Wiranto: Mana Dia? Di Depan? Tidak Ada, Hilang, Pengecut


GELORA.CO –  Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukkam) Wiranto meminta semua pihak terkait Pilpres 2019 mengedepankan komunikasi, musyawarah dan mufakat untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan Pemilihan Umum 2019.
“Kalau rusuh, ada konflik, yang rugi siapa? Kita semua. Makanya saya heran dengan orang-orang yang ingin membuat rusuh negeri ini, apalagi (jika itu) tokoh-tokoh,” kata Wiranto di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6).
Wiranto mengingatkan kalau negeri ini rusuh maka yang rugi adalah seluruh rakyat Indonesia. Mantan Panglima ABRI itu mengatakan kerusuhan akan membuat negeri ini menjadi mundur. Karena itu, Wiranto menegaskan aparat keamanan mati-matian menjaga negeri ini agar jangan sampai rusuh.
“Makanya saya heran ada tokoh yang mengompori masyarakat, dorong-dorong masyarakat untuk demonstrasi. Nah, setelah masyarakat dengan pendemonya terjadi benturan, mana dia? Di depan dia? Tidak ada, hilang,” jelas dia.
Wiranto berujar tokoh seperti itu pengecut karena setelah menghasut rakyat menghilang. Dia menegaskan, hal itu merupakan sikap yang tidak nasionalis, karena membuat kondisi nasional terganggu, terancam, dan sama saja tidak sayang dengan negeri ini.
“Sukanya rusuh, bagaimana itu? Jangan sampai dibiarkan yang seperti itu. Mari doakan dan jaga, lusa (pengumuman putusan sidang sengketa hasil Pilpres 2019, Kamis (27/6) dalam suasana damai. Ingat, hormati hukum,” ungkap mantan Panglima ABRI itu.  [jn]

Jenderal Gatot Nurmantyo: Purnawirawan Harus Bangkit atau Negara Punah


GELORA.CO – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengingatkan agar para purnawirawan bangkit melakukan perubahan demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak punah.
Gatot menyampaikan hal tersebut setelah dirinya melakukan kunjungan silaturahmi kepada para senior TNI terkait kondisi dan situasi bangsa Indonesia saat ini.
“Saya hanya menyampaikan saja. Intinya adalah dalam situasi sekarang ini kita bangkit dan beregedak atau negara kita akan punah,” kata Gatot dalam sambutan acara Halal Bihalal yang digelar di Masjid At-Tin, TMII, Jakarta Timur, Selasa (25/6).
Sebagai seorang mantan prajurit, dia mengingatkan bahwa sumpah yang dilakukan saat masih aktif sebagai tentara dimana setia kepada NKRI dan Pancasila tidak akan pernah hilang sebelum bunyi salvo atau tembakan penghormatan terakhir bagi prajurit dan mantan prajurit saat di makamkan tidak terdengar.
“Selama kita masih bisa mendengarnya, kita masih terikat sumpah,” tekan Gatot.
Pada kesempatan itu, Gatot juga memberikan pandanganya soal sila ke-4 dalam Pancasila yang dinilai telah kehilangan makna saat ini. Tidak hanya itu, dia menyinggung bahayanya global civilizations yang mengancam kedaulatan bangsa.
“Ini kalau kita tidak waspada, seperti suku Aborigin, hilang dan suku lainya. Siapa lagi yang perduli kalau bukan kita,” ujarnya.
Mantan KSAD itu juga menyoroti kerjasama ekonomi yang menurutnya adalah satu keniscayaan, namun dalam kerjasama tersebut, diingatkan agar tidak menghilangkan ruang hidup masyarakat.
“Kewaspadaan adalah harga dari sebuah kemerdekaan. Purnawirawan harus bangkit atau bangsa ini akan punah,” demikian Gatot kembali menegaskan.
Dalam acara itu tampak beberapa purnawirawan hadir, seperti Marsekal TNI (Purn) Imam Sufaat, Letjen TNI (Purn) Sjafrie Syamsudin, Letjen TNI (Purn) Agus Sutomo, Letjen TNI (Purn) Agus Kristanto, Mayjen TNI (Purn) Sriyanto, Mayjen TNI (Purn) Dicky Waenal Usman, dan Mayjen TNI (Purn) Haris. [md]

Simak! Dinilai Mengompori Purnawirawan, Ruhut Minta Panglima & Kapolri Tindak Tegas Jenderal Gatot

Denny: Sesuai Amanah UUD, MK Paling Enggaknya Diskualifikasi Jokowi-Ma’ruf


GELORA.CO – Tim Hukum Prabowo-Sandi meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga asas pemilu dalam memutus perkara sengketa Pilpres 2019. Asas pemilu yang dimaksud yakni langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur, dan adil.
“Asas pemilu luber, jujur, dan adil. Jadi yang dijaga MK adalah apakah penyelenggaraan pemilu sejalan dengan asas itu. Itu amanah UUD,” kata salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, di Jakarta, Selasa (25/6).
Oleh karena itu, dia berharap putusan MK tentang sengketa Pilpres 2019 nanti mengabulkan apa yang menjadi gugatan kubu Prabowo-Sandi. “Ini paling enggak (MK) diskualifikasi (pasangan Jokowi-Ma’ruf) atau paling tidak pemungutan suara ulang,” kata Denny.
Menurut dia, sepanjang persidangan gugatan Pilpres 2019, tampak jelas ada dua pendekatan hukum berbeda yang digunakan oleh masing-masing pihak. Di kubu pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf telah mengunakan pendekatan hukum tekstual, konservatif, dan memaksa MK tunduk pada UU.
“Kuasa hukum 01 melakukan pendekatan tekstual, konservatif, dan memilih MK tunduk pada UU. MK hanya menghitung perselisihan hasil suara. Karena itu, masalah perbaikan permohonan (kami) dipersoalkan. Masalah pembuktian dipertanyakan. Kami minta perlindungan saksi juga dipersoalkan,” ujarnya.
Padahal, kata Denny, MK sendiri sejak di awal pembukaan sidang dengan tegas mengatakan hanya tunduk kepada UUD dan tidak bisa diintervensi.
Kemarin, sembilan hakim MK telah menetapkan bahwa sidang pembacaan hasil putusan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo-Sandi akan digelar pada Kamis (27/6). MK membacakan satu hari lebih awal dari batas waktu maksimal yang sudah ditentukan dalam Peraturan MK. [ns]

Gatot Nurmantyo Optimis Hakim MK Objektif


GELORA.CO – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo optimis Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus sengketa pilpres 2019 dengan adil dan mempertimbangkan psikologis masyarakat Indonesia yang menginginkan perubahan. Demikian disampaikan Gatot merespon jelang putusan MK pada 27 Juni mendatang.
“Kita percaya kepada Mahkamah Konstitusi. MK dengan hakim-hakimnya yang senior akan memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum, objektif dan menggunakan hati nurani,” kata Gatot di sela-sela acara Halal Bihalal Puranwirawan TNI-Polri di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa (25/6).
Gatot menilai Hakim MK tidak dapat diintervensi oleh apapun. Hal itu selaras dengan pernyataan Ketua MK, Anwar Usman beberapa lalu yang menyatakan bahwa ia hanya takut kepada Allah SWT.
“saya yakin mereka tidak bisa dipengaruhi siapapun karena umurnya sudah tua. Kalau mereka berbuat dosa, nggak ada kesempatan untuk memperbaiki lagi, orang sudah tua kan mungkin pikiran dunianya berkurang dan lebih memikirkan akhirat,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat yang ingin turun aksi untuk tetap mematuhi konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat diharapkan tertib dalam menyampaikan aspirasi dan tidak menggangu jalannya putusan sidang MK. “Pelihara persatuan dan kesatuan,” ucap Gatot.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan hasil sengketa pilpres 2019 pada 27 Juni mendatang. Hasil ini dilakukan setelah melewati Rapat Permuswayaratan Hakim (RPH) sembilan majelis berdasarkan fakta-fakta persidangan.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan hasil sengketa pilpres 2019 pada 27 Juni mendatang. Hasil ini dilakukan setelah melewati Rapat Permuswayaratan Hakim (RPH) sembilan majelis berdasarkan fakta-fakta persidangan. [ns]

Copot Kalapas yang Wajibkan Baca Al Quran, Menkumham: Dia Menghilangkan Hak Orang!


GELORA.CO – Akibat kebijakan napi yang bebas bersyarat harus bisa membaca Al Quran, Kalapas Klas II B Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, Haryoto dicopot dari jabatannya oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Yasonna pun menjelaskan maksud pencopotan Hartoyo.
Menurutnya, kebijakan tersebut dinilai dapat menghambat seorang napi yang seharusnya bebas bersyarat tetapi terhambat dengan kebijakan tersebut.  
“Begini, kalau persyaratannya kan enggak boleh itu. Orang kalau sudah bebas bersyarat ya bebas saja. Bahwa tujuannya baik orang harus mempelajari kitab sucinya, Al Quran, Al kitab, oke. Tapi jangan menjadi syarat untuk keluar (bebas),” kata Yasonna kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).
Yasonna sebagai mantan anggota DPR diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota DPR RI Fraksi Golkar Markus Nari. Markus Nari adalah tersangka dugaan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el.
“Kalau dia (napi) enggak bisa-bisa (baca Al Quran) nanti lewat waktunya gimana?” ujar Yasonna menambahkan.
Atas dasar itulah, Yasonna menilai kebijakan yang mewajibkan seorang napi yang bebas bersyarat harus bisa membaca Al Quran juga telah merampas hak seorang napi yang seharusnya bebas.
Politisi PDIP ini menegaskan, alasan pencopotan Kalapas Polman Sulawesi Barat itu bukan karena kuota Lapas tersebut telah over capacity, tetapi telah membuat kebijakan yang dinilai telah merampas hak seorang napi.
“Bukan. Bukan itu (over capacity). Dia (Kalapas Hartoyo) menghilangkan hak orang,” ungkap Yasonna. [rm]

Kalapas Dicopot karena Kebijakan Baca Quran, Praktisi Hukum: Presiden Harus Copot Yasonna


GELORA.CO – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer, Kamil Pasha mengaku tidak percaya atas berita Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Polewali yang mensyaratkan salah satu warga binaan dibebaskan saat masa tahanan habis jika dapat membaca Alquran. Namun, menurut Kamil program tersebut sangat baik untuk memberantas buta huruf Alquran.
“Ini program yang baik. Konsep narapidana dengan warga binaan sudah beda, kalau dulu namanya penjara, sekarang Lembaga Pemasyarakatan,” kata Kamil, Selasa (25/6).
Kamil menyebutkan, salah satu upaya agar warga binaan di dalam Lapas bisa keluar dan diterima masyarakat yaitu melewati proses pembinaan, diantaranya pembinaan agama. Menurut dia, pengetahuan membaca Alquran merupakan salah satu wujud pembinaan agama.
“Saya juga belum lihat bentuk pemaksaannya, ada nggak contoh kasus konkritnya? Siapa nama warga binaan Lapas yang tidak bisa keluar setelah masa hukumannya habis gara-gara tidak mengikuti atau belum lulus program membaca Alquran,” ujarnya.
Maka itu, ia mendorong Menkumham transparan dalam penegakan hukum bagi warga Lapas. Pasalnya, banyak warga Lapas yang dapat keluar bebas ketika menjalani masa hukuman bahkan berhasil keluar Lapas dengan jumlah ratusan seperti di Rutan Lhoksukon, Aceh Utara beberapa waktu lalu.
“Ada juga yang tertangkap tangan oleh KPK dan juga Kalapas mengenai peraturan warga binaan kasus korupsi yang ingin berobat. Padahal itu hanya alasan saja,” ujar dia.
Ia menambahkan, program hapalan dan pemberantasan huruf al-Quran justru disambut baik oleh warga binaan seperi di Lapas Mojokerto, Jawa Timur. Karena itu, yang seharusnya diberhentikan dari jabatannya adalah Menkumham.
“Saran saya presiden copot Menkumham Yasonna Laoly. Banyak warga binaan kasus korupsi yang pura-pura berobat ke Rumah Sakit, padahal tidak. Nah, atas hal itu harusnya presiden mencopot (Yasonna) karena gagal menjalankan tugasnya,” ujar Kamil. [ns]

Amnesty International Temukan Pelanggaran HAM Serius oleh Aparat Saat Kerusuhan 21-22 Mei


GELORA.CO –  Amnesty International Indonesia temukan tindakan pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oknum Brimob di Kampung Bali pada aksi 21-23 Mei 2019 lalu.
Peneliti Utama Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat mengatakan, pihaknya mendapat 28 video dari publik, dan 9 video di antaranya telah melalui proses verifikasi oleh tim DVC (Digital Verification Corps) Amnesty International di Berlin.
Dari hasil investigasi yang dilakukan tim Amnesty International Indonesia, terdapat tiga temuan penyiksaan yang terjadi pada aksi 21-23 Mei.
Pertama, terjadi penyiksaan di Kampung Bali di mana sebuah video viral memperlihatkan aksi kekerasan dilakukan personel Brimob terhadap seorang pria. Tim Amnesty International Indonesia menegaskan telah melakukan verifikasi keaslian video dengan mewawancarai para saksi.
“Insiden Kampung Bali mengemuka ketika pada sehari setelah kejadian sebuah video viral di sosial media yang memperlihatkan anggota Brimob melakukan penyiksaan dan tindakan yang tidak manusiawi terhadap seseorang yang sudah tidak berdaya,” ucap Palang Hidayat kepada awak media di Kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).
Saat itu, terdapat lima orang yang mendapat penyiksaan serta perlakuan buruk oleh personel Brimob di sebuah lahan kosong Smart Service Parking di Kampung Bali.
“Kita datang setelah kejadian dan setelahnya kita mengidentifikasi paling sedikit ada 5 korban termasuk yang ada di video viral dan 4 korban lagi lainnya di kampung Bali pada saat bersamaan,” paparnya.
Dari penuturan saksi, lanjut Palang, ada seorang yan sedang tidur dan ditangkap aparat. Dari fakta ini, ia menilai aparat Brimob tidak bisa memilah mana yang melakukan kekerasan dan mana yang tidak. 
“Ini tidak hanya di kampung Bali yang ditemukan organisasi HAM lainnya. Orang tidak boleh dilakukan kekerasan karena sudah tidak melawan,” jelasnya.
Temuan kedua, terdapat penyiksaan dan perlakuan buruk yang terjadi di depan gedung Bawaslu. Kelima korban yang ditangkap di Kampung Bali diseret hingga depan Bawaslu dan dikumpulkan dengan orang lainnya yang telah ditangkap polisi. 
Di sana, setiap anggota Brimob melakukan pemukulan secara bergantian hingga dimasukkan ke dalam mobil tahanan.
Temuan ketiga, terdapat penyiksaan yang dilakukan aparat Brimob yang dilakukan di depan Fave Hotel dan di Jalan H. Agus Salim. Polisi disebut telah melakukan kekerasan yang tidak diperlukan ketika menangkap beberapa orang saat berupaya membubarkan aksi protes yang berakhir ricuh.
Amnesty International Indonesia juga memperlihatkan beberapa video tindakan kekerasan yang dilakukan aparat Brimob terhadap seseorang yang telah ditangkap.
Video tersebut direkam pada saat aksi 21-23 Mei disekitar Gedung Bawaslu seperti di Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat yang memperlihatkan polisi menangkap dan membawa dua orang yang terlihat menggunakan rompi relawan. Korban ditendang di bagian perut hingga terjatuh serta dikeroyok secara beramai-ramai oleh anggota polisi lainnya.
Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi di Jalan Sabang dan Jalan Wahid Hasyim. Di sana, terlihat didalam video aparat Brimob memukul kaki orang yang ditangkap menggunakan tongkat. [md]

Halal Bihalal Purnawirawan TNI Hampir Batal, Dipersulit hingga Ada Helikopter Mondar-Mandir


GELORA.CO – Hari ini, ribuan purnawirawan TNI dan Polri menggelar halal bihalal bertempat di Masjid At Tin, kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Acara ini juga dihadiri sekitar 500 jenderal. Beberapa di antara yang hadir ada jenderal bintang empat, seperti mantan Panglima TNI Jenderal (Purn), Gatot Nurmantyo; mantan KSAD, Jend (Purn) Agustadi Sasongko; mantan KSAU, Marsekal (Purn) Imam Sufaat; dan Laksmana (Purn), Tedjo Edi Purjiatno.
Sementara itu, bintang tiga yang hadir antara lain mantan Mensesneg, Letjen (Purn) Sudi Silalahi; mantan Sesjen Wantanas, Letjen TNI (Purn) Romulo Simbolon; mantan Wamenhan, Letjen TNI ( Purn) Sjafrie Sjamsoeddin; dan mantan Danjen Kopassus, Letjen TNI (Purn) Agus Sutomo.
Kegiatan tersebut nyaris dibatalkan karena pelaksanaannya terkesan dipersulit. Sebelum digelar di TMII, panitia sempat beberapa kali berganti lokasi.
Kegiatan tersebut awalnya akan digelar di Sentul Convention Center, Bogor pada Sabtu (16/6).
Panitia halal bihalal, Brigjen (Purn) DJ Nachrowi mengatakan, pihaknya sudah diberi izin oleh pengelola Sentul Convention Center. Sehari sebelum acara, panitia mendapatkan bahwa gedung tak bisa digunakan, padahal undangan acara sudah disebar.
“Panitia mencoba menemui manajer SCC, namun ternyata manajer sudah mengundurkan diri,” jelas Nachrowi.
Panitia akhirnya mencari alternatif gedung dengan mencoba menghubungi pengelola gedung pertemuan di SCBD, namun juga dipersulit.
Akhirnya lokasi acara dipindahkan ke sebuah gedung pertemuan di kawasan TMII. Panitia diberitahu bahwa tanggal 24 Juni jadwalnya kosong.
Lagi-lagi, panitia harus kecewa. Ketika akan dibooking, panitia diberitahu pada tanggal tersebut sudah ada yang menyewa.
“Kami merasa dipersulit. Tapi kami paham situasinya,” ujar Nachrowi.
Pada akhirnya pihak panitia mendapat lokasi di Masjid At Tin. Ia berujar, lokasi tersebut sebenarnya tak ideal lantaran tidak semua yang hadir beragama Islam.
“Tapi apa boleh buat. The show must go on. Ketika kami memasang tenda, tampak helikopter mondar-mandir di udara,” tambahnya.
Panitia mengundang 3.000 orang purnawirawan TNI-Polri (ABRI) mulai dari jenderal sampai tamtama. Tercatat yang hadir mencapai 7.000 orang dari berbagai provinsi.
Kegiatan halal bihalal ini diisi penceramah dari ulama kondang, KH Abdullah Gymnastiar yang juga putra seorang perwira purnawirawan. [md]

Kalian Mau Rekonsiliasi Meninggalkan Rakyat, Kalian Ingin Berdamai dengan Rezim Curang?

*Penulis: Nasrudin Joha
Sungguh buruk sekali tabiat para pengusung demokrasi. Saat proses hukum belum berakhir di MK, saat rakyat semua menanti keputusan MK, saat belum ada satupun pihak yang bertanggung jawab atas kematian lebih dari 600 orang anggota KPPS, saat belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka penembak korban 21-22 Mei, para elit itu sudah mulai berdeklamasi tentang rekonsiliasi.
Mereka, telah menawarkan sejumlah jatah agar komitmen rekonsiliasi dapat terealisasi. Mereka berpraduga, sengketa itu antara elit partai, bukan dengan rakyat. Mereka menduga, rakyat kembali bisa dibodohi dengan tipu daya dan janji palsu.
Wahai rezim, ketahuilah ! Perlawanan ini perlawanan dari rakyat, bukan dari Prabowo Sandi. Yang tidak ridlo dicurangi itu rakyat, bukan hanya Prabowo sandi. Yang menggugat kecurangan di MK itu rakyat, bukan hanya Prabowo Sandi.
Karenanya, saat Prabowo menghimbau rakyat tidak datang ke MK, rakyat dapat memahami tetapi tidak dapat mentaati. Dapat memahami, posisi sulit Prabowo sehingga terpaksa mengunggah himbauan itu. Tak dapat mentaati, karena ini urusan rakyat, bukan sekedar urusan Prabowo Sandi.
Ketika proses hukum, tidak dapat menjamin keadilan, rakyat merasa wajib mengontrolnya langsung, dengan mendatangi gedung MK. Yang dikontrol saja bisa lepas, apalagi tanpa kontrol ? Rakyat, sudah tidak bisa lagi menyerahkan penuh visi keadilan melalui lembaga peradilan.
Lantas, rezim merasa mau menyelesaikan persoalan ini ditingkat elit ? Bisa menundukan kubu-kubu elit dan meninggalkan rakyat ? Ketahuilah, rekonsiliasi dengan elit bisa saja selesai dengan berbagi jatah kekuasaan.
Namun, rekonsiliasi dengan rakyat hanya bisa terjadi setelah rezim jujur dan mengakui kecurangan. Selanjutnya, rezim melepaskan kekuasan yang bukan hak nya.
rezim curang, zalim dan rakyat bersumpah akan melawannya.
Dan jika sampai kubu Prabowo Sandi meninggalkan rakyat, menyambut rekonsiliasi rezim dengan meninggalkan rakyat, yang telah banyak berkorban untuk Prabowo, maka jelas sudah pernyataan Prabowo yang akan konsisten berjuang bersama rakyat adalah dusta belaka.
Karena itu, ini ultimatum bagi rezim agar tidak curang dan memaksa membangun komitmen rekonsiliasi diatas bangkai dan tulang belulang penderitaan rakyat. Sekaligus, ini ultimatum kepada Prabowo agar tetap bersama dan berada dibarisan rakyat.
Kakek buyut kami adalah pejuang. Pantang bagi kami berdamai dengan kecurangan. Kami, telah memilih kemuliaan dengan tetap berada di parit-parit perjuangan, ketimbang menginjak karpet istana dengan muka dipenuhi bedak kemunafikan dan dusta. (*)

Wiranto: Kita Akan Cari Tokoh Yang Buat Onar Jelang Pengumuman MK


GELORA.CO – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkumham) Wiranto akan menindak tegas jika ada massa yang nekat melakukan unjuk rasa dikawasan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) jelang pengumuman sidang sengketa Pilpres 2019.
“Kepolisian sudah katakan jangan sampai ada unjuk rasa disekitar MK, karena apa? Akan mengganggu kegiatan yang menyangkut kepentingan nasional. Kalau ada yang nekat, ada demonstrasi bahkan menimbulkan kerusuhan, saya tinggal cari saja. Demonstrasi itu kan ada yang mengajak, ada yang mendorong, menghasut nanti kan kita tinggal tau siapa tokoh yang bertanggung jawab itu. Tinggal kami cari tokohnya, kami tangkap saja karena menimbulkan kerusuhan,” kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Sebelumnya, Front Pembala Islam atau FPI menyatakan akan melakukan unjuk rasa menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Wiranto pun mempertayakan latar belakang dan tujuan melakukan unjuk rasa di kawasan Gedung MK tersebut.
“Yang diperjuangkan apa, tadinya FPI kan dukung Prabowo-Sandi tatkala yang didukung mengatakan ayo kita damai saja, menjaga suasana bersahabat, terima keputusan MK, apapun keputusan itu, lalu kalau FPI turun ke jalan apa yang diperjuangkan saya mau tanya. Kalau mereka tetap turun ke jalan dan menimbulkan kerusuhan tinggal saya cari yang bertanggung jawab siapa,” ancam mantan Panglima ABRI itu.
Mantan Ketua Umun Hanura ini pun mengatakan, bahwa proses sengketa Pilpres dalam jalur konstitusi sudah jalur yang tepat. Maka dari itu semua pihak seharusnya menghormati apapun keputusan MK nantinya.
“Kita jangan main-main masalah keamanan nasional, kita sudah masuk dalam konsep yang benar, dalam koridor yang benar. Kebebasan boleh tetapi kan ada toleransi hukum yang menjaga kebebasan untuk tidak sebebas bebasnya, kebebasan tidak menggangu kebebasan orang lain, kebebasan tidak ganggu keamanan nasional, ada toleransi hukum. Jika toleransi hukum dilanggar, dilewati ya kita tinggal menindak aja kok siapa tokohnya itu siapa,” ucapnya. [ts]