Bikin Kacau PPDB 2019, Mendikbud Diminta Mundur


GELORA.CO – Anggota Komisi X DPR RI Toriq Hidayat meminta Mendikbud Muhadjir Effendy bertanggung jawab atas kisruh PPDB 2019.
JIka tidak bisa memberikan solusi mengantisipasi siswa yang tidak tertampung, Mendikbud diminta mundur.
“Mendikbud harus bertanggung jawab atas kisruh ini karena kebijakan PPDB dengan 90 persen zonasi ini ternyata banyak merugikan calon peserta didik. Banyak siswa dengan nilai UN baik tapi tidak lolos PPDB hanya karena harus bersaing jarak rumah dengan sekolah,” kata Toriq di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Menurut Toriq, sebelum memberlakukan sistem zonasi 90 persen seharusnya Mendikbud mempertimbangkan sebaran sekolah negeri dan guru yang belum merata disemua daerah. Akibatnya, ada siswa yang terlantar tidak bisa masuk sekolah negeri karena minimnya jumlah sekolah didaerah itu dan sebaliknya ada juga sekolah yang kekurangan calon siswa.
“Sistem zonasi dalam PPDB memiliki niatan yang sangat baik untuk mengedepankan azas pemerataan dalam pendidikan. Menghilangkan stigma sekolah favorit dan non favorit. Namun, disisi lain ternyata pemerintah melalui Kemendikbud mengabaikan sebaran sekolah negerai yang tidak merata di seluruh Indonesia. Seharusnya, sebaran sekolah negeri yang tidak merata tersebut menjadi elemen yang diperhitungkan dalam penyusunan permendikbud yang ada,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Toriq juga mengkritik kebijakan Kemendikbud yang mengeluarkan revisi juknis PPDB 2019 dengan menambahkan kuota prestasi menjadi 15 persen. 
Menurutnya, kebijakan itu buka solusi bijak karena akan menyebabkan kegaduhan baru karena sejumlah daerah sudah menyelesaikan proses pendaftaran PPDB dan tinggal mengumumkan hasil seleksi.
“Surat edaran Mendikbud no.3 tahun 2019 tentang PPDB yang dikeluarkan hari ini tanggal 21 Juni, sangat kontra produktif. Saat ini sebagian besar daerah sudah melakukan PPDB bahkan tinggal menunggu hasil seleksi, kalau ini diterapkan, akan ada 10 persen calon peserta didik jalur zonasi yang akan terpangkas. Dan mereka sudah tahu mereka bakal lolos karena hasil seleksi sudah diumumkan online, ini akan menimbulkan kegaduhan baru dan tambah runyam,” tambah Toriq.
Untuk itu, Toriq menyarankan ada revisi juknis PPDB melalui surat edaran Mendikbud tersebut hanya diberlakukan untuk daerah yang belum memulai PPDB.
“Jangan memaksakan solusi ini untuk daerah yang sudah PPDB. Bukan menyelesaikan masalah, nanti malah menimbulkan masalah baru. Kasian calon siswa dan orang tuanya,” imbuhnya. [ts]

Lihat, Sudah Ada Aksi Minta MK Diskualifikasi Jokowi – Ma’ruf


GELORA.CO –  Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan mengimbau masyarakat tidak usah melakukan unjuk rasa di depan gedung MK saat majelis hakim konstitusi membacakan putusan sengketa hasil Pilpres 2019.
Harry mengharapkan masyarakat agar menonton sidang pembacaan putusan lewat siaran langsung televisi.
“Saya menyampaikan dengan pengalihan (arus lalulintas,red) kemarin atau penutupan di depan MK, banyak masyarakat terganggu. Saya berharap masyarakat nonton di tv saja,” kata Harry di Gedung MK, Selasa (25/6).
Sejauh ini, kata Harry, pihaknya tidak memberikan izin kepada kelompok mana pun untuk menggelar aksi di MK.
Di samping itu, menurut Harry, aksi di MK menurut sejumlah pihak tidak relevan dilakukan. “Sudah ada imbauan juga dari tokoh-tokoh bahwa tidak ada pengarahan di depan kantor MK pada saat penetapan,” kata Harry.
Meski demikian, apabila nantinya saat sidang putusan akan ada aksi massa, maka pihak kepolisian akan mengarahkan massa ke sekitar Patung Kuda atau Gedung Sapta Pesona. Harry menegaskan aksi tidak boleh digelar di depan MK.
Sementara, hari ini sudah ada sejumlah massa yang menggelar aksi damai di kawasan Patung Kuda, Jakarta. Mereka mengusung tuntutan, mendesak hakim MK mendiskualifikasi Jokowi – Ma’ruf Amin. [jn]

Eks Penasihat KPK: MK Mencoba Hindari Aksi Massa Salat Jumat di Monas


GELORA.CO – Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua menyebut ada dua kemungkinan yang menjadi alasan Mahkamah Konstitusi (MK) mempercepat sidang putusan PHPU Pilpres 2019. Salah satunya, untuk menghindari aksi massa besar-besaran yang rencananya akan dilakanakan pada Jumat (28/6/2019) pekan ini.
Hal itu dikatakan Abdullah saat memimpin aksi massa mengawal MK di depan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Abdullah menduga alasan MK mempercepat sidang putusan pada 27 dari tanggal 28 Juni lantaran pada tanggal berberapa ormas telah merencanakan menggelar salat Jumat di Monumen Nasional, Jakarta Pusat.
“Sehingga mereka (MK) mencoba menghindari tanggal 28 hari Jumat, kan malalui operasi intelijen tahu kami akan salat Jumat di sini Monas akan seperti 212. Menghindari itu,” tutur Abdullah.
Sementara, kemungkinan kedua mengapa MK mempercepat sidang putusan mungkin dikarenakan majelis hakim sudah cukup yakin untuk memutuskan perkara pada tanggal 27 Juni.
“Kalau itu kami lihat nanti. Mereka berani independen profesional tidak seperti KPU atau Bawaslu yang takut ancaman,” ujarnya.
Lebih lanjut, Abdullah mengatakan meskipun sidang putusan MK dipercepat, pihaknya tetap akan menggelar aksi mengawal MK.
Aksi massa mengawal putusan tersebut akan terus berlangsung hingga tanggal 27 Juni.
“Khusus untuk beri dukungan dan support moral ke MK agar tidak takut punya keneranian independen, integritas, dan melaksanakan tugas sesuai tupoksi. Kami kawal sampai selesai,” tandasnya. [sc]

Halal Bihalal Purnawirawan TNI Hampir Batal, Dipersulit hingga Ada Helikopter Mondar-Mandir


GELORA.CO – Hari ini, ribuan purnawirawan TNI dan Polri menggelar halal bihalal bertempat di Masjid At Tin, kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Acara ini juga dihadiri sekitar 500 jenderal. Beberapa di antara yang hadir ada jenderal bintang empat, seperti mantan Panglima TNI Jenderal (Purn), Gatot Nurmantyo; mantan KSAD, Jend (Purn) Agustadi Sasongko; mantan KSAU, Marsekal (Purn) Imam Sufaat; dan Laksmana (Purn), Tedjo Edi Purjiatno.
Sementara itu, bintang tiga yang hadir antara lain mantan Mensesneg, Letjen (Purn) Sudi Silalahi; mantan Sesjen Wantanas, Letjen TNI (Purn) Romulo Simbolon; mantan Wamenhan, Letjen TNI ( Purn) Sjafrie Sjamsoeddin; dan mantan Danjen Kopassus, Letjen TNI (Purn) Agus Sutomo.
Kegiatan tersebut nyaris dibatalkan karena pelaksanaannya terkesan dipersulit. Sebelum digelar di TMII, panitia sempat beberapa kali berganti lokasi.
Kegiatan tersebut awalnya akan digelar di Sentul Convention Center, Bogor pada Sabtu (16/6).
Panitia halal bihalal, Brigjen (Purn) DJ Nachrowi mengatakan, pihaknya sudah diberi izin oleh pengelola Sentul Convention Center. Sehari sebelum acara, panitia mendapatkan bahwa gedung tak bisa digunakan, padahal undangan acara sudah disebar.
“Panitia mencoba menemui manajer SCC, namun ternyata manajer sudah mengundurkan diri,” jelas Nachrowi.
Panitia akhirnya mencari alternatif gedung dengan mencoba menghubungi pengelola gedung pertemuan di SCBD, namun juga dipersulit.
Akhirnya lokasi acara dipindahkan ke sebuah gedung pertemuan di kawasan TMII. Panitia diberitahu bahwa tanggal 24 Juni jadwalnya kosong.
Lagi-lagi, panitia harus kecewa. Ketika akan dibooking, panitia diberitahu pada tanggal tersebut sudah ada yang menyewa.
“Kami merasa dipersulit. Tapi kami paham situasinya,” ujar Nachrowi.
Pada akhirnya pihak panitia mendapat lokasi di Masjid At Tin. Ia berujar, lokasi tersebut sebenarnya tak ideal lantaran tidak semua yang hadir beragama Islam.
“Tapi apa boleh buat. The show must go on. Ketika kami memasang tenda, tampak helikopter mondar-mandir di udara,” tambahnya.
Panitia mengundang 3.000 orang purnawirawan TNI-Polri (ABRI) mulai dari jenderal sampai tamtama. Tercatat yang hadir mencapai 7.000 orang dari berbagai provinsi.
Kegiatan halal bihalal ini diisi penceramah dari ulama kondang, KH Abdullah Gymnastiar yang juga putra seorang perwira purnawirawan. [md]