Review Novotel Off Grand Place Brussels

  
Dalam rangkaian EuroTrip, kami hanya punya waktu semalam menginap di Brussels, atau biasa juga disebut Bruxelles. Karena itu, dalam memilih hotel, lokasi menjadi pertimbangan utama. Tadinya saya bingung antara memilih hotel yang dekat dengan Stasiun Brussels Midi (stasiun utama untuk kereta antar negara), atau yang langsung dekat dengan Grand Place (Grote Markt), alun-alun yang menjadi atraksi utama kota ini. Akhirnya pilihan jatuh pada Novotel Off Grand Place yang letaknya paling strategis.

Sabtu sore, kami sampai di stasiun Midi Brussels (Gare de Bruxelles-Midi) dengan kereta TGV dari Lille, Prancis. Esoknya kami harus naik kereta Thalys menuju Cologne, Jerman, yang juga berangkat dari stasiun Midi ini. Tadinya, agar praktis, saya mencari-cari penginapan di dekat stasiun Midi. Pilihannya antara lain Ibis Brussels Centre Gare Midi, Novotel Brussels Midi Station dan Floris Ustel Midi. Tapi dari beberapa review, katanya daerah dekat stasiun Midi ini kumuh dan kurang nyaman. Kalau waktu kita terbatas, banyak traveler yang menyarankan kita mending menginap di tengah kota saja. Setelah tahu bahwa tiket kereta dalam kota, dari Stasiun Midi menuju Stasiun Central Brussels gratis, sudah termasuk dalam tiket TGV atau Thalys, saya semakin mantap mencari-cari hotel di tengah kota, antara stasiun Central dan Grand Place.

Novotel bukan pilihan penginapan keluarga yang paling murah. Ketika itinerary Eropa kami belum tetap, saya memesan kamar di Meininger Hotel Brussels City Centre dari website booking.com untuk kelengkapan pengurusan visa. Meininger ini punya kamar keluarga yang bisa untuk 4 orang, dengan tarif yang lumayan terjangkau. Saya juga menginap di cabang Meininger di Amsterdam dan cukup puas. Sayangnya lokasi Meininger Brussels kurang dekat dengan lokasi wisata yang ingin kami kunjungi, jadi budget harus ditambah dengan transportasi lokal.

Selain Novotel, di dekat Grand Place juga ada pilihan hotel lain, seperti Ibis Bruxelle Off Grand Place dan Best Western Premier. Saya pilih Novotel karena bisa mengakomodasi dua orang dan dua anak (sampai 16 tahun) dalam satu kamar.

Untuk mencapai Novotel, kami naik kereta (banyak pilihan) dari stasiun Midi ke stasiun Central, dengan lama perjalanan yang hanya lima menit. Dari stasiun Central, kami tinggal jalan kaki, kurang lebih tujuh menit untuk sampai hotel. Perlu dicatat, untuk yang membawa barang bawaan banyak, bakal cukup kerepotan karena jalanan di kota lama Brussels ini berbatu-batu. Pastikan kalian punya koper yang rodanya tangguh agar tidak jebol di jalan 🙂  

Saya memesan hotel ini langsung dari website Accor dengan tarif EUR 142, termasuk sarapan untuk dua dewasa (anak-anak sarapan gratis). Dengan kurs sebesar Rp 16.915 per Euro, saya membayar hotel ini semalam Rp 2.401.881 (ouch!). Ini masih ditambah city tax yang dibayarkan ketika kami cek in sebesar EUR 7,50 (IDR 126.511). Cukup mahal ya? Tapi kalau dibanding tarif go show di hari itu sebesar EUR 179, yang saya bayar lebih murah lah. Apalagi dengan memilih penginapan di dekat atraksi wisata, saya tidak mengeluarkan biaya transportasi lokal. Berdoa saja supaya pas kalian sampai di Eropa, kurs-nya nggak hancur-hancur amat :p Oh, ya, tarif sarapan prasmanan untuk dewasa sebesar EUR 17 kalau belum termasuk di harga kamar.


Tidak seperti gedung Novotel di Singapura, Sydney dan Canberra yang modern dan membosankan, tampak luar Novotel Brussels ini cukup cantik. Hotel ini menempati gedung kuno yang menyatu dengan bangunan sekitarnya. Tapi tentu saja bangunan di dalamnya sudah modern. Kamar kami cukup luas dan nyaman. Interiornya minimalis modern. Kamar cukup luas dengan satu queen bed dan sofa yang bisa diubah menjadi dua single bed. Kamar mandinya cukup bagus dengan interior modern yang mewah. Ada bath tub yang terpisah dengan pancuran. Amenities Novotel sama saja di mana-mana: sabun, shampo, dan shower gel. Perlu diingat, hotel di Eropa (dan juga Australia/New Zealand) jarang yang menyediakan sikat gigi dan pasta gigi, jadi harus membawa sendiri.

Di sini tidak disediakan air mineral karena air kran sudah aman untuk diminum 🙂 Tersedia ketel listrik dan kopi/gula/teh. Sayangnya tidak ada susu, hanya ada krim bubuk. Seingat saya memang hanyahotel-hotel di Australia dan New Zealand yang menyediakan susu cair dalam wadah kecil untuk teman minum kopi/teh. 

But no worries, we had fast internet connection here. Wifi tersedia gratis dan bisa tersambung dengan gadget dan laptop yang kami bawa. Di kamar juga ada TV yang menyiarkan pertandingan sepakbola Piala Dunia: Argentina vs Belgia! Hahaha, kebetulan banget, pas kami ada di Belgia, pas mereka main. Suasana di restoran hotel dan kafe-kafe di sekitar hotel ramai orang menonton bola. Teriakan-teriakan suporter sampai terdengar di kamar kami. Sayang banget Belgia kalah.  

Dari hotel, tinggal jalan kaki lima menit menuju Grand Place. Di depan hotel banyak kafe dan restoran untuk nongkrong. Saya senang dengan suasana yang ramai dan akrab, tapi tanpa bising kendaraan bermotor. Zona di dekat Grand Place ini tampaknya memang khusus untuk pejalan kaki. Sore hari, saya dan si ayah jalan-jalan berdua saja karena precils tidak mau keluar. Kami berdua jalan kaki sampai ‘menemukan’ Manneken Pis. Tidak lupa kami membeli wafel, camilan khas Belgia. Tentu saja kami memilih yang paling murah di dekat patung Manneken Pis :)) Di sepanjang jalan dari Grand Place menuju Manneken Pis juga banyak kios-kios souvenir. Kami membeli beberapa magnet, kartu pos dan… payung(!) karena mendadak turun hujan.

Sarapan di hotel ini cukup banyak pilihan. Kami turun ke restoran pagi-pagi benar agar waktunya cukup untuk mengejar kereta Thalys. Suasana masih sepi sehingga cukup nyaman dan tentu saja bebas ambil-ambil makanan. Big A senang menemukan makanan favoritnya: hash brown. Saya juga sempat mencoba wafel mereka yang tentu saja lebih enak dari wafel murah 1 Euro yang kami beli kemarin. Si Ayah memilih baked bean dan sayur-sayuran entah apa yang aneh-aneh. Kasihan, ngga ada nasi :p Buah-buahan dan jus jeruknya seger banget. Kopinya juga enak, bisa kita buat sendiri dari mesin esspreso yang tersedia. Tak lupa kami mengambil beberapa buah: apel, pisang, jeruk untuk bekal ganjal perut sampai siang nanti. Seusai sarapan, kami masih sempat menyeret Precils ke Grand Place sebelum akhirnya mengejar kereta Thalys menuju Koln. 

Bye Brussels. Next, Germany!


~ The Emak
Follow @travelingprecil
Baca juga:
#Novotel
Review Novotel Clarke Quay Singapore
Review Novotel Sydney Olympic Park
Review Novotel Canberra 

#EuroTrip
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga  
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb

Pakai tautan “www.airbnb.com/c/akumalasari” untuk mendaftar Airbnb & dapatkan kupon $25

Ketika jalan-jalan ke Eropa bulan Juli lalu, kami menginap tujuh malam di Paris, di apartemen yang kami sewa dari Airbnb. Apartemen memang paling cocok untuk menginap bersama keluarga kalau lebih dari tiga malam. Selain tarifnya (untuk empat orang) lebih murah dari hotel, apartemen juga menyediakan dapur untuk memasak sehingga kami bisa menghemat anggaran makan.
 
Pernah mendengar tentang Airbnb? Layanan website ini memudahkan pemilik dan penyewa penginapan untuk melakukan transaksi. Airbnb berasal dari kata B&B atau bed and breakfast. Penginapan ala BnB biasanya kamar kosong ekstra yang disewakan pemiliknya untuk menginap dalam jangka pendek, berikut layanan sarapan. Di airbnb, tidak hanya kamar kosong yang disewakan, tapi bisa juga seluruh apartemen, studio atau bahkan rumah. Gampangannya, airbnb ini isinya perorangan yang menyewakan kamar atau apartemen ekstra, bukan profesional seperti pemilik motel atau hotel.

Lalu amankah menggunakan airbnb? Dari pengalaman saya, semuanya aman-aman saja. Anggota yang mendaftar di airbnb diverifikasi dengan berbagai macam identifikasi. Selain itu, pembayaran dilakukan dengan transaksi aman di websitenya, dana yang kita bayarkan akan dipegang oleh pihak airbnb, dan baru akan disampaikan ke pemilik penginapan setelah kita berhasil cek in di hari pertama.

1. Mendaftar
Cara mendaftar menjadi anggota airbnb gampang banget. Pertama, buka dulu website airbnb di sini. Lalu kita bisa sign up dengan tiga cara: facebook, akun gmail atau akun email lain. Paling gampang pilihan pertama. Dengan facebook, kita tidak perlu repot membuat nama akun dan password baru. Kita tinggal memasukkan email dan password FB seperti biasa dan klik log in. Nantinya Facebook akan meminta kita menyetujui menghubungkan app airbnb dengan akun facebook kita.

Nggak punya facebook? Daftarlah dengan email. Nanti airbnb akan mengirim email verifikasi. Setelah kita klik tautan verifikasi, maka akun airbnb kita sudah jadi. Penampakannya seperti ini.

Ketika kita klik dashboard (panel muka) dari dropdown nama akun kita, akan muncul halaman selamat datang, termasuk bonus kredit yang didapat sebesar $25 kalau mendaftar lewat tautan ini. Untuk mengubah bahasa dan mata uang, ada pilihan di pojok kiri bawah. Saya biasanya memakai bahasa Inggris karena terjemahan bahasa Indonesianya masih lucu 🙂

Setelah terdaftar, kita bisa langsung mencari-cari dan melihat penginapan yang tersedia. Airbnb ini bisa digunakan di seluruh dunia. Ketika mencari penginapan di Amsterdam dan Brussels, saya juga mengintip airbnb, sayangnya tidak ada yang cocok untuk menginap semalam dua malam. 

Tapi, bisa juga kita menahan diri dan melengkapi profil terlebih dahulu. Untuk menambah keamanan dan mencegah akun palsu, airbnb membuat macam-macam verifikasi. Antara lain dengan nomor ponsel, email, profil facebook dan linked in. Semakin banyak verifikasi kita, semakin dipercaya oleh anggota lain. Sebaiknya, akun facebook yang dijugakan juga nama asli. Kalau tidak ingin verifikasi sekarang, bisa dilakukan nanti ketika sudah siap memesan penginapan.


2. Mencari-cari penginapan
Bagian yang paling seru tentu browsing dan memilih penginapan. Meskipun rencana liburan masih lama, tidak ada salahnya melihat-lihat penginapan sekarang, sekalian untuk menghitung anggaran (budget). 

Untuk mencari penginapan, kita tinggal masukkan lokasi kota (misal: Paris), tanggal liburan (bisa dikosongkan atau diisi ngawur kalau belum punya tanggal pasti), dan tempat menginap untuk berapa orang (anak-anak dihitung, saya langsung isikan 4).

Nanti akan muncul tampilan seperti ini (klik untuk memperbesar). Di sebelah kiri adalah peta lokasi, di sebelah kanan adalah listing atau daftar penginapan yang tersedia. Kita bisa zoom in peta untuk melihat lebih jelas. Alamat yang ada di setiap listing belum alamat lengkap, sudah ada nama jalannya tapi belum ada nomornya. Setelah kita booking, baru kita diberi tahu alamat lengkapnya. Tapi melalui peta, kita sudah diberi ancer-ancer, penginapan tersebut ada di daerah mana.

Untuk mempersempit pencarian, gunakan filter atau saringan yang tersedia. Yang umum adalah kisaran harga. Batasi jumlah listing dengan harga sedikit di atas budget kita. Misal anggaran kita per malam 1 juta, gerakkan kursor kisaran harga sampai 1,5 juta. Selain itu kita bisa memilih tipe kamar: apakah seluruh apartemen, kamar pribadi (seperti kamar kos) atau kamar bersama. Untuk keluarga, saya sarankan memilih ‘entire place‘ agar lebih punya privasi.

Filter lain boleh digunakan boleh tidak, tergantung kebutuhan kita. Saya sendiri menganggap akses internet penting, jadi saya centang wireless internet. Punya host yang bisa berbahasa Inggris juga penting karena saya tidak bisa berbahasa Perancis. Yang mahir menggunakan bahasa tarsan, filter ini tidak usah digunakan 🙂

Kalau tertarik pada suatu listing, tinggal klik saja untuk menampilkan profil properti tersebut. Berikut contoh listing yang akhirnya kami sewa di Paris: https://www.airbnb.com/rooms/1185329. Di profil properti kita bisa melihat foto-foto ruangan dan fasilitas apa saja yang tersedia. Kita juga bisa melihat harga per malam, biaya kebersihan dan apakah tambahan orang (biasanya mulai orang ketiga) dikenakan biaya. 


3. Memasukkan dalam wishlist
Kalau menemukan penginapan yang sreg, segera saja masukkan ke wishlist. Caranya dengan meng-klik tanda hati yang ada profil properti. Jangan takut terlalu banyak membuat wishlist, karena nanti tidak semua properti yang kita taksir tersedia pada tanggal yang kita perlukan. Wishlist ini sangat berguna untuk membandingkan satu properti dengan lainnya.

Sebelum menentukan pilihan, ada baiknya kita memberi catatan plus minus suatu penginapan. Yang perlu dipertimbangkan adalah:
Lokasi. Di Paris, usahakan memilih penginapan yang dekat dengan stasiun metro. Paling jauh ‘5 menit’ dari stasiun. Akan lebih baik kalau lokasinya dekat dengan salah satu atraksi wisata yang akan dikunjungi. Dalam kasus kami, apartemen yang kami sewa tinggal 7 menit jalan kaki ke Louvre.
Review. Ada yang me-review artinya sudah ada yang pernah menginap di sini, artinya properti tersebut memang ada. Kita juga tahu sebaik apa layanan dari host dan apa kekurangan penginapan tersebut. Sebisa mungkin, hindari properti yang belum ada review-nya .
Family friendly. Biasanya disebutkan di profil apakah mereka menerima anak-anak atau tidak.
Harga total. Perhatikan biaya tambahan seperti biaya kebersihgan (cleaning service), biaya tambahan untuk orang ketiga (extra person) dan biaya servis airbnb (ini memang dibebankan ke semua penyewa, sekitar 10% dari harga total).
Kebijakan Pembatalan. Cek apakah uang bisa kembali kalau pemesanan dibatalkan? Berapa persen yang bisa kembali? Biasanya service fee tidak bisa kembali. Apartemen yang kami sewa cancelation policy-nya moderate, artinya uang bisa kembali penuh kalau dibatalkan 5 hari sebelum hari H, kecuali service fee.
Selain itu semua, saya juga memilih penginapan yang ada koneksi internetnya dengan host yang bisa berbahasa Inggris agar komunikasi lancar.



4. Mengontak Host
Setelah menyortir pilihan penginapan dan mempunyai rencana yang jelas, saatnya melakukan aksi: mengontak host lewat layanan pesan dari website airbnb. Admin airbnb sendiri menyarankan kita mengontak host sebelum booking (memesan). Ini untuk memastikan ketersediaan penginapan di tanggal yang kita inginkan. Juga untuk berkenalan dengan tuan rumah. Kami (memakai akun Si Ayah) mengontak beberapa host sekaligus dari penginapan yang kami incar. Jangan takut mengirimkan pesan ke beberapa tuan rumah sekaligus, karena belum tentu tanggal yang kita inginkan tersedia. Ini juga disarankan oleh admin airbnb di laman “bantuan” mereka.

Message atau pesan sebaiknya berisi perkenalan singkat, alasan kunjungan kita ke kota tersebut, berapa orang yang akan menginap bersama kita, di tanggal berapa kita memerlukan penginapan tersebut. Dalam satu dua hari kami mendapat jawaban dari host, ada yang available ada yang tidak. Akhirnya setelah menimbang banyak faktor, kami memilih melakukan booking apartemen Julien.


5. Memesan (Booking)
Cara booking di airbnb sangat mudah. Setelah kita yakin dan bersedia membayar sesuai yang tertera, kita tinggal klik tombol Request to Book. Airbnb akan membawa kita ke halaman pembayaran. 

Pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit, kartu debit atau paypal. Perhatikan bahwa ada service fee yang dikenakan oleh airbnb (semacam pajak) sebesar 10%. Coupon atau travel credit (yang bisa didapat jika mendaftar melalui tautan ini) juga otomatis sudah dimasukkan. Nantinya, kartu kredit kita akan ditagih seusai mata uang negara yang akan kita kunjungi, setelah tuan rumah menerima pesanan kita.

Untuk memasukkan nomor kartu yang digunakan untuk membayar, klik account setting >> payment methods >> add payment methods >> masukkan nomor kartu dan data lainnya >> klik Add Card. Kartu kredit yang diterima untuk pembayaran adalah visa, mastercard, amex dan discover. Kalau tidak punya kartu kredit, bisa pinjam punya orang lain. Saya memasukkan nomor kartu kredit punya suami di akun saya dan nggak masalah. Sementara untuk kartu debit, yang sudah saya coba masukkan dan diterima adalah kartu debit dari Permata Bank yang ada tulisannya VISA Electron. Kartu Debit dari Bank Mandiri ditolak. Coba aja deh semua kartu yang ada 🙂

Untuk menginap tujuh hari di Paris, kami membayar Rp 11.135.446 dengan kurs 1 Euro = Rp 16.745 (ouch!). Rata-rata tarif per malam untuk apartemen yang kami tinggali berempat adalah Rp 1.590.778 atau EUR 95.


6. Menerima Kwitansi dan Petunjuk
Begitu host menerima pesanan kita, airbnb akan mengirimkan itinerary dan kwitansi via email, yang bisa digunakan untuk mengajukan visa Schengen. Ya, saya memesan apartemen ini sebelum mendapat visa. Rencana kami di Paris sudah tetap dan kami juga sudah membeli tiket pesawat. Perhatikan bahwa di itinerary jelas tertulis penginapan untuk empat orang (meskipun tidak ada keterangan nama masing-masing). Ini harus ditunjukkan ketika mencari visa bahwa akomodasi untuk setiap anggota keluarga sudah terjamin.

Selain itinerary, kami juga mendapatkan alamat lengkap dan nomor telepon tuan rumah, sekaligus cara untuk mendapatkan kunci dll. Sebelum tanggal kita menginap, kita tetap bisa mengontak tuan rumah via telepon atau message di akun airbnb-nya.

Setelah booking kita beres, airbnb akan menawari kita untuk memberi tahu calon host yang lain, yang tadinya kita kontak untuk menanyakan ketersediaan penginapan mereka. Isi pesannya otomatis, kita tinggal memberi tanda centang saja: “Kami sudah mendapatkan penginapan, thanks ya.” Agar mereka tidak merasa di-php-in gitu. Ada yang membalas dengan sopan dan ada yang cuek-cuek saja 😀

 7. Menulis review
Setelah cek out dari apartemen, kita masih ‘hutang’ satu hal yaitu menulis review. Berikut review yang ditulis Si Ayah di laman profil penginapan yang kami sewa. Yang paling bawah, bukan yang di tengah.


Gampang kan caranya? Airbnb ini menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan penginapan murah dengan fasilitas seperti di rumah. Yang pengen mendapatkan travel credit alias diskon sebesar USD 25 (setara dengan Rp 300 ribuan, lumayan kan?) untuk penginapan airbnb pertamanya, sila daftar melalui tautan ini: www.airbnb.com/c/akumalasari. Yang belum perlu pun lebih baik daftar sekarang biar bisa browsing-browsing daydreaming sekalian membuat wishlist atau membuat proposal liburan untuk si penyandang dana :p

Yang masih kesulitan mendaftar atau pengen tanya hal-hal lain seputar airbnb, sila komentar di bawah ini ya. Review lengkap apartemen di Paris bisa dibaca di sini.

~ The Emak

Baca juga tulisan The Emak lainnya tentang perjalanan ke Eropa:
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI

Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa

Tiket kereta ICE, dicetak di rumah

Saya dan Si Ayah tidak suka naik pesawat, ribet cek in, pemeriksaan sekuriti dan menunggu boarding. Ribetnya dikalikan dua kalau traveling dengan anak-anak. Karena itu, kami memilih moda transportasi kereta api untuk keliling Eropa. Harganya tidak selalu lebih murah, tapi lebih nyaman dan sama cepat dengan pesawat untuk jarak dekat.

Informasi tentang perkeretaapian di Eropa, bahkan di seluruh dunia tersedia lengkap di website Seat 61. Website yang dibuat oleh Mark Smith, pecinta kereta api ini, sangat mudah digunakan. Dari ini kita tahu kereta apa saja yang melayani rute yang akan kita perlukan nanti.  

Saya mulai browsing tiket kereta api setelah mendapatkan tiket pesawat ke Eropa. Rute, jadwal dan harga tiket kereta api penting untuk membuat itinerary. Sebenarnya, tiket kereta api bisa dibeli online sejak 3 bulan sebelum jadwal keberangkatan, sama seperti di Indonesia. Lebih awal membeli, harga lebih murah. Semakin mendekati tanggal keberangkatan, harga semakin mahal. Beli langsung (go show) di stasiun kereta akan mendapatkan harga termahal, sampai tiga kali lipat harga tiga bulan sebelumnya.

Saya sempat galau, haruskah membeli tiket kereta sebagai syarat pengajuan visa Schengen? Dari beberapa pengalaman travel blogger lain, ada yang bilang wajib melampirkan tiket pesawat/kereta antar negara Schengen yang akan dikunjungi. Namun ada juga yang tidak melampirkan tiket kereta api, dan tetap sukses mendapatkan visa. Dalam lembar itinerary yang kami lampirkan untuk visa, kami tulis dalam keterangan bahwa tiket kereta antar negara akan kami beli setelah mendapatkan visa. Begitu juga ketika diwawancara, dijawab seperti itu. Alhamdulillah, visa tetap lolos.

Tiket kereta saya beli setelah aplikasi visa diterima, sekitar satu bulan sebelum tanggal keberangkatan. Semua bisa dibeli online dengan kartu kredit, melalui website berikut:

1. SNCF untuk kereta dari dan ke Perancis
2. Thalys untuk kereta tujuan Paris, Brussels, Cologne, Amsterdam
3. Bahn untuk kereta dari dan ke Jerman
4. Capitaine Train untuk semua rute kereta di Eropa

Tiket kereta api di Eropa, berdasarkan fleksibilitasnya ada 3 macam. Tiket promo yang paling murah (no-flex) biasanya tidak bisa dikembalikan (non refundable) atau diubah jadwalnya. Tiket semi-flex bisa diubah jadwalnya atau dikembalikan dengan biaya tertentu. Tiket yang paling mahal sangat fleksibel, bisa diubah jadwalnya dan diuangkan kembali tanpa biaya apapun. Semua tiket yang saya beli termasuk yang harganya paling murah, non-flexible.

Berdasarkan kelasnya, kereta api di Eropa ada 2 macam: kelas 1 (comfort 1, alias eksekutif) dan kelas 2 (comfort 2, alias ekonomi). Tidak perlu ditanya lagi, semua tiket kami kelas 2, karena tempat duduk dan kenyamanan gerbong kelas 2 ini sudah setara kelas eksekutif kereta api Indonesia 🙂

Ada diskon khusus untuk anak-anak, remaja, pensiunan dan yang mempunyai railpass. Kami tidak memakai railpass karena keliling Eropanya hanya ke negara-negara dekat saja. Saya belum menghitung sih, bisa seberapa hematnya. Anak-anak di bawah 4 tahun bisa gratis naik kereta. Anak-anak antara 4-11 tahun memakai tarif anak, sementara remaja usia 12-25 juga mendapatkan diskon untuk remaja. Ada juga penawaran diskon untuk grup. Untungnya, kita tidak perlu repot-repot menghitung diskon ini, karena akan dilakukan otomatis ketika kita memasukkan usia penumpang di website pemesanan tiket. Kalau pergi dengan keluarga, mintalah tempat duduk ‘family seating‘, nanti akan diberikan tempat duduk berdekatan. Kita bisa melihat tempat duduk kita di denah, tapi tidak bisa menggantinya.

Sebelum membeli tiket, saya mendaftar dulu kebutuhan kami. Hari pertama di Eropa, kami akan bermalam di rumah saudara di kota Lens, Perancis utara, kira-kira satu jam dari kota Lille. Saya mengecek rute kereta di website SNCF, ternyata kami perlu naik dua kereta, TGV dari airport CDG ke Lille, kemudian dilanjutkan dengan kereta regional TER dari Lille ke Lens. Untuk kereta regional seperti TER, tidak perlu membeli tiket terlebih dahulu karena harganya tetap dan tidak ada nomor tempat duduk. Karena itu kami hanya membeli tiket TGV.

Setelah semalam di Lens, kami akan langsung ke Brussels. Dari Lille ke Brussels, kami kembali naik TGV, hanya perlu 36 menit untuk melintasi batas negara Perancis menuju Brussels. Setelah semalam di Brussels, kami melanjutkan perjalanan ke Cologne, Jerman dengan kereta Thalys (1 jam 47 menit). Di Cologne, kami tidak menginap, hanya transit saja sekitar 3 jam untuk melihat-lihat Katedral Cologne yang terkenal itu. Rencananya, koper-koper akan kami titipkan di stasiun. Pada hari yang sama, kami akan melanjutkan perjalanan ke Amsterdam. Kali ini kami naik kereta ICE (2 jam 41 menit) yang bisa dipesan via website BAHN. Hanya menginap dua malam di Amsterdam, kami kembali ke Paris dengan kereta Thalys (3 jam 17 menit), yang tiketnya saya pesan di website resminya.

Cara memesan kereta di masing-masing website sangat mudah, mirip dengan memesan tiket kereta api di Indonesia. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Pilih layanan berbahasa Inggris, biasanya dengan mengklik gambar bendera di pojok kanan atas. Saya sendiri juga pusing kalau harus baca bahasa selain Inggris 🙂
2. Pilih negara asal: Indonesia atau kalau tidak ada pilihan, pilih “other countries”
3. Pastikan kita tahu nama stasiun asal dan stasiun tujuan (buka google map). Di beberapa negara, satu kota mempunyai dua nama dalam bahasa yang berbeda. Misal, Brussels juga dikenal sebagai Bruxelles. Cologne biasa disebut Köln. Stasiun Brussels untuk kereta dari wilayah Perancis adalah Brussels Midi, sementara stasiun Köln di dekat katedral adalah Köln Hbf. Untuk Amsterdam, kami turun di stasiun Amsterdam Centraal, dan di Paris, kami turun di stasiun Gare du Nord.
4. Cek harga tiket di beberapa website. Saya menemukan tiket kereta ICE lebih murah di website Bahn. Sementara harga tiket Thalys sama saja, di website resminya atau di SNCF.
5. Kadang website tertentu tidak bisa memroses booking dengan kartu kredit dari Indonesia. Coba booking di hari lain atau ganti booking di website lain. Saya berhasil memesan tiket TGV di website SNCF dari CDG ke Lille. Tapi begitu saya coba beli lagi dari Lille ke Brussels, website-nya tidak mau terima. Akhirnya saya booking via Capitaine Train.
6. Pilih ‘cetak tiket di rumah’. Tiket yang dicetak sendiri ini tidak perlu ditukarkan dengan tiket asli. Nantinya cukup ditunjukkan ke petugas, disertai identitas.
7. Bila pilihan ‘cetak tiket sendiri’ tidak ada, pilih ‘ambil tiket di mesin tiket/stasiun’. Kita akan mendapatkan nomor referensi yang bisa digunakan untuk mengambil tiket melalui mesin tiket di stasiun. Pembayaran dengan kartu kredit tetap dilakukan di website pemesanan.

Berikut adalah tiket yang saya booking online, dengan harga untuk berempat (2 dewasa, 1 remaja dan 1 anak) dan website pemesanannya. Semua dibayar dengan kartu kredit dari Indonesia.

# CDG Airport – Lille Europe, kereta TGV, €49.50, dipesan via web SNCF
# Lille Europe – Brussels Midi, kereta TGV, €72, dipesan via web Capitaine Train
# Brussels Midi – Köln Hbf, kereta Thalys, €69,50, dipesan via web Thalys
# Köln Hbf – Amsterdam Centraal, kereta ICE €77, dipesan via web Bahn
# Amsterdam Centraal – Paris Gare du Nord, kereta Thalys, €167,50, dipesan via web Thalys

Saya tidak membandingkan harga tiket kereta ini dengan tiket pesawat. Coba cek sendiri di website Skyscanner.
Ada yang pernah membeli tiket kereta keliling Eropa juga? Via website apa?

~ The Emak 

 

Baca juga:
#EUROTRIP
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI

Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

 

 

Skrinsyut website www.rome2rio.com

Bagi saya, merencanakan perjalanan adalah kesenangan tersendiri. Travel planning is half the fun. Apalagi ketika menyusun itinerary untuk perjalanan yang sudah saya impikan sejak dulu. Ke Eropa cuy!

Karena akan pergi sekeluarga, saya harus mengakomodasi keinginan masing-masing orang, yang tentu saja berbeda-beda. Yang jelas, kami akan ada di Paris minimal 4 hari, karena Si Ayah ada tugas presentasi paper, membawa nama Indonesia. Selanjutnya ke mana? Bisa saja sih kami hanya keliling-keliling seputar Paris dan di satu negara Perancis saja. Perancis yang besar itu tidak akan habis dijelajahi dalam waktu dua minggu. Tapi mosok sudah sampai ke Eropa cuma ngendon di satu negara? Rugi banget, apalagi sudah repot urus visa Schengen yang bisa dipakai di 26 negara. Tambahan lagi, Big A sudah pengin banget menambah koleksi negaranya.

Saya survey ke anggota keluarga. Si Ayah bilang ingin ke Swiss. Meskipun Si Ayah suka dengan wisata kota atau sejarah, dia lebih senang kalau bisa memotret pemandangan (landscape photography). Big A pengen ke Jerman, karena tugas akhirnya di kelas 6 tentang negara tersebut, jadi dia ingin sekali mampir ke sana untuk membuktikan apa yang sudah dia pelajari. Little A keinginannya sederhana: ingin ke Disneyland. Saya sendiri ingin ke Amsterdam, melihat-lihat kanal dan mencari jejak Hindia Belanda di sana.

Kalau jalan-jalannya ikut grup tur tentunya tidak perlu repot-repot mengurus itinerary, tinggal ikut saja apa jadwal yang ditawarkan mereka. Biasanya mereka menawarkan 12 hari keliling Eropa, mengunjungi 4-5 negara dengan bis wisata. Saya mengintip itinerary dua agen perjalanan untuk inspirasi. Itinerary Golden Rama 12 hari: Jakarta – Frankfurt (transit) – Roma – Pisa – Prato – Venice – Zurich – Mt Titlis – Lucerne – Paris – Brussels – Amsterdam – Frankfurt (transit) – Jakarta. Harga USD 2.428. Itinerary Dwi Daya 12 hari: Jakarta – Amsterdam – Paris – Dijon – Lucerne/Zurich – Mt Titlis – Lucerne/Zurich – Venice – Pisa – Rome – Jakarta. Harga USD 2.570. Harga keduanya belum termasuk visa. Duh, baca itinerarynya saja saya capek. Saudara kami pernah ikut tur semacam itu, memang bisa melihat dan mampir ke ikon-ikon penting di Eropa, tapi ya cuma sebentar-sebentar saja dan tidak puas. Saya juga membayangkan anak-anak tidak akan kuat dengan jadwal sepadat itu. Jalan-jalan dengan tur grup memang bukan gaya kami yang lebih suka slow traveling dengan menjelajah sendiri satu kota selama mungkin. Kekurangan tidak ikut tur, kemungkinan waktunya tidak efektif karena kalau mau molor-molor terserah kita, selain itu kemungkinan tersesat juga besar. Tapi itu lah asyiknya 😀

Itinerary tak bisa dilepaskan dari biaya atau budget yang kita sediakan. Transportasi antar negara di Eropa dan transportasi lokal yang akan kita pakai sangat memengaruhi anggaran. Oh, iya, dari awal kami sudah tentukan Euro Trip kali ini hanya mengunjungi negara-negara dalam wilayah Schengen saja, tidak sampai mengunjungi London (Inggris) karena untuk ke sana memerlukan visa yang berbeda.

Setelah tahu kota mana saja yang akan kita kunjungi, langkah pertama yang saya lakukan adalah membuka Google Map. Really, google map is your best friend. And slow internet connection is your worst enemy. Untuk tahu moda transportasi dan biaya yang dibutuhkan untuk jalan dari satu kota ke kota lain, saya dibantu oleh website Rome2Rio. Website ini memberi gambaran kasar berapa jarak dari Paris ke Amsterdam, misalnya, dan moda transport apa saja yang bisa dipilih (kereta, bis, pesawat, sewa mobil, dll) beserta kisaran biayanya.

Saya dan Si Ayah benci naik pesawat terbang karena harus cek in awal dan melewati sekuriti. Tambah ribet kalau bawa-bawa koper besar. Dan lagi, biasanya bandara terletak di luar kota sehingga perlu biaya tambahan dari kota menuju bandara. Meski kadang harga tiket pesawat sedikit lebih mahal daripada naik kereta, kami tetap memilih naik kereta karena lebih nyaman bagi kami, dan sama cepatnya. Untuk membantu memilih kereta, saya mengandalkan website Seat 61 yang sangat lengkap membahas perkereta-apian di seluruh dunia. Dari website tersebut saya bisa tahu kereta-kereta apa saja yang melayani jalur yang saya inginkan. 

Kami sudah memutuskan membeli tiket Singapore – Paris (CDG), naik Emirates. Karena itu itinerary saya mulai dari Paris. Pada awalnya saya mengajukan rute klasik Paris – Brussels – Amsterdam saja, agar punya banyak waktu menjelajahi masing-masing kota. Untuk rute tersebut, kita cuma perlu satu jenis kereta saja, yaitu Thalys. Setelah saya amati lebih jauh, ternyata kereta Thalys juga melayani rute dari Brussels ke Cologne (Köln) di Jerman. Dan dari Cologne juga ada kereta ICE menuju Amsterdam. Akhirnya Cologne saya masukkan sebagai day trip.

Rupanya rute yang menurut saya sempurna ini tidak serta merta disetujui Si Ayah yang masih pengin melihat ‘pemandangan’ di Eropa, tidak cuma kota-kota saja. Si Ayah bahkan menanyakan mengapa saya pengin banget ke Amsterdam. Apa yang bisa dilihat di Amsterdam? Duh, sampai pengin nangis saya, hiks. 

Akhirnya saya membuatkan rute alternatif, Brussel dan Amsterdam saya ganti dengan kota-kota di Italia, melewati Swiss, kemudian baru ke Paris. Harga dan jadwal tiket pesawat saya cek di Skyscanner. Ternyata jatuhnya lebih mahal! Hahaha. Tentu saja Si Ayah pilih yang lebih murah. Saya bilang ke dia: Italia harus kita kunjungi sendiri, nanti kita road trip dari selatan ke utara. Swiss pun bisa kita tengok lain kali, lebih keren di musim dingin sambil main salju (pede banget, amin). Begitulah, akhirnya kami sepakat rute klasik tersebut, dengan moda transportasi kereta antar negara.

Rute kereta Thalys
Google Map is your best friend!

Ketika mengajukan visa Schengen, itinerary kami belum selesai. Saya dan Si Ayah masih bertengkar, berapa hari sebaiknya menginap di masing-masing kota. Kami juga punya rencana mengunjungi saudara di kota Lens (1 jam dari Lille). Untuk keperluan visa, kami menggunakan itineray simpel Paris – Lille (Perancis Utara) – Brussels – Paris. Akomodasi kami pesan online dari website booking.com yang bebas biaya pembatalan: 2 malam di Lille, 2 malam di Brussels. Akomodasi di Paris sudah pasti, kami pesan apartemen dari AirBnb untuk 7 malam dibayar di muka. Setelah mendapatkan visa, kami membatalkan pesanan hotel via website booking dot com, dan mulai membeli tiket kereta. Setelah mendapatkan tiket kereta, kami baru memesan akomodasi dengan harga terendah (tidak bisa dibatalkan). 

Berikut Itinerary lengkap kami:
Hari 1: Surabaya – Singapura – Dubai 
(AirAsia/SQ, Emirates, bermalam di pesawat)
Hari 2: Dubai – Paris CDG airport – Lille – Lens 
(Emirates, kereta TGV 1 jam, TER 45 menit, bermalam di rumah saudara)
Hari 3: Lens – Lille (kereta TER, 45 menit), Lille – Brussels (kereta TGV, 36 menit), bermalam di Novotel Grand Place)
Hari 4: Brussels – Cologne (kereta Thalys, 1 jam 47 menit), Cologne – Amsterdam (kereta ICE, 2 jam 41 menit), bermalam di Meininger Hotel)
Hari 5: Amsterdam 
(bermalam di Meininger Hotel)
Hari 6: Amsterdam – Paris
(kereta Thalys 3 jam 17 menit, bermalam di apartemen airbnb)
Hari 7 – Hari 12: Paris
(bermalam di apartemen airbnb)
Hari 13: Paris – Dubai 
(Emirates, bermalam di Dubai airport)
Hari 14: Dubai – Singapura – Surabaya
(Emirates, China Airlines)

Tip membeli tiket kereta antar negara di Eropa bisa dibaca di sini.

Ada yang pernah ke Eropa dengan keluarga? Pilih ke kota mana saja?

~ The Emak
Follow @travelingprecil
 
Baca juga:
#EUROTRIP
VISAMengurus Visa Schengen Untuk Keluarga Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI

Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga

Impian saya jalan-jalan ke Eropa akhirnya terkabul tahun ini. Alhamdulillah. Senang dan semangat banget bikin rencana dan itinerary. Tapi… tentunya harus mau ribet dikit ngurus visa.

Schengen itu apa?
Wilayah Schengen meliputi 26 negara di Eropa yang telah menghapuskan pemeriksaan paspor di perbatasannya. Kalau kita memiliki visa Schengen, kita bisa bebas keluar masuk 26 negara tersebut tanpa pemeriksaan paspor lagi. Dengan kata lain, ketika kita mengajukan visa (izin berkunjung) ke salah satu negara yang termasuk di wilayah Schengen, kita mendapat bonus visa ke 25 negara lainnya. Jadi sebenarnya rugi besar kalau visa Schengen cuma digunakan untuk berkunjung ke satu negara saja 🙂

Berikut daftar negara-negara di Eropa yang termasuk di wilayah Schengen:
1. Austria
2. Belgia
3. Czech Republic
4. Denmark
5. Estonia
6. Finlandia
7. France (Perancis)
8. Germany (Jerman)
9. Greece (Yunani)
10. Hungaria
11. Iceland
12. Italia
13. Latvia
14. Liechtenstein
15. Lithuania
16. Luxembourg
17. Malta
18. Netherland (Belanda)
19. Norwegia
20. Polandia
21. Portugis
22. Slovakia
23. Slovenia
24. Spanyol
25. Swedia
26. Swiss

Catatan penting: Inggris dan Irlandia tidak termasuk di wilayah Schengen. Cek di website ini untuk aplikasi visa Inggris (UK).

Via Kedutaan Mana?
Aplikasi visa Schengen bisa diajukan ke kantor salah satu kedutaan dari 26 negara di atas. Tentu saja kita wajib memilih kedutaan negara yang akan kita kunjungi. Kalau kita mengunjungi lebih dari satu negara, cara memilih kedutaannya yaitu:

Aturan 1: ke kedutaan negara yg paling lama ditinggali
Aturan 2: kalau lama kunjungannya sama antar negara, ajukan visa ke kedutaan negara pertama yang akan disinggahi

Kami berencana mengunjungi empat negara: Perancis, Belgia, Jerman dan Belanda. Karena paling lama tinggal di Paris, kami apply visa via kedutaan Perancis. Lagipula, Si Ayah memang punya undangan untuk menghadiri konferensi di sana.

Rumornya, mengurus visa Schengen paling gampang di Kedutaan Belanda. Dari beberapa blog yang saya baca, kalau semua dokumen lengkap, visa Schengen bisa langsung jadi dalam satu hari. Kalau memang ingin mengajukan visa lewat kedutaan Belanda di Jakarta (atau bisa juga via konsulat di Surabaya atau Denpasar), buatlah itinerary dengan lama tinggal paling lama di Belanda, dan carilah penerbangan yang mendarat di Amsterdam.

Dokumen
Semua informasi tentang pengajuan visa Schengen via kedubes Perancis ada di website ini. Kita tidak langsung apply di kantor kedutaan Perancis, tapi via agen yang telah mereka tunjuk, yaitu TLS Contact.

Berikut adalah dokumen yang perlu kita persiapkan:
1. Formulir, bisa diunduh di sini.
2. Dua pas foto berwarna ukuran 3,5 cm x 4,5 cm, latar belakang putih. 
Boleh berjilbab, pipi dan dahi harus terlihat penuh, tidak tertutup.
3. Tiket pesawat dari Indonesia ke negara tujuan pp, salinan.
4. Asuransi perjalanan asli dan salinan.
5. Booking hotel, harus sudah dibayar atau digaransi dengan kartu kredit.
6. Bukti Keuangan: Surat Keterangan dari Bank, asli dan salinan, plus salinan buku tabungan 3 bulan terakhir.
7. Working certificate, Surat Keterangan Perusahaan, berbahasa Inggris, asli.
8. Slip gaji 3 bulan terakhir, asli dan terjemahan dalam bahasa Inggris.
9. Kartu Keluarga (KSK), salinan. (Asli sebaiknya dibawa)
10. Paspor, minimal masa berlaku 6 bulan, asli dan salinan (halaman yang ada foto dan identitas)
11. Paspor lama, asli dan salinan (halaman yang ada foto dan identitas)

Untuk Si Ayah, saya tambahkan surat undangan dan bukti pendaftaran konferensi.
Untuk anak-anak ditambah:
– akte kelahiran, asli, salinan dan terjemahan dalam bahasa Inggris. 
– akte nikah orang tuanya, salinan.
– surat keterangan dari sekolah, asli dan salinan dalam bahasa Inggris. 
Anak usia TK/PG tidak perlu surat keterangan sekolah.
Kalau anaknya traveling hanya dengan salah satu ortu aja, perlu surat keterangan dari ortu satunya dalam bahasa Inggris atau Perancis.

Ribet?
Sebenarnya tidak susah menyiapkan dokumen-dokumen di atas, hanya perlu waktu saja. Siapkan dari yang gampang dan sudah tersedia: unduh dan isi formulir, cek masa berlaku paspor (minimal 6 bulan), siapkan KSK dan akte lahir, siapkan pasfoto terbaru (maksimal diambil dalam 6 bulan terakhir).

Mutasi buku tabungan utama (yang digunakan untuk menerima gaji atau pemasukan rutin) harus rajin dicetak dalam 3 bulan terakhir. Menjelang apply visa, kita harus minta surat keterangan dari bank. Berapa uang yang harus ada di tabungan? Kedutaan Perancis tidak mensyaratkan jumlah tertentu, tapi perkirakan saja cukup untuk biaya hidup selama kita di sana. Kami sendiri hanya punya tabungan 50 juta waktu itu, untuk apply visa berempat. Saya memilih status sebagai ibu rumah tangga biar tidak ribet melampirkan macam-macam, sehingga buku tabungan pun cukup nebeng punya suami :p

Surat keterangan kerja mudah didapat untuk yang berstatus pegawai/karyawan. (Yang susah kan ambil cutinya ya? Hehehe). Dalam surat tersebut harus menyatakan bahwa karyawan ini benar-benar bekerja di perusahaan/instansi tersebut, mengambil cuti selama berapa hari untuk berkunjung ke negara-negara wilayah Schengen, dan akan kembali bekerja lagi di Indonesia (tidak mencari pekerjaan di sana). Yang punya perusahaan sendiri, harus melampirkan SIUPP perusahaan. Yang nggak punya pekerjaan tetap seperti saya, bisa nebeng suami atau orang tua. Bahkan kalau suami/ortu tidak ikut apply visa, bisa dibuatkan surat keterangan dan jaminan. Begitu juga surat keterangan dari sekolah, cukup menerangkan bahwa siswa tersebut benar-benar bersekolah di sana dan izin tidak masuk untuk liburan ke Eropa.   

Asuransi perjalanan juga mudah dibeli secara online. Kami menggunakan AXA insurance yang meng-cover negara-negara Schengen. Pengalaman membeli asuransi saya tulis di sini.

Syarat yang cukup berat adalah tiket pesawat dan bukti pemesanan hotel. Dalam aturan dari kedutaan memang tidak disarankan untuk membayar full tiket pesawat karena tidak ada jaminan visa akan diterima. Disarankan memesan via agen perjalanan (tiket belum issued – dikeluarkan). Tapi saya nekat membeli tiket terlebih dahulu via online karena mendapat promo dari Emirates. Lagipula, membeli via agen harganya lebih mahal. Seapes-apesnya, kalau visa Schengen ditolak, masih bisa menggunakan tiket ini untuk liburan ke Turki (dengan visa on arrival). Tiket promo memang tidak bisa di-refund, tapi bisa dialihkan rute dan tanggalnya, dengan nama penumpang yang sama.

Untuk memesan hotel, saya menggunakan website Booking.com yang menyediakan fasilitas pembatalan dengan gratis. Dari website ini pun kami bisa bayar belakangan, tinggal menyertakan data kartu kredit untuk garansi. Karena mengajukan visa jauh-jauh hari, itinerary kami belum fixed. Saya dan Si Ayah masih saja bertengkar mau nginep berapa hari di kota mana. Jadi memang perlu pesan hotel yang sewaktu-waktu bisa dibatalkan. Sebenarnya, itinerary perjalanan ke Eropa ini bisa fleksibel, asalkan kita sudah memesan semua penginapan sesuai berapa hari kita bermalam. Nanti setelah visa beres, itinerary bisa diubah kembali. Ketika itu, jadwal kami yang sudah tetap dan mantap adalah lama menginap di Paris, sehingga bisa langsung booking via airbnb. Kami menyewa apartemen untuk 7 malam dan dibayar di muka dengan kartu kredit via website airbnb

Visa Schengen memang mensyaratkan kita sudah punya itinerary yang jelas: kota mana saja yang akan kita kunjungi dan berapa lama untuk masing-masing kota. Kami melampirkan itinerary yang kami buat sendiri dengan Excel sehingga petugas visa mudah mencocokkan dengan salinan booking pesawat via Emirates dan pemesanan hotel/apartemen via Booking dot com dan Airbnb.

Prosedur
Kami apply visa sendiri, tanpa melalui agen. Pengajuan visa ini bisa dilakukan jauh-jauh hari, sampai 3 bulan sebelum keberangkatan. Usahakan mengurus visa tidak terlalu mepet karena kalau bersamaan dengan musim liburan, banyak slot wawancara yang sudah terisi. Kami sendiri mulai mengurus visa dua bulan sebelum jadwal keberangkatan. Hal yang pertama kali dilakukan adalah mendaftar di website TLS Contact. Cukup kepala keluarga saja yang mendaftar, nanti tinggal melengkapi data anggota keluarganya. Setelah mempunyai akun di TLS Contact dan tahu jenis visa yang akan kita ajukan, TLS akan membuatkan daftar dokumen yang perlu kita siapkan. Setelah itu kita bisa membuat janji temu (wawancara) dengan mereka. Daftar slot waktu yang tersedia bisa dilihat dan dipilih di website.

Dengan aturan baru, sejak Oktober 2013, setiap orang berusia di atas 12 tahun wajib datang sendiri ke kantor TLS untuk pengambilan data biometric (sidik 10 jari dan foto). Karena itu, mau tidak mau kami berempat harus datang ke kantor TLS di Menara Anugerah Kuningan Jakarta. Big A memang sudah di atas 12 tahun. Little A sih masih 5 tahun, tapi nggak mungkin kan meninggalkan dia sendirian di Surabaya?

Hari Jumat pagi tanggal 16 Mei, kami sudah siap untuk wawancara visa, setelah semalam menginap di hotel Puri Denpasar, lima menit naik taksi dari kantor TLS. Pastikan jangan datang telat dari waktu yang ditentukan ya.

Pertama, dokumen kami diperiksa dan ditanda tangani. Kemudian, wawancara dilakukan dan ternyata cukup diwakili oleh kepala keluarga saja. Ini membuat Little A sedih karena dia ingin sekali diwawancara. Haduh, ada-ada saja. Sudah, ikuti aturan saja, jangan membuat keributan ya, Nak. Kata Si Ayah, petugas hanya menanyakan tujuan kami ke Eropa (Si Ayah ikut konferensi dan saya bersenang-senang :D), mengecek itinerary kami dan kelengkapan dokumen. Waktu itu saya membawa semua dokumen asli yang kira-kira diperlukan, untuk jaga-jaga. Nggak lucu kan kalau ada yang terlewat dan harus mengambil di Surabaya? Ternyata petugas memang hanya mengambil dokumen sesuai daftar yang kami peroleh saat mendaftar di website TLS. Semua dokumen lainnya dikembalikan. Tentu saja, paspor asli kami ditahan di sana untuk dilampiri stiker kalau visa diterima. Setelah semua beres, kami membayar biaya visa di loket, dengan uang tunai yang pas karena mereka tidak menyediakan uang kembalian. Biaya visa dan biaya layanan TLS total IDR 1.355.400 per orang. Kami membayar 3x 1,355 juta. Anak di bawah usia 6 tahun masih gratis. Alhamdulillah 🙂

Setelah membayar, kami difoto dan diambil sidik jarinya. Data sidik jari ini akan disimpan selama 5 tahun di database mereka. Artinya, kalau kami perlu visa Schengen lagi dalam 5 tahun ke depan, pengambilan sidik jari tidak lagi diperlukan.

Proses di kantor TLS hanya memakan waktu kurang lebih setengah jam. Setelah semua beres, kami tinggal menunggu hasil. Kemajuan visa kami bisa dilacak di website mereka. Akhirnya seminggu kemudian, pengajuan visa Schengen kami diterima. Alhamdulillah… saya yang deg-deg-an sejak awal proses visa ini akhirnya bisa bernapas lega. 

Karena kami sudah kembali ke Surabaya lagi, pengambilan visa ke kantor TLS diwakilkan ke adik ipar saya, dengan membawa surat kuasa bermaterai dan salinan KTP kedua belah pihak. Meskipun hanya mengajukan visa untuk 14 hari sesuai itinerary, visa kami berlaku sampai 3 bulan dengan multiple entries, berlaku sampai 1 Oktober 2014.

Europe… I’m comiiiiiinnngggg…

~ The Emak
Follow @travelingprecil

LAMPIRAN
Ini contoh
surat keterangan kerja, surat keterangan dari sekolah dan contoh itinerary sheet. Klik untuk memperbesar. Boleh diunduh, boleh dibagikan dengan mencantumkan tautan www.travelingprecils.com

Contoh surat keterangan kerja

Contoh surat keterangan dari sekolah
Contoh itinerary

For a thank you, I appreciate if you follow twitter @travelingprecil, instagram @travelingprecils and “like” fanpage FB Traveling Precils.

Ini kisah Keluarga Precils apply visa lainnya:
visa turis Australia
visa turis New Zealand

Baca Juga:
#EuroTrip
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  
Review Novotel Off Grand Place Brussels 
Review Hotel Meininger Amsterdam