Tiket Nol Rupiah Yang Membuka Mata

“Mbak, kok bisa sering jalan-jalan, gimana sih caranya?” Begitu mention yang muncul di akun twitter saya. Jawaban simpelnya: “Caranya ya beli tiket, packing, terus berangkat.” Terlalu tega nggak sih

Kenyataannya memang betul seperti itu. Saya dan keluarga bisa ‘sering’ traveling karena prioritas bersenang-senang kami memang untuk jalan-jalan. Anggaran kami jaga dari bahaya: ngopi, makan di luar, nonton bioskop, beli gadget terbaru, belanja sesuatu karena lucu, dan lain-lain. 

Memang tidak mudah mencari tiket murah, apalagi untuk kami berempat: saya, Si Ayah, Big A (12 tahun) dan Little A (6 tahun). Tiket promo selalu ada, tapi kalau dikalikan empat, tentu saja tidak murah lagi. Satu-satunya jalan adalah mencari tiket super promo alias tiket gratis. Untungnya ada Air Asia yang bisa kami andalkan untuk menjadi ‘sponsor’ perjalanan keluarga kami menjelajah Asia.

Tahun 2012, keluarga kami pulang kampung ke Surabaya. Setelah puas berkelana di Australia dan Selandia Baru, saya ingin mengajak anak-anak berkenalan dengan Asia. Sejak Air Asia mulai meluncurkan promosi Kursi Gratis, saya sudah mengincar destinasi-destinasi dengan penerbangan langsung dari Surabaya. Langkah awal tentu dengan langganan nawala (newsletter) dan mengikuti berita di akun Facebook dan Twitter agar selalu menjadi yang pertama tahu kalau ada tiket promo. Usaha dikit lah ya. Ndilalah-nya (lucky me), saya berhasil mengamankan tiket nol rupiah tiga kali: ke Bali, Johor Bahru dan Penang.

Ternyata tiga perjalanan tersebut tidak sekedar keren-kerenan bisa jalan-jalan (ke luar negeri) dengan ongkos irit. Tiga destinasi ini ternyata membuka mata kami, terutama The Precils, anak-anak kami, untuk melihat Asia, dunia yang berbeda dari yang selama ini mereka saksikan di Australia. 

Little A di penerbangannya yang ke-19

Bali, April 2013 

Tiket nol rupiah untuk Surabaya – Denpasar ini berhasil saya dapat setahun sebelumnya, ketika kami masih tinggal di Sydney, dan koneksi internet masih 10x lipat lebih cepat. Tanpa masuk waiting room, saya dengan cepat menemukan tanggal ketika tiket pergi dan pulangnya ‘gratis’. Jangan kaget, waktu itu saya hanya bayar Rp 5000 per tiket. Jadi total untuk empat orang cuma 40 ribu. Yay! Waktu itu saya pikir, kalau toh tahun depan terjadi apa-apa dan liburan kami batal, saya tidak rugi-rugi amat.

Ini pertama kali kami sekeluarga naik Air Asia dan penerbangan Little A-waktu itu 4 tahun-yang ke sembilan belas (ya, saya mencatat hal-hal kecil semacam itu). Pertama kali juga kami terbang tanpa bagasi. Tinggal lenggang kangkung ke bandara karena saya sudah web check in dan mencetak sendiri boarding pass. Omong-omong, pajak bandara jatuhnya lebih mahal daripada tiket kami :p

Di Bali, Little A dan Big A berkenalan kembali dengan negeri dan bangsanya. Mendarat di bandara Ngurah Rai, kami disambut kepulan asap rokok. Lalu kami dibawa sopir yang cekatan menikung di gang-gang kecil di daerah Canggu, menghindari jalan yang ditutup untuk upacara. Di kanan kiri jalan, kami masih bisa melihat sisa-sisa hiasan perayaan Galungan. Di beberapa ruas jalan, kami menyaksikan anak-anak bule telanjang dada yang senang banget bisa berdiri di atas sepeda motor yang dikendarai Bapaknya. Negara bebas, hey? The Precils tentu masih ingat peraturan di Australia: anak-anak harus ‘diikat’ di car seat di kursi belakang mobil.

Setelah liburan singkat menikmati tenangnya Canggu dan ramainya Kuta, Selasa pagi kami pulang. Dari bandara Juanda, anak-anak langsung kembali belajar. Berangkat sekolah naik pesawat terbang? Like a boss! 😀

Johor Bahru, Maret 2014

Johor Bahru tidak bisa dipisahkan dari Legoland, dan memang hanya itu tujuan kami ke sana. Saya mengincar tiket penerbangan langsung SUB – JHB ketika promo Kursi Gratis April 2013 dan mendapatkan tiket 0 rupiah untuk penerbangan tahun depan. Tiket Rp 0 bukan berarti kita nggak bayar sama sekali ya. Penumpang masih harus membayar pajak dan fuel surcharge. Alhasil, total harga tiket SUB – JHB pp per orang Rp 400.000.

Kami bersenang-senang di Legoland, apalagi diundang menginap gratis di hotel Legoland yang seperti kastil, dengan keping-keping lego yang bertebaran di mana-mana. Kami berempat fans berat Lego, jadi mabuk berat belanja di obralan, bermain di lobi hotel, theme park, water park, bahkan di restorannya.

Pulangnya, melewati jalan bebas hambatan yang cukup sepi, dengan pemandangan semak belukar dan tanah gersang, saya menyatakan kekaguman pada pemkot Johor Bahru yang bisa membuat daerahnya dikunjungi oleh banyak wisatawan, bahkan dari luar negeri. Saya tantang Big A dengan pertanyaan, “Apa yang kamu lakukan seandainya kamu jadi walikota, agar kotamu banyak dikunjungi orang, Big A?

Air Asia di bandara Senai, Johor Bahru

Penang, April 2014

Tiket nol rupiah yang satu ini saya dapatkan saat promo Oktober 2013. Termasuk pajak dan surcharge, kami habis sekitar Rp 2 juta untuk tiket SUB – PEN berempat, atau Rp 500 ribu per orang pp. Harga normal sekitar Rp 750.000 sekali jalan. Percayalah kalau tiket 0 rupiah selalu lebih murah. Apalagi ini tanggalnya pas libur paskah.

Ngapain ke Penang? Selain karena ada terbang langsung dari Surabaya dan jatuhnya lebih murah daripada tiket domestik, juga karena Penang menawarkan paket komplit sebagai tujuan wisata: wisata kota, seni, sejarah, pantai dan kuliner. Masing-masing dari kami bisa dapat bagian yang kami senangi.

Di kota Georgetown yang panasnya melebihi Surabaya ini, anak-anak belajar bagaimana orang-orang dari ras yang berbeda bisa tinggal dengan harmoni di kota ini. Kami belajar sejarah kota ini di museum interaktif Made In Penang yang menyenangkan, tapi terutama kami belajar dari mencicipi makanan mereka dan merasakan keramahan pemasaknya. Roti canai dari India, char kway teow dari orang Tiongkok, dan ayam kicap dari orang Melayu. Berbeda-beda tapi tetap sama lezatnya.

Eat like a local. Penang street food, siapa takut?

Saya masih akan terus membawa The Precils menjelajah karena setiap pengalaman traveling akan membuka mata mereka, bahwa dunia itu luas. Anak-anak yang sering berkenalan dengan sisi dunia yang lain juga akan lebih toleran menghargai perbedaan dan mensyukuri kenyamanan yang mereka miliki di rumah. Saya masih sanggup bersabar menanti peluang dan segera menyambar kalau ada kesempatan tiket murah untuk berempat 🙂

Hanya saja, sekarang ini saya masih belum tahu, kalau nanti jadi menang traveling ke Nepal *fingers crossed*, siapa yang mesti saya ajak? Si Ayah, Little A atau Big A?

~ Ade Kumalasari (The Emak)

ps: tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog 10 Tahun AirAsia Indonesia

Penang With Kids: Itinerary & Budget

Salah satu street art di Penang

Kami jalan-jalan ke Penang (dibaca Pineng), Malaysia alasannya cuma satu: ada penerbangan langsung dari Juanda Surabaya, dengan Air Asia. Selain itu, Penang sebagai pulau terpisah dari mainland Malaysia, mestinya gampang dijelajahi. Pilihan destinasi wisatanya pun komplet: ada wisata kota (seni, sejarah), bukit, kuliner dan pantai.

The Emak berhasil mendapatkan tiket murah nol rupiah SUB – PEN untuk berempat. Tiket promo nol rupiah bukan berarti gak bayar sama sekali ya, kita tetap harus bayar pajak dan surcharge. Kami habis sekitar Rp 2 juta untuk tiket pergi pulang berempat, atau Rp 500 ribu pp per orang. Harga normal Air Asia untuk penerbangan langsung Surabaya – Penang sekitar Rp 750.000 sekali jalan. Lumayan banget kan hematnya?

Tiket sudah di tangan sejak Oktober. Saya nyambi-nyambi membuat itinerary sambil merancang budget dan berburu penginapan. Idealnya, kami akan menginap 1 malam di kota Georgetown dan 1 malam di hotel pinggir pantai di Batu Ferringhi. Dengan begitu kami bisa menikmati semua jenis wisata yang ditawarkan Penang.

Berikut destinasi wisata ramah anak-anak yang bisa dikunjungi di Penang:
– Street art di George Town
– Kuliner
Museum interaktif Made In Penang
– Benteng Cornwallis
– Bukit Bendera (Penang Hill)
– Kuil Kek Lok Si
– Pantai Tanjung Bungah & Batu Ferringhi
– Penang Butterfly Farm

Karena waktu kami terbatas, hanya tiga hari dua malam, jelas tidak bisa memilih semuanya. Ketika saya sudah menyusun itinerary dengan rapi, e ternyata Air Asia mengubah jadwal semena-mena. Tadinya kami terbang Jumat malam dan pulang Minggu malam. Jadwal penerbangan diganti menjadi Jumat pagi dan Minggu siang. Untungnya, jadwal kami bisa dimajukan ke hari Jumat yang bertepatan dengan libur paskah. Kalau nggak, pasti Si Ayah dan Precils bermuka masam karena tidak bisa bolos cuti, bisa-bisa gagal rencana liburan hemat ini.

Pergeseran jadwal ke Easter Long Weekend berpengaruh ke harga penginapan yang saya pesan. Untuk penginapan di kota, saya memang memilih Tune Hotels Downtown Penang karena punya kredit (poin) dari pembatalan ketika akan menginap di Johor Bahru. Sayang banget kalau nggak terpakai, bisa hangus. Untuk hotel tepi pantai, tadinya saya mengincar Hard Rock Hotel. Sejak menginap di kid suite hotel Hard Rock Bali, Little A pengen banget mencoba hotel Hard Rock lainnya. Di Penang, kolam renang HRH ini memang keren banget. Pikir saya, gak papa deh meski tarifnya sedikit mahal, 1,4 – 1,6 juta per malam. Sayangnya, untuk tanggal tersebut, Hard Rock mengharuskan tamu menginap dua malam. Aduh, rencana bermewah-mewah tidak direstui :p

The Emak yang pinter ini segera mencari alternatif tempat menginap lain. Ada beberapa pilihan hotel tepi pantai Batu Ferringhi, antara lain: Bayview Beach Resort (pas ada promo), Parkroyal Penang Resort, dan Holiday Inn Resort. Saya ingat punya poin dari IHG Rewards, keanggotaan hotel dari grup Intercontinental, Crowne Plaza dan tentunya Holiday Inn. Untuk menginap satu malam di Holiday Inn Penang, perlu menukar 20.000 poin. Sedangkan saya baru punya 16.000 ribu poin. Sebenarnya kekurangannya bisa dibayar pake uang, $40. Lumayan juga daripada bayar penuh. Tapi akhirnya saya berakhir mendapat ekstra 4000 poin dari menukar poin kartu kredit Si Ayah. Hehehe, emak-emak banget. Alhasil, berhasil nginep di Holiday Inn Resort gratis!

Konter teksi (limo) di bandara Penang
This is our LIMO 😀 😀

Biaya liburan yang cukup besar setelah penerbangan dan akomodasi adalah transportasi lokal. Di Penang, ada bis gratis yang bisa digunakan untuk keliling kota. Bis ini berhenti di 19 halte yang dekat dengan atraksi wisata. Kami mengandalkan bis ini untuk jalan-jalan di kota. Dari dan ke bandara, kami menggunakan taksi. Di bandara, saya memesan taksi dari konter taksi resmi bandara. Hanya ada satu taksi bandara yang diberi nama Limo. Jangan membayangkan limusin mewah ya. Setelah membayar RM 44,70 kami keluar menuju pangkalan taksi bandara. Ada beberapa mobil taksi putih berjejer-jejer dalam antrean. Giliran kami tiba… yak… limo kami mungkin usianya lebih tua dari saya. Big A rolled her eyes. Little A melongo. Saya tidak bisa berhenti tertawa, just our luck 😀

Untungnya taksi yang membawa kami kembali ke bandara, dari hotel Holiday Inn adalah taksi eksekutif warna biru. Tentu saja sangat nyaman dan tarifnya lebih mahal. Sementara untuk perjalanan dari kota George Town menuju pantai Batu Ferringhi, kami naik bis berbayar.

Anggaran lain tinggal untuk makan, biaya masuk atraksi wisata dan suvenir. Anggaran makan tidak perlu dikhawatirkan karena harga makanan di Penang cukup murah, RM 4-6 per porsi atau sekitar Rp 15 – 25 ribu, mirip dengan di Indonesia. 

Berikut anggaran yang saya susun untuk berlibur ke Penang 3D/2N.

ITEM IDR MYR
Pesawat SUB-PEN pp 4 pax  1,996,000
Airport tax 4x 200.000  800,000
Taxi airport to Tunes hotel 40
Tune hotel Family Room 1 night 179.8
Lunch Day 1 50
Free Bus GeorgeTtown 0
Dinner Day 1 50
Brekky Day 2 40
Bus Komtar to Penang Hill 12
Penang Hill tram 70
Lunch Day 2 50
Bus from Penang Hill to Batu Ferringhi 20
Holiday Inn Resort     0
Dinner Day 2 50
Souvenir 50
Breakfast Day 3 40
Taxi to airport 70
Lunch at Air Asia  150,000
Parkir Juanda  60,000
Sub total MYR 721.8
TOTAL IDR  3,006,000  2,526,300  5,532,300

Ternyata… kami tidak bisa jalan-jalan sesuai itinerary yang sudah disusun rapi. Rencana hari pertama keliling kota berburu street art gagal gara-gara diberi kamar berbau asap rokok yang menyengat oleh Tune Hotels. Duh, mood rusak dan Si Ayah jadi cranky. I tell you what, a cranky husband is worse than cranky kids :p Jadwal berburu street art kami alihkan esok harinya. Kami terpaksa gagal ke Penang Hill di hari kedua. Itinerary kami ganti dengan mengunjungi Museum Made In Penang yang ternyata cukup menarik dan seru (meski mahal). Alhamdulillah, liburan kami berakhir manis dengan menikmati senja yang indah di tepi pantai Batu Ferringhi.

Bis Gratis/Free Shuttle Bus/Bas Percuma
Komtar
Senja di Batu Ferringhi

Total pengeluaran kami selama perjalanan ke Penang 3H/2M ini tidak beda jauh dengan yang dianggarkan. Pengen tahu rinciannya? Boleh kok, syaratnya:

1. Like Facebook atau follow Twitter (@travelingprecil) kami, 
2. Tulis komentar di bawah tulisan ini atau kirim email ke travelingprecils at gmail dot com, berisi akun FB/twitter dan alamat emailmu.

~ The Emak

Catatan: Kurs April 2014
MYR 1 = IDR 3.500

Baca Juga:
Review Tune Hotels Downtown Penang  
Menjelajah Penang: Seni, Sejarah, Kuliner & Pantai
Review Holiday Inn Resort Penang
Mencicipi Kuliner Penang 
Made In Penang: Seru-Seruan di Museum Interaktif  

Ke Legoland Malaysia, Via Changi Atau Senai?


Tadinya, untuk liburan ke Legoland, kami akan terbang langsung dari bandara Juanda Surabaya ke Senai Airport, Johor Bahru, dengan Air Asia. Apalagi The Emak sudah sukses mendapatkan tiket 0 rupiah setahun sebelumnya *bangga mode on*. Tapi ternyata jadwal keberangkatan kami bertepatan dengan meletusnya Gunung Kelud. Hujan abu vulkanik membuat bandar Juanda ditutup dan semua penerbangan dibatalkan. Saya terpaksa mengatur ulang rencana jalan-jalan ke Legoland. Kali ini kami akan terbang ke Changi Airport, Singapura.

Bentar, sebelum lanjut, di mana sih Johor Bahru ini? Coba kita ingat pelajaran geografi, atau… yang lebih gampang sih buka Google Map aja 🙂 Johor Bahru adalah kota paling selatan di semenanjung Malaysia, berbatasan dengan Singapura, hanya dipisahkan oleh selat Johor. Legoland terletak 35 km dari kota (JB Sentral), bisa ditempuh sekitar 30 menit dengan taksi.


Turis Indonesia punya dua pilihan: ke Legoland via Senai Airport atau Changi Airport. Dari bandara Senai menuju Legoland cuma perlu 35 menit via tol, dengan taksi. Sementara dari bandara Changi, perlu sekitar 2-3 jam, tergantung traffic, dengan naik bus, taksi atau shuttle. Sementara kalau transit di Kuala Lumpur, lebih lama lagi, perlu 4 jam jalan darat, atau 50 menit naik pesawat ke Senai.

Dari Indonesia, hanya Jakarta, Surabaya dan Bandung yang punya penerbangan langsung ke Johor Bahru, dilayani Air Asia. Sementara kota lain seperti Jogja, Solo atau Semarang, hanya bisa ke Johor via Singapore.

Menginap di Bandara Changi
Saya dapat tiket murah Tiger Air Mandala untuk rute SUB – SIN, berangkat Jumat jam 9.45 malam. Sengaja saya pilih jadwal ini agar Si Ayah dan Precils tidak perlu bolos cuti sekolah. Dengan perjalanan sekitar 2 jam, kami akan sampai di Changi pukul satu dini hari. Lha terus, tidur di mana? Ya tidur di Changi lah.

Big A ketakutan mendengar rencana saya tidur di bandara Changi. 
Are we allowed to sleep in the airport?” tanya Big A.
Well, actually, no,” jawab saya. “But, no worries, Changi is the best airport in the world. It should be easy to find somewhere comfy to sleep.”

Ibu Mertua saya pun mengira kami akan menginap semalam di hotel di Changi. No, Mom, nginep di emperan Changi, bukan hotel 😀 Rugi banget kan cek in jam 1 dan harus cek out lagi jam 7 pagi. Apalagi tarif akomodasi apapun di Singapura tidak murah.

Saya mulai bergerilya mencari-cari blog pengalaman orang-orang gila yang pernah tidur di Changi. Rata-rata mereka ini dapat penerbangan tengah malam atau transit. Sebenarnya kalau kita punya tiket lanjutan penerbangan, gampang saja istirahat di dalam area transit. Lantai di dalam bandara sebelum pemeriksaan imigrasi berkarpet semua. Jadi tinggal cari spot yang enak dan gelar tiker, hehe. Masih menurut beberapa blog, kira-kira jam 3 pagi akan ada petugas bandara yang ronda patroli memeriksa paspor dan tiket. Bagi yang tidak punya tiket lanjutan akan diusir keluar lewat loket imigrasi terdekat.

Big A takut diperiksa, apalagi diusir. Jadi kami langsung ke loket imigrasi begitu turun dari pesawat di terminal 2. Setelah paspor dicap, saya cari-cari tempat strategis untuk tidur. Mata saya menemukan sofa warna-warni di depan konter lost & found, setelah ban berjalan pengambilan bagasi. Di situ juga sudah ada teman seperjuangan yang mencoba meliuk-liukkan tubuh biar bisa tidur nyenyak :p Akhirnya kami memilih beristirahat di sofa yang ada pembatasnya itu. Tentu pembatas ini dibuat agar pengunjung susah tidur. Tega bener deh.

Little A beruntung, dengan badannya yang mini, dia bisa rebahan dengan nyaman di sofa. Tidur pulas sampai pagi. Sementara saya, Big A dan Si Ayah berjuang keras untuk bisa tidur. Saya sudah membawa peralatan perang: bantal, pashmina dan sarung bali untuk selimut dan tutup muka. Jangan lupa pakai jaket tebal dan kaos kaki karena AC di Changi dingin banget.

Saya perhatikan kanan kiri, posisi yang paling enak (dan paling canggih) adalah meletakkan kepala dan separuh badan di sofa, dengan kaki terjulur di troli koper. Kami yang masih amatir, berhasil juga tidur di bandara sampai jam enam pagi. Ada toilet di dekat kami yang bisa digunakan untuk cuci muka, sikat gigi dan minum. Mandi? Kemarin kan sudah 😀

Jam setengah tujuh kami keluar melewati custom dan menuju Mc Donalds untuk sarapan. Jam segitu Mc D sudah ramai banget. Saya pernah baca di blog Takdos kalau dia menyarankan kita tidur di sofa Mc D. Itu kalau kebagian tempat ya. Memang sofanya cukup nyaman untuk tidur, tanpa pembatas. Kita cuma perlu beli sesuatu di restonya. Pagi itu kami melihat dua pasang backpacker yang masih tidur pulas di sofa, nggak peduli sekitarnya yang sibuk. Mc D memang bisa jadi alternatif untuk tidur. Tapi kalau nggak dapat tempat di sini, kita bakalan susah cari tempat lain untuk tidur karena lantainya tidak berkarpet, dan bangku-bangku yang tersedia cuma bangku plastik dan terpisah, seperti bangku di ruang tunggu di Indonesia.

Little A, sleeps like a boss
Sofa di Mc D Terminal 2

Free Shuttle Bus Changi – Johor Bahru
Saya baru tahu dari forum Tripadvisor, kalau naik Tiger Air (dan kabarnya Jetstar juga), kita bisa dapat free transfer alias bus gratis dari Changi ke Johor, atau arah sebaliknya. Kita tinggal mencetak voucher atau kupon yang bisa diunduh dari website, diisi identitas kita, sertakan boarding pass Tiger Air, dan serahkan ke sopir bus. Penumpang maskapai lain juga boleh naik bus Transtar dengan rute TS1 ini, tarifnya SGD 7 untuk dewasa dan SGD 3,5 untuk anak-anak. Bus ini ada di Bay 9, di luar Terminal 2 dekat counter Singapore Stopover SQ. Cek jadwal dan rute bus di sini.

Saya rasa bus TS1 ini pilihan transportasi terbaik dari bandara Changi ke Johor Bahru, paling tidak repot dan paling murah (apalagi kalau bisa gratis). Alternatif lain untuk yang berangkat dari kota:

1. Naik MRT/bus ke Singapore Flyers (dekat MRT Promenade). Ada WTS Travel yang melayani shuttle langsung ke Legoland. Tarif SGD 20 per orang. 
Harus booking terlebih dahulu di sini.

2. Naik MRT/bus ke Queen St Bus Terminal (dekat MRT Bugis), lanjut naik bus SBS 170 atau bus express CW2 atau taksi ke JB Sentral.

3. Naik MRT ke Kranji, lalu naik bus SBS 160 atau 170, atau CW1 ke JB Sentral.

Kalau memang ke Legoland-nya sekalian dengan liburan ke Singapore, misalnya ke Universal Studio, Tune hotel Johor Bahru menyediakan shuttle dari hotel mereka di Danga Bay ke Universal Studio. Keuntungan naik taksi, limo atau shuttle: kita tidak perlu turun dari kendaraan untuk pemeriksaan imigrasi. Stempel paspor bisa kita dapatkan lewat loket seperti loket bayar parkir di Indonesia. Karena itu harganya jauh lebih mahal daripada bus 🙂

Wajah-wajah zombie menunggu bus

Dua check point
Kami naik bus pertama TS 1 yang berangkat jam 8.15 pagi. Jadwal bus ada tiap jam setelah itu. Bus menjemput penumpang di terminal 3 dan terminal 1, kemudian lanjut menuju Woodlands cek point. Dari Singapura, kami melewati dua kali cek point: satu di Woodlands, sebelum jembatan Selat Johor, untuk stempel keluar dari Singapura, dan satu lagi di CIQ (Custom, Immigration & Quarantine) JB Sentral untuk stempel masuk Malaysia. 

Bus yang kami tumpangi nyaman dan sepi penumpang. Tapi perlu waktu sekitar satu jam untuk sampai di perbatasan. Di Woodlands, kami harus turun dan membawa semua tas, dan masuk ke gedung imigrasi yang dalamnya seperti pemeriksaan paspor di bandara. Kami harus cepat-cepat di sini karena bus hanya menunggu sekitar 15 menit. Begitu paspor selesai distempel, kami bergegas turun dari gedung dan mencari bus yang tadi kami tumpangi. 

Big A senyum-senyum ketika bus melaju melewati perbatasan. “Bentar lagi sampai Malaysia,” bisik saya. Ketika anak-anak seumuran dia senang mengoleksi aksesoris atau stationery, Big A pengennya mengoleksi negara. Malaysia adalah negara kelima yang dia koleksi kunjungi. 

Nggak sampai sepuluh menit kami sudah diturunkan oleh bus di gedung imigrasi Johor Bahru. Kami ikuti arus orang-orang yang naik ke gedung dan antre untuk diperiksa paspornya. Antrean cukup panjang, tapi bergerak cepat. Saya harus selalu menggendong Little A ketika paspornya diperiksa, agar petugas bisa mencocokkan foto dan wajah aslinya.

menuju cek point Johor Bahru
Pemeriksaan Imigresen

Taksi dari JB Sentral ke Legoland
Lolos dari pemeriksaan imigrasi, kami kembali ikuti arus orang-orang yang keluar dari gedung besar ini. Saya menemukan tanda pangkalan taksi dan bus. Sebelumnya, kami perlu menukar uang dan membeli air minum dulu karena haus banget, belum minum dalam dua jam perjalanan panjang dari Changi airport ke JB sentral. Di depan pintu keluar, banyak orang menawarkan taksi, mirip-mirip di stasiun Gubeng lah 😀 Kami terus saja berjalan dan menemukan pangkalan taksi resmi. Saya memesan dari situ dan membayar RM 35 untuk sampai ke Legoland. Just our luck, kami kebagian taksi butut. Untung sopirnya baik, romantis pula. Namanya Pak Cik Zul dan nama pacarnya Yati. Kok kami bisa tahu? Karena dia pasang Zul lope Yati di dashboard-nya, hahaha.

Perjalanan dari JB Sentral menuju Legoland cuma perlu 30 menit lewat highway. Si Ayah tanya, orang-orang yang nawarin taksi di pintu keluar tadi siapa? Kata Zul, mereka sopir taksi gelap dan suka ‘memeras’ penumpang. Saya juga beberapa kali membaca pengalaman tidak mengenakkan dengan taksi Malaysia di blog-blog traveling. Memang lebih baik pesan taksi resmi dari konter.

Di tikungan terakhir sebelum Legoland, kami bisa melihat hotel Lego dengan warna-warna cerah, tampak seperti bangunan yang terbuat dari potongan Lego. Mata Big A dan Little A membelalak, mereka memekik gembira, lupa capeknya tidur di bandara dan dua setengah jam menuju ke sini.

Pangkalan Teksi
Pak Cik Zul

Dari Legoland ke Senai Airport
Kalau naik pesawat langsung menuju Senai Airport, urusannya lebih mudah. Selain cukup lewat satu pintu imigrasi, menuju Legoland juga lebih cepat, hanya sekitar 30-40 menit dengan taksi.

Kami pulang kembali ke Surabaya dengan Air Asia dari Senai airport, Johor Bahru. Jadwal penerbangan kami Minggu jam 2.40 sore. Kami memesan taksi lewat concierge hotel Legoland, dan berangkat ke bandara jam 12.30.Kali ini, taksi menggunakan meter/argo. Pak sopir taksinya ceriwis sekali dan punya cerita macam-macam. Katanya, taksi merah (seperti yang kami tumpangi dari JB Sentral) dilarang ‘ngetem’ di Legoland, karena mereka tidak mau memakai argo dan sering menipu penumpang. Di Legoland hanya ada taksi eksekutif warna biru. Meski tarifnya premium, taksi ini tertib menggunakan argo dan tidak meminta ongkos tambahan. Kalau tidak memesan taksi dari hotel, ada pangkalan taksi biru di depan Mal of Medini, persis di sebelah Legoland Theme Park. Tarif taksi biru dari Legoland, sampai ke bandara Senai RM 90, termasuk bayar tol dua ringgit. Jalan tol yang kami lalui lancar jaya, nyaris nggak ada mobil lain. 

Kalau mau mampir belanja, JPO (Johor Premium Outlet) letaknya lima menit sebelum bandara. Kata Pak sopir taksi ini, dia bersedia melipir sebentar, sekedar foto-foto di depan JPO untuk update status facebook, hahaha. Makasih Pak Cik, lain kali saja.

Senai airport, Johor Bahru
Air Asia di Senai airport, Johor Bahru

Kalau boleh memilih, untuk ke Legoland, saya lebih senang direct flight ke Senai airport. Asalkan harga tiketnya murah ya. Kalau pengen akomodasi yang murah juga, bisa menginap di Tune hotel Danga Bay, sekalian naik shuttle mereka ke Legoland, RM 15 pp per orang. Shuttle Tune hotel ini akan mengantar kita di pagi hari, jam 9.30 dan menjemput di sore hari setelah Legoland tutup. Kalau terpaksa lewat Changi, sebaiknya menginap dua malam di JB biar nggak capek-capek banget. Atau, alternatifnya, jalan-jalan Legoland digabung dengan jalan-jalan ke Singapore, tidak cuma weekend getaway aja.

~ The Emak 
Follow @TravelingPrecil
Catatan:
Kurs Maret 2014
SGD 1 = IDR 9434
MYR 1 = IDR 3712

Baca juga:  
Johor Bahru With Kids: Itineray & Budget
Review Hotel Legoland 
Legoland Themepark & Waterpark, Asyiknya Dobel! 
Galeri: Foto-foto Miniatur dari Lego  

Johor Bahru With Kids: Itinerary & Budget

The Precils (dan ortunya) fans berat Lego. Begitu tahu Legoland Theme Park Malaysia (pertama di Asia) buka di Johor Bahru, saya langsung memasukkan ‘jalan-jalan ke Legoland’ ke bucket list, sembari mengincar tiket murah dari Surabaya ke Johor Bahru tentunya.

Dari Surabaya, sementara ini hanya Air Asia yang punya rute langsung ke Johor Bahru. April tahun lalu (2013) saat ada Sale, saya berhasil dapat tiket 0 rupiah pp untuk penerbangan Februari 2014. Tiket Rp 0 bukan berarti kita nggak bayar sama sekali ya. Penumpang masih harus membayar pajak dan fuel surcharge. Alhasil, total harga tiket SUB – JHB pp per orang Rp 400.000. Itu baru tiket saja, belum termasuk bagasi, pilih kursi atau beli makan. Tapi kami nggak beli bagasi karena cuma pergi akhir pekan saja. Rencana awalnya, kami berangkat ke Johor Bahru Jumat pagi jam 10.30, sampai sana jam 2 siang. Pulangnya Minggu siang jam 2.30, sampai di Surabaya lagi jam 4 sore. Penerbangan dari Surabaya ke Johor Bahru perlu waktu dua setengah jam, sementara perbedaan waktunya, Johor Bahru satu jam lebih awal daripada waktu Surabaya (WIB).

Tidak banyak tempat yang bisa dikunjungi di Johor Bahru, kota di Malaysia yang paling dekat dengan Singapura ini. Tiga atraksi wisata andalannya:  

1. Legoland Theme Park,  
2. Puteri Harbour Family Theme Park (Hello Kitty Town) dan  
3. Johor Premium Outlet (JPO) untuk yang doyan belanja. 

Satu akhir pekan cukup untuk menjelajahi ketiganya. Saya yang tidak begitu doyan belanja, tidak memasukkan JPO dalam itinerary. Yang memang ngincer jalan-jalan ke JPO, coba intip blog Tesya yang pernah (window) shopping ke sana.

Karena sudah dapat tiket pesawat yang murah banget, saya pengennya cari hotel yang lumayan bagus. Incaran saya adalah Legoland Hotel yang persis di sebelah theme park dan Traders Hotel Puteri Harbour, persis di sebelah Hello Kitty town. Lumayan kan, bisa menghemat ongkos taksi dan hemat waktu. Tapi Si Ayah sebagai penyandang dana tidak setuju :p Akhirnya saya mengalah dan memilih menginap dua malam di Tune Hotel Danga Bay, pesan family room yang muat dua dewasa dan dua anak-anak. Berikut budget awal yang saya buat untuk Johor Bahru Trip dengan anak-anak.

BUDGET
MYR
IDR
Air Asia SUB – JHB pp 4 pax (inc. seat + meal)
1.889.200
Airport tax, 4x Rp 150.000
   600.000
Shuttle Senai airport – Tune hotel, 3x RM 8
      24
Tune hotel Danga Bay, family room, 2 nights RM 389,76
1.492.001
Taksi Tunes ke Hello Kitty pp
      80
Tiket Hello Kitty, 4x RM 75
    300
Hello Kitty souvenir
      30
Dinner Day 1
      50
Breakfast Day 2, 4x RM 12
      48
Shuttle Tune hotel – Legoland pp 4x RM 15
      60
Tiket Legoland Combo 3 adults + 1 child RM 532
2.036.875
Lunch Day 2
     75
Lego souvenir
     75
Dinner Day 2
     50
Breakfast Day 3, 4x RM 12
     48
Shuttle Tune hotel – Senai airport, 3x RM 8
     24
Parkir inap Juanda airport
     50.000
Sub Total
   865
6.068.076
TOTAL
IDR 9.278.956
Seperti biasa, booking saya lakukan online melalui website masing-masing: Air Asia, Tune Hotel Danga Bay, dan Legoland Malaysia. Tiket Hello Kitty belum saya beli karena harga online sama saja dengan beli langsung. Rencananya, dari Senai airport Jumat siang, kami langsung ke Tune hotel dengan shuttle mereka, cek in, lalu naik taksi ke Puteri Harbour dan main-main di Hello Kitty Town sampai tutup jam 6 sore. Hari Sabtunya kami akan naik shuttle dari Tune hotel ke Legoland, dan akan seharian bermain di theme park dan waterpark-nya. Hari Minggu kami cuma akan istirahat di hotel sampai cek out dan kembali ke Surabaya jam 2.30 siang. Tapi, siapa tahu Si Ayah berhasil dibujuk mampir ke JPO 😉 

Malam Jumat, semua urusan sudah beres, koper dan ransel sudah dipak.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Saya bangun pagi mendapati hujan abu tipis menyelimuti halaman belakang kami. Pada hari H tersebut, Gunung Kelud meletus, abunya sampai ke Jogja, Solo, Malang dan tentu saja Surabaya. Pagi itu saya was-was dan mencari-cari berita tentang penerbangan kami. Melihat langit yang sangat kelabu dan hujan abu yang tidak berhenti, kami tetap bertahan di rumah, tidak pergi ke bandara. Setengah jam sebelum jadwal penerbangan, kami baru tahu kalau penerbangan dibatalkan dan bandara Juanda ditutup. Liburan gagal total!

Saya kecewa nggak jadi berlibur. Tapi, tidak ada yang bisa dilakukan, emangnya mau marah sama Tuhan? Precils kembali bermain (sekolah ditutup), Si Ayah malah berangkat kerja (nggak jadi cuti) dan saya ngejar-ngejar Air Asia agar dapat refund 🙂 Alhamdulillah uang tiket saya kembali utuh dalam bentuk credit shell, seminggu kemudian. Booking Tune hotel bisa di-cancel dengan membayar denda RM 30. Tiket Legoland, sesuai T&C, hangus.

Saya menghubungi manajemen Legoland untuk meminta sponsorship. Mereka bersedia memberi free night di Legoland hotel dan tiket combo untuk keluarga. Whoa! *sujud syukur* Saya langsung semangat cari-cari lagi jadwal yang pas (maksudnya yang harga pesawatnya pas murah). Akhirnya saya dapat tiket pesawat murah dari Tiger Air, tapi mendarat di Changi airport, Singapore. Dari Changi kami akan naik free shuttle bus sampai JB Sentral, kemudian lanjut naik taksi ke Legoland. Penerbangan dari Surabaya jam 10 malam, sampai di Changi jam 1 dini hari. Rencananya kami akan nginep di emperan Changi 😀 Karena berangkat Jumat malam, Precils dan Si Ayah nggak perlu bolos cuti sekolah. 

Yang saya sebel, tidak ada tiket murah untuk pulangnya. Terpaksa saya beli tiket Air Asia dari Senai airport, Johor Bahru dengan harga penuh, full price. Sebagian memang dibayar dari credit shell pengembalian tiket saya sebelumnya, tapi tetap aja, nggak tega rasanya bayar tiket harga segitu, hiks. Karena waktu mepet, kami hanya sempat ke Legoland Theme Park. Sorry, Hello Kitty, maybe next time 😐 Tapi kami punya pengalaman seru banget nginep di hotel Lego. Keluarga Precils diberi Pirate Room, kamar bertema bajak laut. Kami saya juga ketagihan berdisko di lift hotel. Little A sampai menangis nggak mau pulang. 

Dalam perjalanan pulang dari Legoland menuju Senai airport, kami melewati JPO. Pak sopir taksi yang kami tumpangi cerita kalau dia pernah mengantar tamu dari Indon Indonesia yang meminta mereka mampir di JPO. Tidak untuk belanja, hanya untuk foto-foto di depannya untuk diunggah di facebook. Ahaha, bisa ditiru tuh triknya :p

Berikut ini pengeluaran liburan kami ke Johor Bahru, dua dewasa dua anak, dua hari satu malam. 
Note: nginep di emperan bandara Changi gratis ^_^

PENGELUARAN
MYR
IDR
Tiger Air SUB – SIN 4 pax
1.337.000
Airport Tax 4x Rp 150.000
    600.000
Breakfast Mc D Changi Airport SGD 23
    217.000
Bus TS1 Changi Airport to JB Sentral – free transfer
                0
Air mineral + permen
      6
Taksi JB Sentral – Legoland
    35
Legoland Hotel 1 night – sponsored
      0
Tiket Legoland combo family – 1 day pass – sponsored
      0
Lunch (free voucher RM 50 – sponsored)
    22,50
Air mineral
      3
Sewa loker Legoland waterpark
    20
Lego souvenir
    59,95
Dinner at Mall of Medini
    50
Buffet breakfast at Bricks family restaurant – sponsored
      0
Taksi Legoland  – Senai airport
    90
Air Asia JHB – SUB 4 pax RM 952,87
 
 3.537.098
Lunch Air Asia
      95.000
Parkir inap  T2 Juanda airport
      60.000
Sub Total
286,45
5.846.098
TOTAL
IDR 6.909.400

Tunggu cerita selanjutnya ya.

~ The Emak
Follow @travelingprecil  

Catatan:
Kurs Maret 2014
SGD 1 = IDR 9434
MYR 1 = IDR 3712

Baca juga:
Ke Legoland Malaysia: Via Changi Atau Senai? 
Review Hotel Legoland
Legoland Themepark & Waterpark, Asyiknya Dobel!
Galeri: Foto-foto Miniatur dari Lego  

Tip Membawa Bayi Naik Air Asia

Dila bersama Baby K di dalam pesawat Air Asia

Guest post by The Tante*
Rencana terbang bareng Baby K sudah ada sebelum doi lahir. Niatnya kami mau mengunjungi rumah Oma Opanya di Malaysia, tepatnya di Negeri Perlis, Malaysia bagian utara yang berbatasan dengan Thailand. Dengan gegap gempita saya pun cari tiket murah AirAsia-idolaku jauh-jauh hari dengan rute Jogja-Kuala Lumpur-Alor Setar. Waktu itu lumayan dapat murah deh, Jogja-Kuala Lumpur sekitar 300ribu, trus Kuala Lumpur-Alor Setar cuma sekitar 90ribu. Aha! Saya pun mulai klak klik klak klik itu form booking. Trus pas bagian baby K, data yang diperlukan sama kok, cukup nama dan tanggal lahir. Setelah saya isi, tiba-tiba muncul keterangan: Invalid! Your baby have a future birthdate. Hakakaka, baru sadar saya Baby K belum punya tanggal lahir, alias waktu itu saya karang sendiri pakai hari perkiraan lahir, kekeke. Yaah, gagal deh booking tiket murah. Eh belakangan saya baru tahu, ternyata bisa booking dulu buat ortunya, lalu booking untuk baby-nya bisa ditambahkan di manage booking, seperti kalau kita mau nambah beli makanan di pesawat. Huhuhu, ndeso banget saya nggak tahu -_-“.  Akhirnya kami  beli tiket agak mepet waktu berangkat, saat itu Baby K berusia 2 bulan. Untung harganya tetep sama, hahaha, rejeki emang nggak kemana ya cyinski ;).

Menu ‘tambah bayi’ di halaman profil -> manage my booking
Biasanya, kami melakukan web check in sebelum berangkat agar hemat waktu dan biaya. Beberapa bandara biasanya nambah ongkos untuk cek in di counter. Tapi, ternyata kalau kita bawa baby, dilarang web check in. Duh, males kan yah harus cek in di bandara, tapi tetap kami patuhi. Ternyata disuruh cek in di bandara cuma untuk nge-tag stroller pakai tag Air Asia. Setahu kami sih begitu, nggak tahu deh apa alasan sebenarnya nggak boleh web check in, mungkin ada alasan keselamatan atau apa yang harus dicek dulu. Tapi, nyatanya surat keterangan dokter bahwa baby K sehat juga nggak ditanyain, bahkan sampai di dalam pesawat. Jadi, nggak usah khawatir ada larangan bayi terbang atau minimal boleh terbang usia 6 bulan atau apa itu. Sejauh pengalaman saya sih nggak ada aturan begitu, kalau pakai AirAsia-idolaku.

Pengaturan tempat duduk saat membawa baby di AirAsia-idolaku juga nggak ada. Maksudnya enggak terus diistimewain gratis ditempatin di depan sendiri. Kita harus tetap beli kursi hot seat kalau mau depan sendiri biar lebih lega. Tahu sendiri kan ya, meski idolaku, kursi Air Asia itu sempit banget dan bikin leher rasanya mau patah :D. Penting banget untuk bawa bantal leher kalau ingin merasa damai dan tentram di perjalanan. Apalagi dengan adanya pertumbuhan berat badan yang signifikan setelah melahirkan T.T. Berhubung kami keluarga yang hemat pangkal kaya *nyerempet ke pelit* kami nggak beli kursi baik hot seat maupun biasa, kekeke, bodo amat ntar pasrah dapetnya pas cek in.

Alhamdulillah kami dapet jejeran bertiga *yeyeye lalalala*. Dan, ternyata kursi hot seatbanyak yang kosong. Bahkan, kami sempet pindah duduk di kursi hot seat dengan sembarangan waktu menghibur baby K biar nggak bosen. Pramugari juga nggak menegur, bener-bener kayak di angkot ya ;). Jejeran bertiga maksudnya saya terbang bareng suami, Uti-mama saya, dan baby K. Iya, baby nggak dapat seat tapi bayar 150 ribu per sektor. Jadi kalau terbang pakai transit di KUL seperti kami, ongkos bawa babynya 4x 150rb = 600 ribu. Padahal kan aturannya dipangku nggak bayar yah *angkot style*. Begitulah, jadi si baby K itu saya pangku sepanjang perjalanan Jogja-Kuala Lumpur selama 2 jam, lebih tepatnya digendong karena doi belum bisa duduk. Nggak ada sabuk pengaman khusus untuk bayi ya, jadi siap-siap aja deh tuh kalau take off, landing, turbulance pegangin erat-erat tuh baby biar nggak ngglundung :))).

Saking takutnya di pesawat superdingin, saya pun memberikan perlindungan ekstra kepada baby K. Pakai baju tebel, dibungkus bedong, selimut, dan gendongan, pakai topi. Nggak tahunya doi malah protes kepanasan alias kemringet -_-“, agak lebay emang emaknya. Akhirnya ya repot sendiri lepas-lepasin itu baju di kursi AA yang sempit.

Sepanjang perjalanan, saya berusaha nyusuin baby K, terutama pas take off dan landing. Mungkin karena itu juga, jackpot, si baby K pakai acara muntah segala di pesawat! Karena males harus bersih-bersih dan ganti di toilet pesawat yang juga sempit ribet berdiri goyang-goyang, saya ganti aja on the spot di kursi, dibantu Uti. Jadi, itu bayi taruh aja di meja makanan :))). Belakangan, pas perjalanan pulang Kuala Lumpur-Jogja, baby K saya taruh di meja makanan terus. Puegel Cyin gendongin terus sempit-sempitan. Tapi, tetep dijagain yah ;). Eh, tapi baiknya jangan dicontoh sih, cukup bahaya jika tidak terpaksa. Selain muntah, nggak ada masalah berarti buat baby K jagoanku. Doi nggak nangis sama sekali, nggak ngamuk juga, alhamdulillah. Pasti ini karena emaknya yang berprestasi ahaha, err maksudnya Utinya yang juga canggih sih.

Ada resep rahasia kenapa baby K anteng bersahaja *meski muntah sekali -_-“. Jadi, saya beli online earplug for kids, merknya Macks, harganya 65 ribu saja, Gan. Nggak tahu sih apakah memang itu yang bikin doi anteng, tapi saya memiliki keyakinan yang kuat bahwa sumpelan di kupingnya itu yang membuat doi lebih nyaman, selain karena dekapan hangat emaknya yang berprestasi ;). Lalu, pas take off dan landing baby K saya dekap erat-erat, kupingnya ditutup lagi pakai tangan, siapa tahu earplugcopot-copot, dibantu sama suami yang juara dan setia *penting.

Pas keluar pesawat juga nggak ada perlakuan khusus apapun, tetep antri berbondong-bondong sama penumpang lain yang pada nggak sabaran itu, hihihi. Turun dari pesawat, kami minta lagi stroller yang tadi dititipkan petugas, disimpan di bagasi pesawat, GRATIS ;). Jadi, kami nggak perlu beli bagasi untuk stroller. Cukup titipkan stroller ke petugas yang berjaga di bawah pesawat. Itu stroller nggak masuk ke kabin. Bener-bener idola kan AirAsia ini hehehe. Nah, baru deh pas di pengecekan dokumen di Kuala Lumpur LCCT karena kami bawa baby, kami diistimewain disuruh pakai counter flight attendant. Meski tetep antri, tapi nggak separah antrian di counter biasa.

Untuk rute Kuala Lumpur-Alor Setar, karena domestik jadi lebih simpel. Dan, pas cek in kami tetep disuruh web check in di mesin cek in. Petugasnya bilang, “kalau di counter bayar loh!” tentunya pakai bahasa Melayu yang sudah saya terjemahkan. Stroller juga nggak ditag lagi -_-“. Kayak naik bus. Atas dasar pengalaman inilah, pas perjalanan pulang Alor Setar-Kuala Lumpur-Jogja akhirnya kami web check in, dan tetep bisa tuh lenggang kangkung sampai di Jogja, ehehehe. Kami nekat karena waktu transitnya cukup mepet, takutnya kalau cek in di bandara nggak ngejar.

Kalau ingin menyusui baby saat nunggu boarding, di LCCT ada ruangan menyusui dan ganti popok. Tapi, saya nggak pakai karena udah merasa canggih nyusuin baby K sambil digendong pakai gendongan baik duduk maupun berdiri, ditutupin jilbab. Saya sempat ke ruangan menyusui itu waktu mengganti popok baby K. Ruangannya nggak bagus, sempit, pengap, dan nggak begitu bersih. Daaaaan, saat saya ganti popok baby K, tahu-tahu ada pria India nyelonong masuk ngisi botol air pakai dispenser yang ada di dalam ruangan. Helooow, kalau ada yang lagi nyusuin piyeee? Gendeng juga tuh orang -_-“.

Berangkat dari rumah jam 10 pagi, sampai di rumah Perlis jam 12 malam. Lama ya? Sama aja kayak naik kereta. Habis waktu di persiapan, transit, dan perjalanan dari bandara Alor Setar ke rumah Perlis makan waktu 1 jam. Sangat amat tepar berjamaah! Saya nggak bisa bayangin kalau Utinya Kala nggak ikut. Pasti tobat berjamaah bersama suami saya, huhuhu. Sebagai pengalaman, lain kali kalau bawa baby ke Perlis, mending stay one night dulu deh di Kuala Lumpur.

bersama suami siaga :p
breasfeeding sambil berdiri #akurapopo #wesbiyasa

Tips bawa baby naik Air Asia

1.  Nggak usah rempong bawa-bawa tentengan, agar tangan kita bebas mengurus bayi. Atau kalau terpaksa bawa barang agak banyak, aturlah pembagian tugas sebelum berangkat. Misalnya, ayah bertanggung jawab atas tas dan koper, ibu bertanggungjawab atas bayi, dan seterusnya.

2.  Pilihlah suami yang juara dan bertanggungjawab, langkah ini bisa dilakukan jauh hari sebelum keberangkatan banget, hehehe. Jadi, acara pergi-pergi dengan baby akan selalu menyenangkan.

3.  Pastikan baby kenyang sebelum menginjakkan kakinya ke dalam pesawat biar nggak ngamuk.

4.  Pakailah bantal leher, sumpah ini penting banget untuk kursi Air Asia.

5.  Bersiaplah dengan earplug baby, terutama di lapangan terbang. Suara mesin pesawat di luar pesawat lebih memekakkan telinga. Jangan lamban bergerak, segeralah masuk pesawat atau masuk ke gedung bandara.

6.  Pastikan ibu pakai baju khusus menyusui, enggak perlu pesan ke desainer mahal, yang murah pun boleh. Ini biar nggak ribet menyusui di lahan sempit.

7.  Lakukanlah simulasi proses perjalanan di dalam otak, bersama suami atau yang menemani terbang, agar kebayang nanti apa yang harus dilakukan.

8.  Jika mampu, pilihlah kelas penerbangan yang lebih baik, ehehehe.

Enjoy your flight!
~ The Tante (@diladol)
* The Tante alias Tante Dila adalah adik The Emak yang baru saja melahirkan anggota terbaru keluarga Precils, baby K. Prestasi baby K: sukses terbang pertama kali ke luar negeri umur 2 bulan, naik pesawat low cost carrier, dengan anteng dan bersahaja :p 
Baby K, Tante Dila dan Suami Juara tinggal di Yogyakarta.

Baca juga:
Pengalaman The Emak Membawa Bayi Naik Garuda

Quick Bali with Kids

Senja yang mendung di Kuta

Kami sudah sering selalu transit di Bali setiap kali melakukan perjalanan dari Indonesia – Australia atau sebaliknya, tapi rasanya belum pernah mengunjungi Bali dengan ‘baik dan benar’. Trip kali ini pun sekedar kabur sebentar, menginap dua malam di Bali.

Sebenarnya ini liburan spontan, tanpa rencana. Tahun lalu, ketika kami masih tinggal di Sydney, dan koneksi internet masih 10x lipat lebih cepat daripada di sini, saya berhasil mendapatkan tiket ‘gratis’ Air Asia untuk Surabaya – Bali seharga Rp 5000 per orang. Saya beli saja waktu itu tanpa berpikir, kalau pun nanti tidak jadi kami pakai juga tidak rugi-rugi amat, total tiket berempat pp cuma 40 ribu 😀

Jadwal penerbangan kami: berangkat Minggu siang dan pulang Selasa pagi. Jadi kami cuma punya waktu satu setengah hari efektif untuk main-main di Bali. Karena tidak punya waktu banyak, saya putuskan untuk tinggal dekat dengan bandara dan rencananya memang cuma pengen leyeh-leyeh di hotel saja. Tak disangka, salah satu teman menawarkan untuk menginap di Vila barunya di daerah Canggu. Wah, rezeki nggak boleh ditolak kan? Lumayan, sponsor liburan kami bertambah: Air Asia dan teman pemilik Vila. #okesip

Saatnya #pengakuan: kami belum pernah naik Air Asia! Untuk pesawat murah domestik Australia kami mengandalkan Jetstar. Dilihat dari interiornya, kursi Air Asia ini mirip dengan Jetstar. Hampir tidak ada bedanya. Empat hari sebelum berangkat, saya sudah melakukan web check in dan mencetak sendiri boarding pass, jadi cepat banget waktu cek in di counter. Kami juga tidak membawa checked baggage, tas untuk dimasukkan bagasi. Cuma bawa ransel masing-masing udah cukup kok. (Alasan utama adalah malas beli biaya tambahan untuk bagasi :p) Ternyata memang lebih asyik traveling tanpa bawa bagasi 🙂

Karena skip ketika ada tawaran memilih kursi, saya sedikit khawatir tidak mendapatkan kursi berdampingan, kan repot kalau saya dan anak-anak duduknya terpencar. Tapi ternyata bisa diakali. Kalau tidak ingin membeli kursi, usahakan web check in awal. Komputer akan memberikan nomor kursi secara otomatis. Biasanya sih kalau beli tiketnya bareng bisa dapat kursi bersebelahan. Kalau kursinya terpencar, baru ‘terpaksa’ menggunakan pilihan untuk ganti kursi. Berangkatnya saya duduk bertiga dengan Little A dan Big A, sementara Si Ayah duduk sendiri di depan kami. Pulangnya kami duduk terpencar dua-dua, selisih dua baris. Saya dengan Little A dan Si Ayah dengan Big A. Penerbangan dengan Air Asia kali ini lumayan mulus, pilotnya jago kok. Dari SUB – DPS tidak ada penjualan makanan di pesawat, mungkin tidak ada yang pesan? Sementara di penerbangan sebaliknya jual makanan. Big A tampak senang dan motret-motret dengan kamera sakunya. Saya senang karena ini salah satu tanda kalau dia tidak bosan. Penerbangan cuma berlangsung 50 menit. Belum sempat ‘mabuk’, kami sudah disuruh siap-siap mendarat lagi :))

Kami tiba di bandara Ngurah Rai jam dua siang. Teman kami dan sopirnya sudah siap menjemput. Perjalanan dari bandara ke Canggu penuh horor, melewati jalan-jalan kecil yang kalau untuk berpapasan mobil, bisa cuma selisih satu senti. Untung sopir kami jago banget, meliuk-liuk dengan luwes di antara pengemudi Bali yang… tidak pakai aturan. Saya yang baru bulan Juni tahun lalu ke Bali tidak begitu kaget. Si Ayah yang terkaget-kaget melihat perkembangan Bali sejak dia tinggalkan empat tahun yang lalu. Memasuki daerah Petitenget menuju Canggu, sawah-sawah sudah berubah menjadi Vila. Kata teman saya, vila-vila ini ‘dimiliki’ warga negara asing, meskipun mereka sebenarnya dilarang punya properti di Indonesia, tapi ada aja caranya. Saya bertanya-tanya, kalau sawahnya habis, terus pemandangannya apa ya?

Mendekati Canggu, semakin banyak terlihat penjor yang daunnya mulai layu, terpasang di depan rumah-rumah penduduk, dihiasi sajen-sajen cantik. Payung dengan ‘ekor’ warna-warni melambai di tepi pematang. Masih terasa aroma hari raya Galungan dan Kuningan. Di satu ruas jalan kami harus memutar melalui gang kecil karena jalan ditutup untuk upacara. Teman kami bilang: “Yang pengen cepat-cepat ke bandara pasti nangis kalau ketemu upacara di sini.” ^_^

Canggu adalah daerah di antara Kuta dan Tanah Lot. Pantai-pantai yang ada di sini antara lain: Berawa dan Echo beach yang ombaknya terkenal bagus untuk berselancar. Kami sempat melipir ke pantai Berawa di depan hotel Legong Keraton, tapi the precils tidak mau turun. Ya sudah, kami langsung ke vila yang kira-kira dua kilometer dari pantai.

Little A dan The Emak di kabin Air Asia
Foto oleh Big A. Canon Powershot S 95

Vila teman kami ada di tengah sawah yang hijau. Begitu masuk, kami langsung kesengsem sama kolam renangnya. Meskipun kecil, kolam ini cukup asyik untuk berenang. Karena tidak perlu berbagi dengan orang lain, serasa punya kolam renang pribadi. Lucu juga berenang sambil melihat hamparan sawah menghijau, ayam dan bebek yang mencari makan dan petani yang sibuk bekerja. Kalau untuk bule yang jarang-jarang lihat tanaman padi pasti eksotis sekali 🙂

Villa compound ini punya 3 vila: 1 vila dengan dua kamar tidur dan 2 vila masing-masing satu kamar tidur. Satu vila dihuni sendiri oleh teman kami dan istrinya yang sangat ramah menyambut kedatangan kami. Teman kami yang baik ini menyilakan kami menggunakan vila dengan dua kamar tidur. Wah, pengalaman menginap di vila ini asyik sekali. Nanti saya tulis tersendiri ya… Kami menutup hari dengan makan malam ikan bakar yang dibeli dari pasar ikan Jimbaran.

Budget Hari Pertama
Taksi ke bandara Rp 45.000
Tiket pesawat AA SUB-DPS, 4x 5000 = Rp 20.000
Pajak bandara 4x 40.000 = Rp 160.000
Roti Boy Rp 51.000
Total Hari Pertama = 276.000

Kolam renang di Vila Adem Ayem, Canggu
Big A ngelamun di bale bengong

Vila kami letaknya lumayan tersembunyi dari jalan besar, jadi suasananya tenang sekali, cocok untuk yang pengen menyepi. Paginya kami sarapan masakan rumahan yang dimasak sendiri oleh istri teman. Ngopi, sarapan sambil ngobrol di bale bengong pinggir kolam, rasanya tidak pengen pulang! Big A juga asyik ngelamun sambil kakinya kecipak-kecipuk di air kolam. Tenang dan damai. Saya ngobrol ngalor ngidul dengan istri teman yang sudah lama tinggal di Bali. Obrolannya mulai dari pergeseran gaya hidup anak-anak muda di sini yang menurutnya sudah seperti orang bule, sampai pemberantasan anjing-anjing liar di Bali dengan ditembak karena rabies. Jam 11.30 siang kami baru siap menuju Kuta. Hitungannya late check out ya kalau di hotel.

Perjalanan dari Canggu ke Kuta lebih horor lagi daripada kedatangan kami dari bandara. Di tengah jalan kami berpapasan dengan macam-macam tingkah manusia. Ada yang menaruh pasir bangunan sampai menutup setengah jalan, ada yang memarkir mobil besarnya sampai mengambil satu lajur, dan tentu saja banyak sepeda motor di kiri kanan yang melesat cepat, seolah pengemudinya punya nyawa dobel. Di Canggu, beberapa perempatan penting dan ramai tidak ada lampu lalu lintasnya. Kata sopir kami percuma saja, banyak yang tidak menaati. Jadi masyarakat sini mengatur dirinya sendiri. Ya sudah, kami menikmati saja sirkus jalan raya ini. Tipsnya: jangan nyetir sendiri di Bali, serahkan pada ahlinya.

Selanjutnya kami melewati jalan yang lebih lebar di Seminyak. Di kanan-kiri jalan banyak berdiri butik-butik kecil dan kafe-kafe lucu. Saya jadi teringat suburb-suburb di Australia yang suasananya seperti ini. Terutama di Byron Bay. Bule-bule yang berseliweran menambah suasana mirip kampung di Australia. Sepertinya Bali ini sudah diangkat menjadi kampung halaman kedua mereka. Sama mengamati beberapa bule sudah mahir mengendarai sepeda motor seperti orang lokal. Yang saya lihat, banyak yang memodifikasi sepeda motor mereka dengan besi pengait di samping. Tadinya Si Ayah mengira untuk membawa galon air mineral, hehe. Ternyata untuk membawa surf board. Saya cuma bisa tersenyum melihat seorang Ayah Bule yang melesat kencang dengan sepeda motor tanpa helm, membawa anak balitanya yang berdiri di depan. Indonesia banget! Kalau di negaranya sana, mana berani melakukan seperti itu. Membawa anak-anak di dalam mobil yang ‘aman’ saja harus ‘diikat’ di car seat. Mana istilah yang tepat: Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya atau Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung? Tanda bahwa akulturasi budaya sudah berhasil? 🙂

Ruas jalan yang paling ramah pejalan kaki menurut saya adalah Jalan Legian. Jalan sempit satu arah ini ditutup dengan paving, bukan aspal, sehingga kendaraan bermotor lebih pelan ketika lewat. Di sepanjang jalan ada toko-toko kecil, semua ada di sini: fashion, art, cafe. Saya juga mengeja deretan hotel-hotel yang kami lalui, yang namanya sudah saya hafal luar kepala saking seringnya mengintip Hotels Combined 😀 Sopir kami melambat ketika kami melewati Ground Zero, Monumen Bom Bali. Sopir bertanya apa kami mau berhenti dan singgah sejenak? Saya menggeleng, terlalu sedih bahkan untuk mengingatnya. Di pantai-pantai Sydney (Coogee, Bronte, Malabar, Maroubra dll) didirikan monumen kecil untuk mengenang warga lokal korban bom Bali. Biasanya setelah bermain di pantai, kami menghampiri monumen-monumen kecil ini sejenak, menatap bunga yang kadang diletakkan di sana, sambil mengeja nama-nama orang yang nyawanya diambil oleh pembunuh dari negeri kami.

Kami mampir sebentar untuk menitipkan tas di Hotel Hard Rock, dan diturunkan sopir di Mal yang terhitung baru: Beachwalk. Mal ini cukup asyik, konsepnya terbuka dan enak dibuat jalan-jalan. Karena kami ke sana hari Senin, Mal tidak ramai. Kami cuma belanja sebentar di Roxy dan langsung keluar lagi. Tadinya mau makan siang di sini. Tapi harga makanannya bikin niat kami menciut. Resto-resto yang buka di sini kelas menengah ke atas, dengan paket makan siang sekitar 125K – 150K per orang. Benar-benar harga Aussie, sayangnya dolar kami sudah habis.

Vending Machine sandal Havaianas
Mal baru, BeachWalk
Hore, ada trotoar!

Si busur kuning menyelamatkan kami dari kelaparan. Kenyang, kami jalan kaki ke hotel, sekitar 300 m dari Mal. Saya senang karena ada trotoar yang berfungsi sepanjang jalan. Trotoar ini mulus, nggak bolong, nyambung dan tidak dikuasai pedagang kaki lima (penting!). Kalau di sepanjang jalan dibuat trotoar seperti ini, kami tidak akan keberatan jalan kaki. 

Cek in di Hotel Hard Rock, kami disambut dengan kejutan yang menyenangkan: kamar kami di-upgrade jadi Kids Suite! Yay! Rupanya Hard Rock juga pengen menjadi co sponsor liburan kami, hehe. Big A tak bisa berhenti tersenyum, karena menginap di kamar Kids Suite ini sudah menjadi cita-citanya sejak dulu. Hanya saja Emaknya baru sanggup untuk booking kamar biasa.

Kami sangat terkesan menginap di Hard Rock. Tadinya saya pilih hotel ini karena review yang bagus di Trip Advisor. Juga karena sesuai kriteria saya: dekat dengan bandara, pantai, dan ada kolam renang untuk anak-anak. Harganya pun masuk akal, satu kamar bisa untuk dua dewasa dan dua anak tanpa perlu extra bed. Review hotel selengkapnya akan saya tulis di postingan tersendiri ya.

Little A loooove her special room
Kids pool at Hard Rock hotel
Mengintip upacara

Selesai main-main air di kolam renang, kami melihat sunset di Pantai Kuta, yang tinggal menyeberang jalan dari hotel. Big A tidak ikut karena ingin mencoba PS3 yang disediakan di Kids Suite. Pantai Kuta sekarang lumayan rapi, lebih sedikit sampah, dan tidak terlalu ramai (mungkin karena hari Senin?). Pedagang yang berjualan di sana pun tidak terlalu mengganggu. Mereka punya kartu identitas dan mestinya sudah di-training cara berdagang yang tidak mengganggu. Little A gembira banget ketika Si Ayah setuju membelikannya kalung dan gelang dari pedangan asongan.

Sayangnya cuaca mendung, jadi kami gagal menikmati sunset yang berwarna di pantai Kuta. Saya dan Little A asyik bermain pasir, membuat sumur dan benteng untuk menghindari ombak. Sementara Si Ayah sibuk memotret orang-orang yang sibuk memotret 😀 Di sebelah-sebelah kami menggelar sarung Bali, banyak turis mancanegara. Dari obrolan mereka, saya tahu mereka dari Malaysia, Cina, Jepang, Amerika Latin dan tentu saja Australia.

penjaja di Kuta, pakai ID card
Little A pamer gelang dan kalung barunya 🙂

Little A cukup puas bermain di pantai. Sayangnya saya tidak menemukan tempat bilas di dekat pantai, seperti fasilitas standar di pantai-pantai di Australia. Mungkin disediakan, tapi saya tidak bisa menemukan karena hari sudah gelap. Kami kembali ke hotel dengan pasir yang menempel di kaki.  

Budget Hari Kedua
Tips Sopir Rp 100.000
Roxy rash vest Rp 345.000
Mc Donald  Rp 123.000
KFC Rp 117.000
Hotel Hard Rock Rp 1.204.764
Sandal 2x Rp 145.200
Gelang Kalung Rp 15.000
Total hari kedua Rp 2.049.964

Little A was trying to stop the wave
Can’t catch meeee…. :p

Liburan yang benar-benar singkat. Pagi harinya kami harus early check out tanpa sarapan di hotel karena mengejar flight jam 7.35. Pihak hotel sudah mengantar empat box sarapan ke kamar kami jam 5 pagi. Concierge membantu kami mencari taksi (Blue Bird) di depan hotel. Perjalanan ke bandara cukup lancar karena masih pagi sekali, cukup 15 menit. Hanya saja kami perlu berjalan kaki cukup jauh sampai ke area boarding di bandara Bali yang baru ini. Benar-benar olahraga pagi.

The Precils sudah siap-siap dengan seragam sekolahnya. Rencananya, dari bandara Juanda, kami akan langsung naik taksi ke sekolah. Big A menyeletuk gembira, “Ma, kita berangkat sekolah naik pesawat, haha.” Little A yang masih mengantuk, menyambut dengan sedikit merengut, “This is too short, Mommy. I want TEN DAYS holiday.” Hehehe, “Me too, Darling.”

Budget Hari Ketiga
Taksi ke bandara Rp 48.000
Tiket pesawat AA DPS – SUB 4x 5000 = Rp 20.000
Pajak bandara 4x 40 = Rp 160.000
Taksi dari Juanda Rp 101.000
Total hari ketiga Rp 329.000

Grand Total = Rp 2.654.964

~ The Emak

Baca Juga:
Review Hard Rock Hotel Bali