan proses pengisian jabatan di lingkungan Kemenag Jatim.  [rmol]
B1, Kode Romi Untuk Menyebut Menteri Lukman Hakim

B1, Kode Romi Untuk Menyebut Menteri Lukman Hakim


GELORA.CO – Ada kode rahasia atau isyarat tertentu yang digunakan tersangka dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Romahurmuziy alias Romi untuk menyebut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Hal itu terungkap saat Romi dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus suap jual beli jabatan untuk terdakwa Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Jawa Tmur Haris Hasanuddin di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (26/6) malam.
Dalam hal ini, Romi mengaku menggunakan kode panggilan ‘B1’ untuk menyebut Menteri Lukman.
‎Pengakuan kader PPP itu bermula saat jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdul Basir menanyakan soal kode ‘B1’ yang digunakan Romi untuk berkomunikasi. Rommy menjawab bahwa kode itu ditujukan untuk menyebut Menteri Lukman.
“Kadang Pak Menag, kadang Pak Menteri, kadang-kadang mas, kadang-kadang B1, B1, kalau membahasakan kepada orang lain kadang-kadang saya pakai B1,” kata Romi.
Diuraikannya bahwa B1 merupakan kepanjangan dari Banteng 1. Istilah itu keluar lantaran Lukman Hakim berkantor di dekat Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
“B1 itu Banteng, karena kan Kemenag adanya di lapangan Banteng‎,” tandas Romi.
Dalam sidang ini, Haris didakwa menyuap Romi senilai Rp255 juta dan Menag Lukman sebesar Rp70 juta. Sementara Muafaq didakwa menyuap Rommy senilai Rp 91,4 juta. Suap keduanya diduga untuk memuluskan proses pengisian jabatan di lingkungan Kemenag Jatim. [rmol]

Kasus Fanani Dirasa Janggal, Dahnil Siap Beri Pendampingan Hukum


GELORA.CO – Penetapan tersangka mantan Bendahara Umum PP Pemuda Muhammadiyah Ahmad Fanani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dinilai penuh keanehan.
Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simanjuntak menjelaskan bahwa pemeriksaan kasus ini sudah berlangsung selama lebih dari delapan bulan. Namun demikian, ada sejumlah kejanggalan yang terjadi.
Di antaranya, pihak Kemenpora dan Gerakan Pemuda Ansor yang ikut terlibat dalam kegiatan Apel dan Kemah Pemuda Islam Indonesia 2017 tidak diperiksa secara intensif. Sementara, pihak Pemuda Muhammadiyah yang diperiksa mencapai 30 orang.
“Jadi penetapanya itu janggal dan penuh keanehan,” kata Dahnil kepada Kantor Berita RMOL, Rabu (26/6).
Atas alasan itu, Dahnil memastikan dirinya akan memberikan pendampingan hukum kepada Ahmad Fanani.
“Pasti didampingi secara hukum,” pungkas Dahnil.
Ahmad Fanani yang menjadi Ketua Panitia Kemah Pemuda Islam Indonesia dari pihak Pemuda Muhammadiyah resmi menyandang status sebagai tersangka dugaan korupsi kegiatan tersebut. Penetapan ini, dikeluarkan setelah penyidik melakukan gelar perkara dan juga pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
Polisi mencium ada penggelembungan data keuangan dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ) Pemuda Muhammadiyah. [rmol]

Menag Lukman Akui Terima Uang Senilai 30.000 Dolar Amerika


GELORA.CO –  Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap bahwa penyidik menyita uang 30 ribu dolar Amerika Serikat dari laci ruang kerja Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, beberapa waktu lalu. 
Uang itu ditemukan penyidik bersamaan dengan sejumlah dokumen pemilihan Rektor IAIN Aceh dan Surabaya. 
Dikonfirmasi jaksa mengenai itu, Lukman yang dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi terdakwa Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin, membantah uang tersebut berkaitan praktik suap jual beli jabatan rektor UIN dan IAIN di bawah naungan Kemenag.
Lukman menyebut uang sejumlah 30 ribu dolar Amerika Serikat itu terkait kegiatan MTQ Internasional yang digelar di Indonesia. Dijelaskan Lukman, pemberian uang itu karena atase agama Arab Saudi merasa puas dengan kegiatan MTQ Internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
“Itu dari keluarga Amir Sultan, karena rutin keluarga Raja adakan MTQ Internasional Indonesia,” kata Lukman di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 26 Juni 2019.
Lukman mengakui dia tidak dapat menolak pemberian uang tersebut. Lukman mengaku uang itu dari Atase Agama Arab Saudi, Syekh Ibrahim, diberikan di ruang kerja Menag pada Desember 2018.
“Awalnya saya tidak terima, dia memaksa, saya terima. Tradisi di Arab itu dia kalau senang bisa kasih hadiah. Dia bilang saja, terserah gunakan untuk khairiyah, kebajikan. Itu pertengahan atau akhir tahun lalu. Bahkan lupa saya masih menyimpan dolar itu,” kata Lukman.
Lukman menyadari sebagai penyelenggara negara tidak boleh terima gratifikasi dalam bentuk apapun. Termasuk uang dan barang. Namun pemberian itu justru tak dilaporkan Lukman ke KPK.
“Itu dia yang saya katakan bahwa saya mengatakan tidak berhak menerima ini. Saya tahulah sebagai penyelenggara negara tidak boleh menerima gratifikasi,” katanya. [vv]

Menag Lukman Gelagapan Saat Rekaman Teleponnya Diputar Jaksa KPK di Persidangan


GELORA.CO – Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin sempat terbata-bata saat Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdul Basir memutarkan rekaman percakapan antara dirinya dengan Staf Khususnya, Gugus Joko Waskito.
Dalam rekaman suara itu, Menag Lukman meminta Gugus menanyakan ke Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi terkait nasib Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Jawa Timur dan Kakanwil Kemenag Sulawesi Barat.
“Itu cepat tanyakan ke Ketum itu untuk Sulbar bagaimana? Kanwil Sulbar, lalu kemudian Jawa Timur bagaimana?,” ujar Lukman saat menelepon dalam rekaman itu.
“Enggih-enggih (iya, red),” jawab Gugus.
“Dua itu aja Pak. Iya makasih,” kata Lukman lalu menyudahi teleponnya.
Setelah diputarkan di persidangan, Jaksa KPK menanyakan langsung kepada Lukman terkait rekaman suara percakapannya tersebut.
“Saudara kenal suara itu?,” tanya Jaksa KPK.
“Eee bagaimana,” jawab Lukman.
“Saudara kenal suara yang di voice tadi Pak?,” tanya Jaksa KPK lagi.
“Iya. Eee suara saya, suara Gugus,” kata Lukman di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (26/6).
Sebelumnya, Lukman membantah adanya intervensi dalam proses seleksi jabatan tinggi di Kemenag, khususnya Kakanwil Jatim dan Kakanwil Sulawesi Barat.
“Saya tidak intervensi. Karena bukan wewenang saya. Sepenuhnya ada pada Pansel, bukan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen),” kata Lukman.
Jaksa Abdul Basir kemudian menanyakan urgensi harus melibatkan Ketum PPP dalam proses seleksi Kakanwil Jatim dan Sulawesi Barat. Bahkan, Jaksa juga menanyakan kapasitas Gugus sebagai apa dalam proses seleksi.
“Apa urgensinya menanyakan ke Pak Ketum (Romi)? Ini 30 Januari, Panselnya saja masih kerja ini, karena wawancara sama barang bukti saja 18 Januari. Jadi apa urgensinya?,” tanya Jaksa Basir kepada Lukman.
“Gugus itu bukan pegawai negeri ya, saudara rekrut sebagai staf khusus?,” tanya Jaksa Basir lagi.
“Iya,” jawab Lukman.
“Latar belakang dia (Gugus) apa?,” tanya Jaksa Basir lagi.
“Dia aktivis dia juga… aaa banyak relasi eee dari berbagai kalangan,” jawab Lukman.
“Yang jelas dia bukan ASN. Dia Kader PPP?,” tanya Jaksa Basir.
“Iya,” kata Lukman. 
Menteri Agama Lukman Hakim dihadirkan dalam persidangan kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama yang menyeret nama Ketum PPP Romahurmuziy alias Romi. [md]

Prabowo Minta Jaminan Agar Pendukungnya Bebas Jerat Hukum


GELORA.CO – Calon Presiden Nomor 02, Prabowo Subianto disebut telah melakukan komunikasi dengan sejumlah tokoh dari kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Hanya saja pertemuan yang dilakukan Prabowo ini disebut bukan untuk lobi kekuasaan atau lobi politik. 
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut, komunikasi hingga pertemuan itu dilakukan Prabowo untuk meminta jaminan pembebasan terhadap sejumlah tokoh politik maupun aktivis pendukungnya yang saat ini ditahan karena berbagai kasus hukum. 
“Pak Prabowo berkomunikasi dengan Pemerintah itu terkait dengan upaya memberikan jaminan kepada para pendukung atau tokoh yang disebut makar. Pak Prabowo melakukan komunikasi politik dan hukum untuk melakukan jaminan dan pembebasan untuk beberapa tokoh,” kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/6). 
Tokoh-tokoh itu misalnya mantan Danjen Koppasus Soenarko, Eggi Sudjana, Mustafa Nahra, dan tokoh-tokoh pendukung 02 lainnya yang saat ini masih menghadapi persoalan hukum. 
Dalam kesempatan itu, Dahnil membantah pertemuan yang dilakukan Prabowo adalah upaya untuk melakukan deal politik dengan kubu 01. Apalagi terkait jaminan kekuasaan yang akan didapatkan pihaknya. 
Yang jelas kata Dahnil, setiap pertemuan yang dilakukan Prabowo, seperti saat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya, adalah untuk bersilaturahmi dan meminta jaminan pembebasan tokoh-tokoh pendukungnya yang saat ini tengah terjerat hukum. 
“Pak Prabowo terbuka komunikasi politik dengan siapapun selama itu untuk kepentingan bangsa tapi sampai hari ini Pak Prabowo belum melakukan komunikasi politik dengan lobi-lobi kekuasaan,” kata Dahnil. 
“Beliau melakukan komunikasi politik tapi terkait pembebasan penjaminan terhadap para tokoh yang ditangkap, dituduh makar, dikriminalisasi,” katanya. [cnn]