Banyak julukan yang diberikan untuk Milford Sound, antara lain “tempat yang harus dikunjungi sebelum mati”, dan “keajaiban dunia ke-8” versi Rudyard Kipling. Tempat ini juga menjadi tujuan terfavorit dunia tahun 2008 versi Traveler’s Choice – Trip Advisor. Dina, traveler blogger Indonesia yang ‘pekerjaan’nya berkeliling dunia mengaku Milford Sound adalah tempat wisata favoritnya. “Keindahan alamnya luar biasa, membuatku kehilangan kata-kata dan menitikkan air mata,” tulis Dina di blog-nya: Dua Ransel.
Kata “indah” tidak cukup untuk menggambarkan apa yang kita saksikan di Milford. Gabungan kata spektakuler, dramatis, megah, memesona dan memukau mungkin sedikit mewakili. Sejak awal, Milford Sound menjadi alasan pertama saya mengunjungi New Zealand. Ketika saya mulai mencari tahu tentang Milford dengan meng-google foto-foto, pesona tempat ini langsung menyita perhatian saya. Begitu kami menjejakkan kaki di sana, Milford sound tidak sekadar indah seperti di foto, tapi ada aura magis yang menyelimuti tempat ini. Dengan kosakata bahasa Indonesia yang terbatas, saya coba menggambarkan suasana di Milford sebagai tempat yang agung, akbar, sakral, kudus.
Menyaksikan kano-kano kecil yang terapung menyusuri fiord, di antara pegunungan tinggi (kurang lebih 1200 m) di kanan-kirinya, saya merasa betapa kecilnya manusia di antara alam raya ciptaan Tuhan ini.
Perjalanan Te Anau – Milford Sound
Milford Sound terletak di Pulau Selatan Selandia Baru, 120 km di sebelah utara Te Anau. Perjalanan dari Te Anau ke Milford Sound bisa ditempuh dalam waktu 2 jam dengan mobil. Tapi kalau ingin berhenti di beberapa gardu pandang atau tempat menarik sepanjang perjalanan, sediakan waktu kurang lebih 3 jam.
Kalau dilihat dari peta, kelihatannya Milford ini lebih dekat dengan Queenstown daripada Te Anau. Memang letak Milford sebenarnya di balik Glenorchy, kota kecil di sebelah utara Queenstown. Namun tidak ada jalan tembus karena lokasi tersebut adalah pegunungan batu. Yang hobi hiking (atau tramping, istilah Kiwi-nya) bisa berjalan kaki dari Glenorchy menuju Milford melalui trek Routeburn, 32 km, bisa ditempuh dalam 2-4 hari 🙂 Beberapa operator tur menawarkan perjalanan sehari dengan bis untuk mengunjungi Milford dari Queenstown. Biasanya tur ini dilanjutkan dengan pesiar (cruise) menyusuri fiord, aktivitas ‘wajib’ di Milford. Dulu, saya sempat berpikir untuk ikut tur seperti ini, tapi begitu mengetahui panjang tur-nya 13 jam bolak-balik, dari pagi sampai malam, saya mengurungkan niat. Untuk keluarga yang ingin mengajak anak-anak ke Milford Sound, saya sarankan bermalam di Te Anau agar perjalanan tidak terlalu panjang dan melelahkan.
Yang hanya punya waktu sedikit, tapi punya uang banyak, bisa ikut tur Queenstown – Milford Sound dengan pesawat terbang kecil. Cek pilihan dan tarif tur di sini.
Kami sudah memesan pesiar Milford begitu tiba di Queenstown, melalui kios booking di ujung Queenstown Mal. Ada beberapa operator pesiar, antara lain Mitre Peak Cruises, Southern Discoveries, Cruize Milford dan Real Journeys. Kami memilih yang terakhir karena operator ini yang paling tua, terpercaya dan menjadi perintis tur di Milford. Pertimbangan lain, Real Journeys menggunakan kapal besar, yang lebih stabil ketika mengarungi fiord sehingga foto-foto yang kita ambil tidak goyang (semoga!). Kami memilih jadwal pesiar di pagi hari (jam 10.30) dengan harapan kapal tidak terlalu ramai, dan juga karena harganya sedikit lebih murah daripada pesiar di siang hari (jam 12.30, 13.35). Biasanya turis yang datang dengan bis turis dari Queenstown akan ikut tur siang ini. Tarif tur kami NZD 85 untuk dewasa, NZD 22 untuk anak-anak, dan gratis untuk Little A (yipee!).
Karena harus tiba di Milford sebelum jam 10.30, kami berangkat pagi-pagi dari penginapan kami di Te Anau, sekitar jam 7.30. Waktu itu The Precils belum bangun, langsung saja saya angkut ke mobil. Perjalanan kami dimulai dengan menyusuri danau Te Anau sepanjang 30 km ke arah utara. Kabut-kabut tipis yang menyelimuti gunung di depan kami belum hilang, membuat suasana sedikit mistis. Pemandangan danau menghilang, berganti dengan perjalanan menembus hutan. Kemudian kami dikejutkan dengan pemandangan padang luas penuh dengan alang-alang kuning dan bunga-bunga liar setinggi lutut dan gunung megah yang berdiri tepat menghalangi jalan di depan kami. Ini membuat Si Ayah menepikan mobil dan mulai memotret. Tepat di depan kami parkir, ada dua pengendara sepeda motor yang tampak sibuk memotret. Mereka juga memasang kamera video di helm mereka.
Di tengah-tengah perjalanan Te Anau ke Milford Sound, terdapat danau kecil dengan nama Mirror Lake. Danau berair tenang ini bisa digunakan untuk bercermin. Saya tidak turun ke danau ini karena menjaga The Precils yang masih tidur di mobil. Perjalanan kami lanjutkan setelah Si Ayah puas memotret. Sebenarnya ada beberapa perhentian untuk mengambil foto, namun karena saya takut kami telat sampai di dermaga, lookout tersebut kami lewati dan akan kami kunjungi di perjalanan kembali nanti. Beberapa kilometer sebelum Homer Tunnel, kami berhenti karena melihat pemandangan menakjubkan: puncak gunung berselimut salju dan sungai kecil dengan air bening. Ternyata di sini, kami mendapatkan bonus pengalaman istimewa. Kami disambut oleh Kea, burung khas New Zealand yang berbulu hijau. Saya pernah membaca bahwa Kea ini suka sekali memakan sepatu, karet, sepeda dan lain-lain. Kali ini yang menjadi incaran Kea adalah karet jendela mobil kami. Beberapa kali Kea mematuk karet tersebut, sebelum akhirnya Si Ayah mengusirnya. Sepasang pejalan yang mengendarai campervan, yang ikut menyaksikan peristiwa ini tertawa-tawa. Saya juga ikut tertawa karena mobil sewaan ini sudah dilindungi asuransi 😀 Sementara itu Big A yang sudah bangun terlihat cemas karena burung Kea ini tidak mau pergi dan malah nongkrong di atap mobil kami.
Sukses mengusir si Kea, kami melanjutkan perjalanan dan sampai di mulut Homer Tunnel, sekitar 20 km sebelum Milford Sound. Terowongan sepanjang 1,2 km menembus pegunungan Alpen Selatan. Di dalam terowongan hanya ada satu jalur, sehingga kendaraan yang lewat harus bergantian dari arah Milford maupun Te Anau. Kadang ketika jalanan ramai, antrian menuju terowongan ini lumayan panjang. Untungnya kami hanya menunggu sekitar 7 menit sebelum masuk terowongan. Perjalanan menembus gunung ini sangat mengesankan bagi saya. Begitu melewati terowongan, kami disambut dengan gunung megah di kanan kiri, yang di badannya mengalir puluhan air terjun dari salju yang meleleh.
Mirror Lake
Kea, burung khas New Zealand yang memakan jendela mobil kami
Mulut Homer Tunnel
Berpesiar Menyusuri Fiord
Berpesiar menyusuri fiord (cruise) adalah aktivitas ‘wajib’ begitu kita sampai di Milford Sound. Sebenarnya, selain dengan naik kapal, kita juga bisa menyusuri fiord dengan naik kayak/kano. Tapi usia minimal untuk kayaking adalah 16 tahun. Jadi pesiar adalah pilihan bijaksana untuk keluarga yang ingin menikmati keindahan Milford Sound.
Di dekat dermaga Milford, ada tempat parkir mobil yang disediakan gratis untuk pengunjung. Dari tempat parkir mobil, kami harus berjalan kurang lebih 15 menit menuju dermaga, tempat kapal kami menunggu. Kapal kami, Milford Mariner berangkat tepat waktu. Kru yang ramah menyilakan kami mencari tempat duduk yang nyaman di dalam. Di dalam kapal disediakan kopi dan teh gratis. Makanan kecil bisa dibeli di kafe, sementara makan siang harus pesan terlebih dahulu.
Kapal yang kami tumpangi lumayan besar sehingga cukup stabil ketika berlayar. Ada dua level deck untuk melihat-lihat pemandangan. Satu deck yang selevel dengan kursi kami di dalam kapal dan deck terbuka di level atas. Kami ikut Nature Cruise dengan lama pelayaran sekitar dua setengah jam. Ada pilihan pesiar lain dengan durasi 1 jam 40 menit, dan lebih murah yaitu Scenic Cruise. Bedanya, Nature Cruise ini mengarungi fiord sampai ke laut Tasman dan kembali lagi ke dermaga. Scenic Cruise sekadar melihat-lihat fiord dan balik lagi sebelum mencapai laut lepas. Pemandu di Nature Cruise ini juga menceritakan tentang flora dan fauna yang ada di Milford Sound.
Baru 10 menit kami berpesiar, kawanan lumba-lumba menyambut kedatangan kami. Dari atas kapal kami bisa melihat dengan jelas mereka berenang berkelompok. Seekor lumba-lumba bahkan memamerkan keahliannya melompat. Sayangnya, kecanggihan kamera Si Ayah tidak bisa menangkap momen ini :p Little A yang saya gendong di deck takjub melihat dolphin di habitat aslinya ini. Saya juga seakan tidak percaya berada di Milford memandang kawanan dolphin yang bermain-main. Di Sydney banyak ditawarkan tur untuk melihat lumba-lumba, tapi tidak ada jaminan bisa melihat mereka dengan jelas, dan harga tur-nya juga tidak murah.
Selain lumba-lumba, kami juga bisa melihat anjing laut (seal) di habitat aslinya dari dekat. Ketika terlihat sekelompok anjing laut rebahan di karang, kapal kami mendekat dan memberi kesempatan pada kami untuk memotret sepuasnya. Sampai sekarang, Little A masih ingat anjing laut ini kira-kira berusia 3 tahun, sama seperti dirinya 🙂 Kata pemandu tur ini, biasanya di pesiar kita juga bisa menjumpai penguin. Tapi mereka akan hilang bermigrasi ke arah selatan ketika musim panas tiba.
Vegetasi yang tumbuh di kawasan Milford ini terutama dari golongan paku-pakuan (fern) atau nama latinnya Pteridophyta. Simbol New Zealand yang banyak dicetak di berbagai suvenir adalah silver fern. Pemandu tur juga menunjukkan kepada kami fern tree yang banyak tumbuh di teluk-teluk kecil sepanjang fiord. Kalau di Indonesia mungkin mirip tanaman Pakis Haji.
The Precils, selain tertarik dengan lumba-lumba dan anjing laut, juga senang melihat air terjun yang jatuh dari batu karang. Ada beberapa air terjun di Milford, di antaranya yang paling terkenal adalah air terjun Fairy, Stirling dan Lady Bowen. Ketika kami mengikuti pesiar ini, cuaca cerah, matahari bersinar terik. Kami beruntung mendapati cuaca cerah yang jarang terjadi di Milford. Tapi bagi mereka yang mendapatkan hujan ketika berpesiar, akan mendapatkan bonus air terjun yang airnya melimpah. Kapal kami mendekat begitu air terjun ini mulai kelihatan. Di air terjun Stirling, kapal hampir menempel di bibir karang sehingga kami bisa merasakan butir-butir air membasuh tubuh kami. Pemandu tur mengatakan bahwa air terjun Stirling ini berkhasiat membuat kita tampak lebih muda. Tapi mungkin dia cuma bercanda 🙂
Lumba-lumba menyambut kedatangan kami 🙂
Anjing Laut yang leyeh-leyeh di batu karang
Salah satu air terjun di Milford Sound
Di awal pesiar, Little A dan Big A tampak belum benar-benar terjaga, mata mereka masih menahan kantuk. Little A sempat muntah sedikit di dalam mobil ketika kami baru akan sampai Milford Sound. Mereka juga masih lemas karena belum sarapan. Saya sudah menyiapkan beberapa roti tangkup, camilan, dan buah-buahan untuk perjalanan ini, tapi tampaknya The Precils kurang berselera. Big A mau makan setelah saya belikan muffin coklat di kafe. Sementara Little A mau makan buah sedikit-sedikit. Setelah anak-anak kenyang, baru mereka bisa tertawa-tawa dan menikmati perjalanan. Ketika mood Little A membaik, dia meminjam kamera Kakaknya dan mulai memotret.
Pesiar pagi mungkin tidak cocok untuk mereka yang tidak bisa bangun pagi. Selama di New Zealand, The Precils tidak bisa bangun pagi, tubuh mereka tidak mau menyesuaikan dengan waktu Selandia Baru yang 2 jam lebih awal. Jadi kalau di Sydney mereka bangun jam 7, di New Zealand mereka bangunnya jam 9. Tips untuk yang ikut pesiar pagi dengan anak-anak, usahakan mereka makan sesuatu sebelum perjalanan agar tidak pusing dan mabuk laut.
Little A memotret Ayahnya (baju oranye) dari dalam kapal
Little A memotret The Emak dan Big A di dalam kapal.
Di sepanjang pesiar, kami mendapati beberapa kelompok orang yang menyusuri fiord dengan kayak. Tampaknya asyik sekali naik kayak ini, bisa menikmati fiord lebih dekat lagi. Mereka bisa singgah dan beristirahat di teluk-teluk yang ada di sepanjang fiord. Salah satu teluk yang terkenal adalah Anita Bay, yang sering dikunjungi orang-orang Maori untuk mencari takiwai (salah satu jenis batu hijau). Selain berpapasan dengan kayak, kami juga berpapasan dengan kapal-kapal lainnya, yang dari jauh tampak kecil sekali dibandingan pegunungan di kanan kiri kami.
Fiord adalah lembah yang terbentuk oleh aktivitas glasial yang kemudian dipenuhi oleh air laut. Lembah ini bisa sangat dalam, melebihi kedalaman lautan. Di New Zealand, fiord juga dikenal dengan nama ‘sound’. Panjang Milford Sound sekitar 15 km dari laut Tasman. Di ujung fiord dekat laut Tasman terdapat mercu suar St Anne yang membantu navigasi para pelaut. Dari laut lepas, ‘pintu masuk’ fiord ini tidak begitu kelihatan sehingga bertahun-tahun fiord ini diabaikan oleh para pelaut.
Dalam perjalanan kembali dari laut lepas, saya bisa lebih menikmati pesiar ini. The Precils sudah mulai gembira dan bermain berdua di dalam kapal. Saya dan Si Ayah bisa pacaran sebentar di dek sambil tak bosan-bosan mengagumi megahnya fiord ini. Empat hari kemudian, ketika kami bangun di sebuah motel di Christchurch, pada hari ulang tahun saya, Si Ayah meminta maaf tidak bisa memberi saya hadiah ultah. Saya langsung teringat momen ini. Bagi saya, perjalanan ke Milford Sound ini sudah lebih dari cukup sebagai hadiah ulang tahun. Pengalaman ini merupakan hadiah ultah terbaik yang pernah saya terima 🙂
Kapal yang tampak seperti titik, menyusuri fiord di Milford Sound
Tumben Big A mau berpose untuk Little A. Mitre Peak sebagai background.
Kafe Blue Duck di dekat tempat parkir
Di akhir pesiar, kami ditawari paket foto berisi foto kami sekeluarga yang diambil sebelum kapal berangkat, gantungan kunci yang bisa diisi foto kami versi kecil, dua kartupos dari foto kami dan CD berisi foto-foto pemandangan Milford Sound. Harganya lumayan mahal, NZD 30. Tapi karena Little A sudah senang memegang paket tersebut, dan saya dalam hati juga ingin kenang-kenangan dari Milford Sound, akhirnya Si Ayah merelakan uangnya 🙂 Kami mengirim dua kartu pos tersebut ke Opa/Oma dan Uti/Kakung di Indonesia.
Kami yang sudah kelaparan segera menuju kafe yang letaknya di sebelah tempat parkir. Harga makanan di kafe ini cukup masuk akal. Kami memesan pie Mrs Mac, pasta dan wedges (kentang goreng). Air minum disediakan gratis, tinggal mengambil dari keran. Ini adalah air putih tersegar yang pernah saya minum seumur hidup. Sampai sekarang saya masih ingat kesegarannya 🙂
Begitu kenyang, kami bisa jalan-jalan sebentar di dekat tempat parkir sambil mengagumi Mitre Peak yang berdiri megah. Saya sebenarnya ingin mempunyai foto keluarga di spektakuler ini, tapi sayangnya Little A ngambek tidak mau difoto. Akhirnya kami meninggalkan Milford menuju Te Anau. Dalam perjalanan pulang, anak-anak bisa tidur di mobil. Kami berhenti di tiga look out (gardu pandang). Salah satunya adalah di pinggir sungai yang airnya begitu bening hingga nampak batu-batu di bawahnya. Di sungai ini kami bertemu dengan Ibu dari Perancis, pengendara sedan merah yang berpapasan dengan kami di Glenorchy. Tak lupa saya berpesan agar dia mengunjungi Indonesia suatu saat nanti. Air sungai yang jernih mengundang saya untuk mencicipinya. Di buku panduan, tidak ada garansi bahwa air sungai di New Zealand aman untuk langsung diminum. Tapi kata pemandu berkuda di Glenorchy, dia sering minum dari air sungai dan tidak pernah sakit perut. Kata-katanya terbukti benar, saya ambil air sungai ini untuk mengisi ulang botol minum, yang saya habiskan dalam sehari. Untuk yang gampang sakit perut, jangan ditiru ya :p
Kira-kira setengah jam sebelum Te Anau, kami dibuat takjub dengan pemandangan gerumbul kuning di sepanjang jalan. Si Ayah, yang insting fotografinya keluar, segera menepikan mobil dan mengambil beberapa foto yang lumayan dramatis untuk kelas fotografer amatir 🙂 Foto-foto ini menjadi suvenir utama kami dari pengalaman jalan-jalan ke Milford Sound.
Te Anau adalah kota kecil di tepi danau di Pulau Selatan Selandia Baru, 170 km sebelah barat daya Queenstown. Kota ini biasa dijadikan persinggahan para pejalan yang akan mengunjungi Milford Sound atau Doubtful Sound.
Sebenarnya Milford Sound bisa dicapai dengan perjalanan tanpa menginap (day trip) dari Queenstown menggunakan bis turis. Namun saya tidak yakin The Precils sanggup bertahan dalam perjalanan bolak-balik selama 13 jam menggunakan bis. Karena itu singgah di Te Anau merupakan pilihan terbaik. Saya memutuskan menginap di Holiday Park setelah gagal mencari motel di bawah NZD 150 per malam. Budget saya untuk Te Anau memang saya pasang di bawah $150 karena kami sudah lumayan bermewah-mewah di Queenstown. Ini adalah pertama kali kami menginap di lodge, salah satu jenis penginapan di Holiday Park. Tak disangka, The Precils senang sekali menginap di sini karena ada fasilitas taman bermain. Saya juga puas dengan fasilitas mesin barbekyu gratis dan tarif internet wifi yang lumayan murah, ‘hanya’ $10 untuk 24 jam 🙂
Perjalanan Queenstown – Te Anau
Dari Queenstown, Te Anau bisa ditempuh selama 2 jam dengan mobil. Dari kota Queenstown kami menyusuri tepi danau Wakatipu sampai di Kingston, kemudian melewati kota-kota kecil: Athol dan Mossburn. Navigasi untuk rute ini mudah sekali karena ada papan penunjuk jalan di setiap tikungan. Tinggal ikuti rambu menuju Te Anau, dijamin tidak akan tersesat meski tidak membawa GPS. Jalan yang dilalui sudah teraspal semua dan selalu mulus. Sepanjang perjalanan kami menemui banyak pemandangan menarik yang tidak biasa atau belum pernah kami lihat sebelumnya. Dari Queenstown sampai Kingston, mata dimanjakan oleh keindahan danau Wakatipu, dari sisi yang lain dari perjalanan kami ke Glenorchy. Beberapa kali kami menepikan mobil di pinggir jalan untuk mengabadikan panorama indah ini. Dari Kingston, kami melewati beberapa peternakan, baik domba, sapi maupun kuda. Melihat ratusan domba yang asyik merumput di bukit hijau atau kawanan sapi yang leyeh-leyeh di antara gerumbul semak berbunga kuning membuat mata saya takjub. Lebih takjub lagi ketika melihat kawanan sapi yang muncul dari balik padang rumput setinggi tubuh mereka. Pantas saja sapi di sini gemuk-gemuk ya 🙂
Danau Wakatipu, dekat Kingston
Peternakan sapi
Si Ayah berfoto dg bunga Lupin yang tumbuh liar di tepi jalan, dg latar belakang ratusan domba merumput.
Fasilitas di Holiday Park
Holiday Park adalah taman yang menyediakan tempat menginap dan fasilitas yang bisa digunakan bersama. Menginap di Holiday Park menjadi alternatif penginapan murah di Australia dan New Zealand untuk pejalan yang ber-budget tipis. Di Holiday Park sendiri ada berbagai jenis akomodasi, mulai dari sekedar tempat untuk mendirikan tenda, tempat memarkir caravan/campervan/motorhome, kabin sederhana tanpa kamar mandi, kabin dengan kamar mandi dan juga akomodasi seperti motel atau flat turis. Beberapa Holiday Park menyediakan bunk bed seperti hostel, yang lazim untuk backpacker. Pilihan kami adalah lodge, dengan dua kamar yang dihubungkan oleh kamar mandi di tengah-tengahnya. Tarif lodge semalam untuk 2 dewasa dan 2 anak adalah NZD 135. Lodge ini saya pesan langsung dari websitenya, sebelum kami memulai road trip ke Pulau Selatan New Zealand.
Sesuai namanya, Te Anau Lakeview Holiday Park terletak di tepi danau Te Anau. Dari teras depan kamar, kami bisa memandang tepian danau, meskipun terhalang oleh jalan. Kamar pertama berisi satu double bed dan kamar kedua berisi dua single bed untuk The Precils. Masing-masing kamar dilengkapi dengan TV, kulkas mini, ketel air panas, pemanggang roti, dan peralatan makan seperti piring, gelas, sendok, garpu, pisau dan serbet. Selain menyediakan kopi, teh dan gula, kami juga mendapatkan bumbu garam dan lada hitam (yang berguna untuk barbekyu). The Precils senang sekali mendapatkan kulkas mini sendiri. Tanpa disuruh, mereka dengan sukarela menata makanan di kulkas tersebut.
Bangunan lodge kami sepertinya sudah tua, tampak dari kamar mandinya yang seperti kamar mandi tahun 60-an. Ketika lampu kamar mandi dinyalakan, secara otomatis kipas angin yang mengeluarkan suara bising juga ikut nyala. Little A sampai takut dan malas mandi di lodge ini :p Untungnya ranjang dan interior lainnya sudah mendapat sentuhan renovasi.
Kamar The Precils
Little A suka mini kulkas ‘pribadi’ nya
Te Anau, danau yang namanya sama dengan nama kotanya, adalah danau terbesar kedua di New Zealand setelah danau Taupo di Pulau Utara. Sayang sekali, kami tidak sempat jalan-jalan sama sekali di tepi danau atau pun pusat kota Te Anau, bahkan sekedar untuk berbelanja. Menginap dua malam di Holiday Park ini benar-benar kami gunakan untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga sebelum dan sesudah mengunjungi Milford Sound.
Ketika sampai di Koromiko Lodge sekitar jam 3 sore, kami langsung beres-beres dan istirahat sebentar. Sejam kemudian, the precils minta ditemani ke taman bermain. Saya sekalian menyiapkan makan malam. Karena lodge kami tidak dilengkapi dengan fasilitas dapur, saya menggunakan fasilitas barbekyu listrik yang letaknya kebetulan dekat dengan taman bermain. Mesin barbekyu ini mudah sekali digunakan, tinggal memencet tombol dan mesin akan menyala selama lampu hijau menyala. Di samping mesin barbekyu ada meja kursi untuk makan dan bak cuci piring untuk beres-beres. Bahan makanan untuk barbekyu sudah kami beli semua di Queenstown. Capek bermain, the precils makan dengan lahap menu sederhana kami: daging barbekyu, nasi dan lalapan (salad).
Pagi harinya kami melakukan day trip ke Milford Sound, sekitar 2 jam dari Te Anau dengan mobil. Pulang dari Milford Sound, sekitar jam 4 sore, saya lumayan capek, tapi The Precils tetap ingin main-main di playground. Mereka berkenalan dengan dua precils dari Amerika yang diajak ortunya berkeliling New Zealand, menginap di tempat ini dengan berkemah. Pikir saya, hebat bener precil-precil ini, masih balita sudah diajak camping keliling dunia 😀 Little A cepat akrab dengan Bella yang seusia dengannya, 3 tahun. Sementara Kakak Bella, laki-laki usianya sekitar 5 tahun. Saya mengamati, Precils Amerika ini memang pemberani dari ‘atraksi’ mereka di playground.
Menu makan malam hari kedua di Te Anau kembali dari mesin barbekyu, kali ini sate ayam, nasi dan lalapan. Saya membeli daging ayam yang sudah dibumbui dan ditusuk dengan bambu, di sini istilahnya chicken kebab. Daging berbumbu seperti ini praktis karena tinggal dibakar atau dipanggang di atas mesin barbekyu, dengan menambahkan sedikit mentega atau minyak zaitun. Kalau ingin membeli daging ayam yang bersertifikat halal di New Zealand, carilah merek Brink’s. Dengan perut kenyang, kami bisa tidur nyenyak memulihkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan ke Wanaka.
Kayaknya asyik juga bersepeda keliling danau
Big A di taman bermain. Di belakangnya adalah kabin-kabin sederhana.