Saksi Prabowo di MK yang Berstatus Tahanan Kota Dijebloskan ke Rutan


GELORA.CO – Salah satu saksi Prabowo-Sandiaga di sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Rahmadsyah Sitompul, kini dijebloskan ke tahanan. Hakim PN Kisaran, Sumatera Utara meningkatkan statusnya dari tahanan kota menjadi tahanan rumah negara. 
Penahanan terhadap terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik itu dilakukan usai sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi, di ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Kisaran, Sumut, Selasa (25/6/2019). 
“Iya benar, sudah dilakukan penahanan. Statusnya sebagai tahanan kota dijadikan tahanan rumah negara. Dia ditahan di Rutan Labuhanruku,” kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Sumanggar Siagian saat dikonfirmasi, Rabu (26/6/2019). 
Perubahan status itu dilakukan, karena terdakwa mangkir dari persidangan pada 21 Mei 2019 dan 18 Juni 2019. Rahmadsyah tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas sehingga hal itu dianggap menghambat proses persidangan.
“Demi kelancaran persidangan, Majelis Hakim memutuskan untuk menahan yang bersangkutan,” tandas Sumanggar. 
Rahmadsyah ditahan sebagai tahanan kota oleh Penuntut Umum sejak 1 April 2019 sampai 20 April 2019. Kemudian dilanjutkan oleh Majelis Hakim sejak tanggal 10 April 2019 sampai 9 Mei 2019. Lalu dilakukan perpanjangan penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kisaran sejak tanggal 10 Mei 2019 sampai dengan 8 Juli 2019. 
Pada 19 Mei 2019, Rahmadsyah hadir di sidang gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai saksi dari tim Prabowo-Sandiaga. Saat sidang, Rahmadsyah menjelaskan bahwa dia berstatus tahanan kota dan ke Jakarta dengan alasan membawa orangtuanya untuk berobat. Gaya Rahmadsyah juga sempat disorot hakim karena memakai kaca mata hitam.[dtk]

Hari Ini, Khofifah dan Lukman Bakal Bersaksi di Pengadilan Tipikor


GELORA.CO – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Menag Lukman Hakim Saifuddin dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk hadir sebagai saksi pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini, Rabu (26/6/2019). 
Keduanya akan dihadirkan sebagai saksi untuk dua terdakwa Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.
“Karena di persidangan sebelumnya, Menteri Agama dan Gubernur Jawa Timur tidak datang maka besok (hari ini) dijadwalkan ulang pemeriksaan dua saksi ini sebagai saksi untuk terdakwa Haris dan Muafaq,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/6/2019) malam.
Selain Lukman dan Khofifah, jaksa juga memanggil dua saksi dalam persidangan tersebut, yaitu anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy, Kiai Asep Saifuddin Chalimdan panitia seleksi di Kementerian Agama. 
“Jadi beberapa saksi itu yang besok diagendakan pemeriksaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat,” kata Febri.
Febri pun menyatakan bahwa sampai Selasa belum ada informasi terkait ketidakhadiran Lukman maupun Khofifah untuk jadwal persidangan pada Rabu (26/6). 
“Surat pemanggilan sudah kami sampaikan secara patut dan semestinya. Kami percaya mereka menghormati proses persidangan ini, jadi perlu dipahami bahwa para saksi yang diperiksa besok akan memberikan keterangan di depan Majelis Hakim,” kata Febri. [tsc]

Akhir Cerita Kasus Pemalsuan Ijazah Pak Rektor Nurul Qomar


GELORA.CO – Pelawak kondang yang juga politisi, Nurul Qomar, ditahan di Mapolres Brebes, Jateng. Dia ditangkap polisi terkait dugaan pemalsuan ijazah S-2 dan S-3 yang digunakannya untuk mencalonkan diri sebagai rektor Universitas Muhadi Setiabudhi (Umus) Brebes.
Qomar ditangkap pada Senin (24/6) malam dan langsung dijebloskan ke tahanan Polres Brebes. Tersangka dijemput paksa karena sebelumnya telah beberapa kali dipanggil namun tidak mau datang.
Kasat Reskrim Polres Brebes, AKP Triagung Suryomicho, saat dikonfirmasi membenarkan penahanan terhadap Nurul Qomar sejak Senin malam. Tersangka dijemput paksa dari rumahnya di Cirebon karena beberapa kali dipanggil tidak bersedia datang.
“Yang bersangkutan kita tangkap di rumahnya karena tidak koperatif. Beberapa kali tidak hadir (saat pemanggilan), jadi kita tangkap,” ujar Triagung.
Nurul Qomar merupakan tersangka kasus pemalsuan ijazah S2 dan S3. Eks anggota DPR RI tersebut disangka memalsukan ijazah dari sebuah universitas di Jakarta sebagai syarat mencalonkan Rektor Umus (Universitas Muhadi Setiabudhi) Brebes.
“Tersangka dilaporkan oleh Muhadi Setiabudhi terkait dugaan pemalsuan ijazah S2 dan S3 saat mencalonkan diri sebagai rektor,” ungkap Triagung.
Dedengkot grup lawak Empat Sekawan yang juga politisi ini dinilai melanggar Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.
Menurut polisi Qomar menuliskan dirinya lulus S2 dan S3 di CV saat melamar rektor tapi pada akhirnya tak bisa menunjukkan ijazahnya. CV tersebut digunakan Qomar saat melamar menjadi Rektor Umus, Brebes. Dia dilantik menjadi rektor pada 9 Februari 2017.
Kemudian saat kampus Umus akan menggelar wisuda mahasiswanya pada November 2017 diketahui Qomar tak bisa menunjukkan ijazahnya.
“Qomar tidak bisa menunjukkan ijazah untuk kepentingan wisuda. Selanjutnya, Umus mengirimkan surat kepada perguruan tinggi yang mengeluarkan surat keterangan lulus tersebut. Diperoleh jawaban, bahwa Qomar belum memperoleh gelar S-2 dan S-3,” urai Triagung.
Pada bulan November 2017, Qomar mengundurkan diri dari kampus tersebut. Hingga akhirnya polisi mengungkap bahwa kampus Umus, Brebes melaporkan kasus pemalsuan ijazah oleh Qomar.
Hingga Selasa petang, Qomar belum dibaurkan dengan tahanan lain. Qomar menempati sel tahanan di bagian depan, bersebelahan dengan ruang petugas jaga. Di ruangan inilah Qomar memanfaatkan waktu berbincang dengan keluarga dan berkonsultasi dengan pengacaranya.
“Kami pastikan dulu kondisi kesehatan sebelum dimasukkan ke sel tahanan,” ujar Triagung.
Pemeriksaan kesehatan itu dilakukan terkait adanya permintaan dari pengacara agar Qomar tidak ditahan. Permintaan itu dilakukan dengan dalih bahwa Qomar menderita Asma.
“Nanti kita lihat kondisi kesehatannya. Nunggu pemeriksaan kesehatan selesai dari Dokkes,” tegasnya.
Dan benar saja. Selasa petang akhirnya Nurul Qomar diperbolehkan pulang ke rumah. Penahanannya ditangguhkan karena alasan kesehatan. Furqon Nurzaman, Penasihat Hukum tersangka Nurul Qomar membenarkan hal tersebut.
“Tadi keluar dari Mapolres sekitar jam 17.30 WIB,” ujar Furqon.
Furqon mengakui pihaknya memang mengajukan permohonan ke Polres Brebes agar tidak dilakukan penahanan terhadap Qomar. “Kami tadi meminta dilakukan pemeriksaan oleh dokter dari Polres Brebes. Hasilnya, tensi darahnya tinggi dan ada asmanya,” sambungnya.
Kasat Reskrim Polres Brebes, AKP Triagung Suryomicho, juga membenarkan telah membolehkan Qomar meninggalkan tahanan dengan alasan kesehatan. Namun meski demikian, proses hukum selanjutnya tetap berjalan. Qomar dijadwalkan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Brebes pada Rabu, hari ini.
“Malam ini boleh pulang tapi proses tetap berjalan. Rencananya besok akan diserahkan ke kejaksaan,” pungkasnya.[dtk]

Rahmadsyah, Saksi Prabowo di MK, Dijebloskan ke Penjara


GELORA.CO – Saksi 02 di sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Rahmadsyah Sitompul (33), saat ini sudah resmi ditahan. Hal itu ditetapkan dalam Surat Nomor 316/Pid Sus/2019/PN Kis tanggal 25 Juni 2019 saat sidang mendengarkan saksi hasus penyebaran hoaks Pilkada Batubara 2018 di Pengadilan Negeri Kisaran, Selasa (25/6).
Humas PN Kisaran Miduk Sinaga menjelaskan, pengalihan status Rahmadsyah dari tahanan kota menjadi tahanan rutan disebabkan karena terdakwa dinilai tidak kooperatif. Rahmadsyah sudah dua kali mangkir dalam persidangan tanpa alasan yang jelas, termasuk saat hadir sebagai saksi di sidang MK pada 18 Juni 2019 lalu.
“Ketidakhadiran terdakwa tersebut jelas menghambat proses persidangan,” kata Miduk kepada wartawan, Selasa (25/6).
Setelah mendengarkan putusan hakim, Rahmadsyah langsung dititipkan ke Lapas Labuhan Ruku. Miduk menegaskan, pengalihan status penahanan Rahmadsyah itu tidak ada hubungannya dengan kepentingan politik.
“Pengalihan status tahan terdakwa ini semata untuk mempermudah proses persidangan selanjutnya,” jelasnya.
Pada Rabu, 19 Juni 2019 lalu, Rahmadsyah sempat hadir di sidang MK untuk menjadi saksi dari kubu Prabowo-Sandi. Kehadiran Rahmadsyah itu membuat Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Batubara Edy Syahjuri Tarigan terkejut, karena saat itu Rahmadsyah masih berstatus tahanan kota.
“Simple-nya, dia enggak ada izin sama majelis (hakim). Dia harusnya bersidang tanggal 18 Juni itu, dia kasih surat yang dia enggak datang, alasannya mengantar orangtuanya yang sakit,” ucap Edy.
Status terdakwa Rahmadsyah itu baru terungkap di tengah-tengah sidang MK. Bahkan, dalam sidang itu, Rahmadsyah mengaku belum mengantongi izin untuk datang ke Jakarta dan telah berbohong kepada Kejaksaan Negeri Batubara.
Dalam pengakuannya, Rahmadsyah menyebut ia hanya melayangkan surat pemberitahuan ke kejaksaan. Di surat itu, Rahmadsyah beralasan pergi ke Jakarta untuk menjenguk orangtuanya yang sakit, dan bukan menjadi saksi di sidang MK. [km]

KPK Ultimatum Menag Lukman dan Khofifah untuk Penuhi Panggilan


GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi mengultimatum Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, dan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, untuk dapat hadir dan bersaksi dalam sidang kasus jual beli jabatan di Kemenag di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 26 Juni 2019. 
KPK mengingatkan menghadiri panggilan untuk bersaksi di persidangan merupakan kewajiban hukum setiap warga negara. Apalagi, Lukman dan Khofifah saat ini merupakan pejabat negara yang seharusnya menghormati proses persidangan.
“Semestinya, kami percaya mereka menghormati proses persidangan ini. Jadi perlu dipahami bahwa para saksi yang diperiksa besok akan memberikan keterangan di depan Majelis Hakim. Semestinya semua warga negara Indonesia apalagi pejabat negara itu menghormati proses persidangan. Dan memprioritaskan proses persidangan ini karena kewajiban hukum,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Juni 2019.
Lukman dan Khofifah sedianya dipanggil Jaksa KPK untuk dihadirkan dalam persidangan pada Rabu pekan lalu. Tapi keduanya batal bersaksi dengan alasan ada kegiatan yang tak dapat ditinggalkan. Lukman disebut tengah bertugas di luar negeri, sedangkan Khofifah menghadiri kegiatan RUPS BUMD.
“Karena di persidangan sebelumnya Menag dan Gubernur Jawa Timur tidak datang, maka besok dijadwalkan ulang pemeriksaan dua saksi ini sebagai saksi untuk terdakwa Haris dan Muafaq,” kata Febri. 
Febri menjelaskan, kehadiran Lukman dan Khofifah selaku saksi dipandang penting dalam sidang perkara tersebut. 
Majelis Hakim membutuhkan keterangan mereka terkait perkara ini, termasuk mengenai fakta-fakta yang muncul dalam persidangan. 
Dalam persidangan sebelumnya, Sekjen Kementerian Agama, Mohamad Nur Kholis Setiawan, menyebut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin siap memasang badan agar Haris Hasanudin lolos seleksi dan dilantik sebagai Kakanwil Kemag Jatim.
Padahal, Nur Kholis mengatakan sudah melapor kepada Lukman bahwa Haris tidak lolos seleksi. Bahkan, dia mengklaim sudah menyampaikan kepada Lukman mengenai rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara untuk tidak meloloskan Haris karena pernah mendapat sanksi disiplin.
“Karena Majelis Hakim perlu menanyakan banyak hal, beberapa fakta yang muncul dalam penyidikan KPK juga perlu dikonfirmasi dan posisi sebagai saksi menjelaskan apa yang ia ketahui, apa yang ia dengar, terlepas dari fakta yang kami tuangkan dalam dakwaan. Tentu itu juga akan menjadi perhatian dalam persidangan nanti,” kata Febri.
Selain Lukman dan Khofifah, dalam persidangan dengan terdakwa Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin, dan Kepala Kantor Kemenag Gresik, Muafaq Wirahadi, Jaksa KPK juga bakal menghadirkan mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Rommy, dan tokoh PPP di Jatim, Asep Saifuddin Chalim, serta panitia seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama.
“Jadi beberapa saksi tersebut yang besok diagendakan pemeriksaannya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat,” ujar Febri. [vv]

Copot Kalapas yang Wajibkan Baca Al Quran, Menkumham: Dia Menghilangkan Hak Orang!


GELORA.CO – Akibat kebijakan napi yang bebas bersyarat harus bisa membaca Al Quran, Kalapas Klas II B Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, Haryoto dicopot dari jabatannya oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Yasonna pun menjelaskan maksud pencopotan Hartoyo.
Menurutnya, kebijakan tersebut dinilai dapat menghambat seorang napi yang seharusnya bebas bersyarat tetapi terhambat dengan kebijakan tersebut.  
“Begini, kalau persyaratannya kan enggak boleh itu. Orang kalau sudah bebas bersyarat ya bebas saja. Bahwa tujuannya baik orang harus mempelajari kitab sucinya, Al Quran, Al kitab, oke. Tapi jangan menjadi syarat untuk keluar (bebas),” kata Yasonna kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).
Yasonna sebagai mantan anggota DPR diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota DPR RI Fraksi Golkar Markus Nari. Markus Nari adalah tersangka dugaan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el.
“Kalau dia (napi) enggak bisa-bisa (baca Al Quran) nanti lewat waktunya gimana?” ujar Yasonna menambahkan.
Atas dasar itulah, Yasonna menilai kebijakan yang mewajibkan seorang napi yang bebas bersyarat harus bisa membaca Al Quran juga telah merampas hak seorang napi yang seharusnya bebas.
Politisi PDIP ini menegaskan, alasan pencopotan Kalapas Polman Sulawesi Barat itu bukan karena kuota Lapas tersebut telah over capacity, tetapi telah membuat kebijakan yang dinilai telah merampas hak seorang napi.
“Bukan. Bukan itu (over capacity). Dia (Kalapas Hartoyo) menghilangkan hak orang,” ungkap Yasonna. [rm]

Kalapas Dicopot karena Kebijakan Baca Quran, Praktisi Hukum: Presiden Harus Copot Yasonna


GELORA.CO – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer, Kamil Pasha mengaku tidak percaya atas berita Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Polewali yang mensyaratkan salah satu warga binaan dibebaskan saat masa tahanan habis jika dapat membaca Alquran. Namun, menurut Kamil program tersebut sangat baik untuk memberantas buta huruf Alquran.
“Ini program yang baik. Konsep narapidana dengan warga binaan sudah beda, kalau dulu namanya penjara, sekarang Lembaga Pemasyarakatan,” kata Kamil, Selasa (25/6).
Kamil menyebutkan, salah satu upaya agar warga binaan di dalam Lapas bisa keluar dan diterima masyarakat yaitu melewati proses pembinaan, diantaranya pembinaan agama. Menurut dia, pengetahuan membaca Alquran merupakan salah satu wujud pembinaan agama.
“Saya juga belum lihat bentuk pemaksaannya, ada nggak contoh kasus konkritnya? Siapa nama warga binaan Lapas yang tidak bisa keluar setelah masa hukumannya habis gara-gara tidak mengikuti atau belum lulus program membaca Alquran,” ujarnya.
Maka itu, ia mendorong Menkumham transparan dalam penegakan hukum bagi warga Lapas. Pasalnya, banyak warga Lapas yang dapat keluar bebas ketika menjalani masa hukuman bahkan berhasil keluar Lapas dengan jumlah ratusan seperti di Rutan Lhoksukon, Aceh Utara beberapa waktu lalu.
“Ada juga yang tertangkap tangan oleh KPK dan juga Kalapas mengenai peraturan warga binaan kasus korupsi yang ingin berobat. Padahal itu hanya alasan saja,” ujar dia.
Ia menambahkan, program hapalan dan pemberantasan huruf al-Quran justru disambut baik oleh warga binaan seperi di Lapas Mojokerto, Jawa Timur. Karena itu, yang seharusnya diberhentikan dari jabatannya adalah Menkumham.
“Saran saya presiden copot Menkumham Yasonna Laoly. Banyak warga binaan kasus korupsi yang pura-pura berobat ke Rumah Sakit, padahal tidak. Nah, atas hal itu harusnya presiden mencopot (Yasonna) karena gagal menjalankan tugasnya,” ujar Kamil. [ns]