Memesan Vila di Bali dengan Airbnb

Vila Ratna 2 di Ubud yang kami pesan via Airbnb

Setelah sukses memesan tiket pesawat ke Bali dengan poin Garuda Miles, saya mulai berburu penginapan di Ubud. Tadinya saya pengen menginap di Tegal Sari, hotel kecil yang langganan menang di Tripadvisor untuk kategori Bargain Hotels. Tapi ternyata untuk tanggal yang kami perlukan, vilanya sudah penuh. Ya maklum sih, pas ada acara Ubud Writers and Readers Festival.

Lalu saya ingat masih punya kredit di Airbnb. Aha! Saya kan–alhamdulillah–menang kuis @kartupos yang hadiahnya voucher Airbnb yang lumayan banget, $250. Cukup lah ya buat sewa vila dua kamar dengan kolam renang pribadi.

Tidak perlu iri dengan kemujuran saya yang sering menang kuis, hehe. Kalau mau voucher juga, bisa langsung daftar Airbnb dari tautan ini: https://www.airbnb.com/c/akumalasari. Nanti otomatis akan mendapatkan kredit/voucher sebesar $20 (sekitar Rp 279 ribu) untuk pemesanan pertama. Mendaftar Airbnb gampang, bisa menggunakan akun Facebook, Gmail atau email yang lain. Kalau masih bingung caranya, bisa membaca tulisan saya yang ini.

Yang pengen dapat voucher, daftar di sini ya: https://www.airbnb.com/c/akumalasari

Cara memesan di Airbnb juga gampang. Setelah punya akun, kita tinggal search, ketikkan destinasi di kolom yang ada gambar kaca pembesarnya. Lalu masukkan tanggal cek in cek out dan jumlah orang yang menginap. Airbnb akan mencarikan penginapan yang tersedia di tanggal tersebut, dengan peta lokasi di sebelah kanan. Kita bisa menggeser peta sesuai kebutuhan. Kita juga bisa mengatur harga maksimal, tipe kamar atau fasilitas yang kita mau.
 
Di Ubud, sudah banyak vila cantik-cantik yang tersedia di Airbnb. Sekarang juga sudah ada fasilitas Instant Book, artinya pesanan kita akan langsung terkonfirmasi. Fitur ini ditandai dengan gambar flash/petir berwarna kuning.

Dulu ketika saya memesan apartemen di Paris dengan Airbnb, saya harus mengirim pesan ke host dulu, memastikan bahwa di tanggal tersebut apartemennya kosong. Tapi untuk vila di Ubud ini, saya tinggal klik instant book kalau memang sudah mantap dengan vila tersebut. Tidak perlu mengirim pesan ke host, kecuali kalau memang ada yang ditanyakan. Baru setelah pesanan vila saya terkonfirmasi, saya mengirim pesan perkenalan ke host.

Sangat banyak pilihan yang tersedia di Ubud. Saya sendiri sampai bingung berhari-hari membandingkan satu vila dengan lainnya. Saya pengennya menginap di vila dua kamar biar duo Precils tidur di kamar sendiri, sementara saya dan Si Ayah bisa nganu, tidur dengan nyaman juga 😀 Lalu kolam renang juga wajib, kalau bisa kolam privat biar saya bebas pakai bikini, hahaha. Sarapan pagi nggak begitu penting, karena biasanya vila ada dapurnya. Lagipula, kami mungkin pengen nyoba sarapan di kafe yang trendi.

Karena susah milih, vila-vila yang saya taksir saya masukkan ke wishlist (klik tanda hati). Ini contekan wishlist saya, yang buanyak banget saking bingungnya: https://www.airbnb.com/wishlists/40161556. Akhirnya saya menemukan Vila Ratna 2 dan jatuh hati karena desain interiornya yang cerah, dan harganya juga di bawah vila 2 kamar lainnya. Kalau tertarik menginap di Vila Ratna 2, ini tautannya: Listing: https://www.airbnb.com/rooms/5451185.

Selain dari harga dan fasilitas yang disediakan, saya memilih vila ini juga karena review-nya bagus. Tadinya ada vila yang saya taksir juga, tapi dari reviewnya, sering ada orang yang masuk begitu saja ke dalam vila menawarkan transport, jadi privasi nggak terjamin. Duh, ngeri kan kalau gini? Saya juga tidak berani pesan vila baru yang belum ada review-nya.

Tarif menginap di Airbnb mengikuti rate USD. Ketika saya memesan di bulan Juni 2015, tarif per malam adalah Rp 1.267.509. Service fee dari Airbnb sebesar Rp 306.871. Total yang harus saya bayar untuk dua malam adalah Rp 2.841.889. Tapi bayarnya nggak perlu pakai uang karena saya masih punya kupon. Uang yang saya keluarkan untuk memesan vila ini adalah Rp 0. Kalau kredit atau kupon airbnb tidak mencukupi, sisanya bisa dibayar dengan kartu kredit atau kartu debit. Untuk memasukkan nomor kartu yang digunakan untuk membayar, klik account setting >> payment methods >> add payment methods >> masukkan nomor kartu dan data lainnya >> klik Add Card. Kartu kredit yang diterima untuk pembayaran adalah visa, mastercard, amex dan discover. Kalau tidak punya kartu kredit, bisa pinjam punya orang lain. Saya memasukkan nomor kartu kredit punya suami di akun saya dan nggak masalah. Sementara untuk kartu debit, yang sudah saya coba masukkan dan diterima adalah kartu debit dari Permata Bank yang ada tulisannya VISA Electron. Kartu Debit dari Bank Mandiri ditolak. Coba aja deh semua kartu yang ada 🙂

Berikut screenshot pemesanan saya menggunakan apps Airbnb di iPad.

Beres? Ternyata belum. Sebulan sebelum berangkat, ada perubahan rencana. Big A ternyata ada acara outbond di sekolah, jadi tidak bisa ikut ke Ubud. Hiks. Akhirnya rencana kami juga ikut berubah. Yang tadinya menginap dua malam, terpaksa jadi menginap semalam saja karena esoknya harus menjemput Big A di sekolah.

Untungnya pemesanan di Airbnb bisa diubah. Ini tergantung kebijakan pembatalan dari host ya. Kebetulan host yang ini, Mbok Ratna, cancellation policynya moderate (bisa dilihat di profil penginapan). Artinya, 5 hari sebelum tanggal kedatangan, pesanan masih bisa diubah. Nanti uangnya dikembalikan, kecuali biaya servis Airbnb.

Seminggu sebelum berangkat, saya mengubah pesanan dari dua malam menjadi satu malam saja. Saya juga mengirim pesan ke host bahwa rencana berubah karena anak saya ada acara di sekolah. Alhamdulillah host langsung menyetujui perubahan ini dan uang (kredit) saya dikembalikan satu malam. Nggak masalah.

Untuk mengubah atau membatalkan pesanan, klik Your Trips >> klik Change or Cancel >> pilih Change Reservation >> ubah tanggal atau jumlah tamu >> Submit Alteration.

Ingat, perubahan atau pembatalan mengikuti kebijakan pembatalan dari host. Cek dulu cancellation policy masing-masing penginapan di profilnya. Kalau kebijakannya strict, booking tidak bisa dibatalkan.

Pesan vila sudah beres. Sekarang tinggal packing bikini. Ada yang mau ikut kami renang-renang di kolam pribadi di Ubud, lanjut dengan ngopi atau ngeteh di gazebo tepi sawah?

~ The Emak

Follow @travelingprecil

Review: Hotel Greenhost Yogyakarta

Saya selalu pengen mencoba menginap di hotel-hotel baru yang lagi happening. Masalahnya, agak susah untuk hotel di kota Jogja, Malang, atau Surabaya. Lha ibu dan adik saya ada rumah di pinggiran Jogja, ngapain nginep di hotel? Harus ada strategi, alasan lain yang tidak menyakiti hati ibu (atau ibu mertua di Malang). Alhamdulillah, doa istri salehah terkabul, saya memenangkan voucher $50 dari Agoda. Cukup lah untuk pesan 2 kamar dan nginep-nginep cantik.

Pilihan saya jatuh ke Hotel GreenHost di daerah Prawirotaman. Sebenarnya inceran saya ada dua: Hotel LOKAL di daerah Gejayan, atau hotel ini. Tapi karena tarifnya lebih murah hotel GreenHost (400 ribuan termasuk pajak), ya sudahlah nanti coba Hotel Lokal lain kali kalau ada rezeki.

Tampak Depan
Lobi
Lobi

Sesuai namanya, hotel GreenHost ini benar-benar green, hijauuuuuu di mana-mana. Tampak depannya dihiasi dengan tanaman rambat dan pot-pot kecil, jadi gampang dibedakan dari bangunan sekitarnya. Hotel ini nylempit di jalan Prawirotaman 2 No. 629. Kalau dilihat di Google Map, nama jalannya Jl Gerilya, satu blok dari jalan Prawirotaman dan Jl Tirtodipuran. Hotel ini juga berada di jalan yang sama dengan hotel Gallery Prawirotaman yang lebih besar dan sudah lebih populer.

Sebelum menginap, saya sudah mengintip website mereka. Desain kamarnya bisa kita pilih, tentu sesuai persediaan ya. Saya memilih kamar Studio Kita 1, dengan dinding plesteran tanpa cat dan dekor dari benda-benda daur ulang. Kami pesan dua kamar, tapi tidak ada kamar connecting-nya, jadi kamar saya dan kamar anak-anak sebelah-sebelahan. Kenapa saya pesan dua kamar? Karena nganu, biar nggak berdesak-desakan, Big A kan sudah besar 🙂 Dan toh pesan dua kamar harganya gak mahal. Kalau untuk keluarga dengan anak 1, cukup pesan 1 kamar saja.

Little A, cousin K, and Big A

Cek in cepat dan efisien. Kami langsung diberi dua kunci untuk dua kamar di lantai 3. Kamar yang kami dapatkan persis sama dengan foto yang saya lihat di website. Saya suka desainnya yang unik. Lantainya dari kayu dan dindingnya cukup plesteran saja, tanpa cat. Kasurnya cukup nyaman dan luas untuk kami berdua. Lha iya wong anak-anak kami suruh tidur di kamar mereka sendiri :)) Dari jendela kacanya yang lebar dari lantai sampai atap, kami bisa mengintip rumah-rumah kampung tetangga sebelah. Di area luar, di bawah jendela-jendela ini ditanami sereh. Hijau yang menyejukkan mata. 

Kamar mandinya cukup luas dengan dinding kaca, jadi bisa diintip dari kamar. Tapi kalau nggak mau diintip ada kordennya kok 😉 Toiletries-nya saya suka, terutama sabun serehnya. Sayangnya pas di kamar saya pasta giginya nggak ada, dan sikat giginya hanya satu. Mungkin terlewat ya housekeeping-nya. Tisunya juga habis. Waktu itu ada masalah dengan flush toilet-nya, tapi segera diperbaiki oleh petugas begitu kami menelepon resepsionis. Oh, ya, lantai kamar mandinya lumayan licin karena dari tegel biasa.

TV di kamar saya juga bermasalah, ada suara mbrebet-nya gitu. Lengkap deh seirama dengan suara karburator AC yang cukup kencang. Tapi di kamar anak-anak TV-nya lancar. Sayangnya channel-nya nggak lengkap, hanya ada HBO Hits, Fox Sport, Disney Junior, Nat Geo People dan Animal Planet. Ukuran lengkap bagi saya sih ada channel Disney (bukan junior) dan Nickelodeon biar anak-anak anteng 😀


Wifi di lantai 3 juga lemah. Ini yang bikin bete Si Ayah karena harus mengerjakan PR. Akhirnya dia ke bawah. Untungnya di bawah wifi-nya lumayan kenceng. Standar kepuasan wifi kami, selemah-lemahnya sama lah ya dengan kecepatan internet di rumah. Kalau enggak, Si Ayah bakalan cranky :p
 
Kami menginap di sini pas bulan puasa, jadinya tidak sempat mencoba kolam renangnya. Dari segi desain, kolam ini cukup bagus, terletak di tengah hotel, jadi semua kamar bisa mendapat view ke kolam renang. Kolam menyatu dengan lobi depan, plus dekorasi unik yang instagrammable. Tapi kalau dari segi kepraktisan, agak gimana gitu kalau berenang di sebelah restoran tanpa pembatas yang jelas. Gak nyaman kan kalau berenang dilihatin orang-orang yang sedang makan? Solusinya mungkin berenang bukan saat jam makan.

Di bulan puasa, hotel ini menyediakan makan sahur sebagai pengganti sarapan. Menunya sederhana, nasi goreng, mi goreng, ca sawi, tahu, ayam goreng, kerupuk, roti putih dan roti gandum, mentega dan selai, sereal dan minumannya biasa teh, kopi dan air putih. Sayangnya tidak tersedia pilihan buah potong segar. Adanya hanya jeruk dan salak. Saya agak kecewa karena setiap sahur kami selalu makan buah segar. Saya nggak tahu menu sahur ini sama atau tidak dengan menu sarapan. Ketika kami makan sahur memang tamunya nggak banyak, hanya ada beberapa keluarga. 

Peta lokasi hotel Greenhost. Klik untuk memperbesar.

Bagian hotel yang paling keren adalah rooftop-nya. Hotel ini menggunakan bagian atap untuk bertanam sayuran secara hidroponik. Jadi kita bisa melihat selada, sawi, bokchoy, dan herba segar yang ditanam di sana. Nggak cuma ngelihat sih, rooftop ini terutama untuk selfie-selfie 😀 Di depan kamar hotel juga ada kangkung yang ditanam di pipa-pipa pralon yang mengelilingi hotel. Duh, kalau lihat yang segar-segar seperti ini rasanya pengen nyemil.

Lokasi hotel ini juga sangat strategis, di daerah Prawirotaman yang lebih terkenal sebagai kampung bule. Di sini banyak pilihan restoran yang nge-hits, antara lain Via Via, Nanamia Pizzeria, dan Warung Bu Ageng milik seniman Butet Kertaredjasa. Kita juga bisa mampir di toko Cokelat Monggo untuk membeli oleh-oleh yang letaknya persis di depan Warung Bu Ageng. Untuk review tempat-tempat makan, terutama di Jogja, cus langsung ke blog Diladol si food blogger: kokidol.blogspot.co.id. Jangan lupa follow instagram-nya juga di instagram.com/diladol. Kalau memang main di daerah sini, sempatkan untuk mampir ke Ark Gallerie di jalan Suryodiningratan 36A. Kalaupun nggak begitu ngerti seni, minimal bisa foto di tangga Ark untuk update instagram 😉 

Daerah Prawirotaman dan sekitarnya ini bisa dijelajahi dengan naik becak, tinggal manggil tukang becak yang nongkrong di depan hotel. Tarifnya sekitar 15-20 ribu untuk jarak dekat.

Dari hotel menuju stasiun Tugu, kita bisa naik taksi, minta ditelponkan resepsionis. Sayangnya taksi di Jogja tidak sebagus di Surabaya, kadang dapat sopir dan mobil yang bau rokok, kadang ada sopir yang nggak mau pakai argo. Waktu itu kami naik taksi Sadewa, dengan argo, dari hotel sampai ke Tugu cukup bayar 25 ribu.

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Review: Hotel Rendezvous Singapura

Ketika diberitahu Singapore Tourism Board (STB) bahwa saya akan menginap di Rendezvous Hotel, saya langsung cek website dan review hotel ini di Tripadvisor. Langsung semangat banget melihat foto-foto lobi dan lounge hotel yang nyeni, yang diunggah para pejalan.

Lokasi hotel berbintang empat ini di Bras Basah Rd, di kawasan seni dan sejarah (art and history precinct). Buat pecinta seni dan sejarah, cocok banget kalau memilih hotel ini karena tinggal jalan kaki ke Singapore Art Museum dan National Museum of Singapore. Tapi kalau pun mau ke mana-mana juga dekat kok, tinggal jalan kaki ke stasiun MRT Bras Basah (jalur oranye) atau stasiun MRT Dhoby Ghaut (jalur oranye, ungu dan merah). Halte bis juga ada di depan dan samping hotel. 

Lokasi Hotel Rendezvous. Klik untuk memperbesar.

Saya cek in ke hotel ini setelah capek jalan-jalan seharian di National Gallery Singapore (akan dibuka November 2015) dan Orchard Road (tahu dong buat apa ke sini :p). Untungnya pelayanan mereka cepat dan ramah, jadi capeknya langsung ilang. Pada awalnya saya mendapat kamar twin (dua kasur single) karena kamar double bed tidak tersedia. Tapi esoknya kamar saya bisa diganti yang baru, dengan koper saya sudah nongkrong manis di kamar.

Kamarnya sangat bersih dan rapi, dengan interior minimalis yang saya suka. Kasur dan bantalnya empuk dan nyaman. AC-nya pas, bisa diganti-ganti sesuka hati. Ada TV kabel dengan banyak saluran termasuk TVRI (bahasa Indonesia dong). Sayangnya nggak ada saluran anak-anak seperti Nickelodeon atau Disney channel. Tapi… koneksi internetnya cukup cepat, termasuk di dalam kamar. Wifi-nya gratis dong. Jadi anak-anak tetap bisa streaming apapun yang mereka suka di hp atau tablet.

Di kamar standar ada mini bar alias kulkas mini berisi minuman dan camilan, juga disediakan ketel listrik pemanas air untuk membuat kopi dan teh. Kopinya nescafe, tehnya lipton, standar lah. Oh ya, buat teman-teman yang belum pernah nginep di hotel, minuman dan camilan yang ada di kulkas mini ini nggak gratis ya. Kalau kalian ngambil, nanti akan ditagih ketika cek out. Tapi biasanya ada dua botol air mineral gratis, pilih yang ada tulisannya: with compliment. Kalau ragu air ini bayar apa gratis, cek di daftar harga mini bar, kalau tidak tertera harganya di situ berarti gratis. 

Toilet dan kamar mandi hotel ini cukup luas dan bersih, meski tidak ada bath tubnya. Pancuran air panasnya manteb banget, membuat saya rajin mandi dan betah berlama-lama di sini. Apalagi sabun mandi dan shampoonya enak banget baunya. Semua langsung saya angkut ke tas begitu cek out :p *Emak-Emak nggak mau rugi*

Sayang banget ya saya cuma tidur sendirian di kamar sebagus ini, hiks.

Pagi hari kedua di Singapura, saya punya kesempatan berenang di kolam renang yang bergaya Bali. Pantesan kok merasa seperti di rumah 🙂 Kolam renangnya sepi, cuma saya sendiri yang berenang sepagi itu, jadi enak banget seperti punya kolam pribadi. Selain kolam renang, ada juga kolam jacuzzi di sebelahnya, tapi saya nggak coba. Di level yang sama juga ada gym. Sebenarnya saya sudah berencana untuk nyobain gym, sudah bawa kostum olahraga, etapi malah lupa bawa sepatu! Terlalu kepedean packing tanpa list. Hari berikutnya pengen berenang lagi sudah nggak sanggup karena kecapekan jalan-jalan di Sentosa Island.

Buffet sarapan yang disediakan hotel ini cukup lengkap, dengan menu Western dan Asia. Mumpung bisa sarapan gratis di hotel, saya makan dua piring dong, hehehe. Tapi karena di rumah sudah biasa minum jus sayuran untuk sarapan pagi, saya pilihnya juga makanan yang sehat-sehat saja. Roti gandum utuh panggang, omelet dengan jamur dan paprika dan salad sayuran. Nggak ketinggalan buah potongnya. Menu vegetarian ini jelas sehat dan halal. Tapi kalau mau menu yang berat-berat bisa coba nasi lemak, bubur ikan dan dimsum.

Yang saya senang, di restoran hotel ini ada mesin kopi untuk membuat espresso atau latte. Lumayanlah, lebih enak daripada kopi sachet di kamar 😀 Di hari terakhir, saya tidak sempat sarapan di hotel karena mengejar penerbangan pagi. Pelayan hotel membungkuskan saya beberapa pastry dan sebotol jus jeruk. Alhamdulillah bisa buat sarapan sebelum boarding di Changi. Croissant-nya enak, yum!

“Make me one with everything, please.”

Tahun 2015 ini Singapura merayakan HUT Emas atau Golden Jubilee. Banyak sekali promo hotel atau belanja yang ditawarkan untuk memperingati #SG50. Untuk hotel Rendezvous ini ada promo menginap 2 malam, gratis malam ketiga. Lumayan banget kan bisa menghemat anggaran penginapan. Selain itu juga ada promo Great Singapore Sale yang bisa dicek di website mereka. Hotel Rendezvous ini termasuk dalam grup Far East Hospitality yang juga memiliki Hotel Village di Bugis yang populer untuk pengunjung dari Indonesia.

Jangan lupa, sebelum ke Singapura, cek website resmi Badan Pariwisata Singapura di sini (ada bahasa Indonesianya juga), untuk melihat-lihat program promo dan diskon penginapan dan belanja.

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Disclaimer:
This trip was paid by Singapore Tourism Board.  
But all opinions expressed by me are 100% authentic and written in my own words.

Memesan Penginapan, Paling Murah Pakai Apa?

Little A di Kids Suite Hard Rock Hotel Bali

Mencari, membandingkan dan memesan penginapan secara daring (online) sekarang ini mudah banget. Banyak situs pemesanan hotel yang mudah digunakan, dan menerima pembayaran dari berbagai macam cara. Lalu, bagaimana cara memilih website atau apps booking agar dapat harga yang paling murah? Golden rule-nya adalah: selalu cek toko sebelah. Saya sendiri minimal membandingkan tiga website pemesanan penginapan, misalnya Agoda, Booking dot com dan website resmi hotel tersebut. Jangan pernah terjebak dengan diskon besar atau potongan harga. Bisa jadi harga sudah dinaikkan terlebih dahulu sebelum didiskon. Jangan fanatik dengan satu booking engine tertentu, selalu cek toko sebelah!

Setiap website booking engine selalu ada kelebihan dan kekurangannya. Agoda mungkin harganya paling murah untuk hotel-hotel di Asia, tapi di Australia, seringkali Wotif yang harganya lebih juara. Venere bisa jadi tarifnya paling murah di Eropa, tapi mungkin kita perlu memesan lewat Booking.com supaya mudah membatalkan kalau ada perubahan rencana. Berikut ulasan booking engine dari pengalaman The Emak.

1. HotelsCombined
Ini website andalan The Emak untuk membandingkan harga suatu hotel dari berbagai situs pemesanan hotel terkenal seperti Agoda, Venere, Hotels, Booking dot com dan lain-lain. Kelebihannya, website ini sudah langsung membandingkan harga beserta pajak yang  harus kita bayarkan, juga menghitung total harga yang harus kita keluarkan, sesuai berapa malam kita menginap. Dari website ini kelihatan booking engine mana yang menawarkan harga paling murah untuk hotel tersebut di tanggal tertentu. Kalau kita klik harga termurah, kita langsung diantar ke website booking engine karena HotelsCombined hanya bertugas membandingkan harga. Jangan khawatir, layanan ini gratis kok.


2. Website Hotel atau Telepon Langsung 
Kadang website resmi hotel menawarkan harga yang lebih murah daripada booking engine, terutama kalau mereka sedang punya promo. Saya selalu cek website resmi penginapan sebelum mengambil keputusan mau memesan lewat mana. Untuk beberapa hotel kecil di Indonesia, kadang lebih mudah memesan via telepon, seringkali tidak diperlukan deposit apapun. Seperti ketika saya membawa anak-anak keliling Jawa naik kereta, beberapa hotel saya pesan via telepon. Ketika saya memesan Hard Rock Hotel di Bali, harga terendah saya temukan di website resmi mereka.

3. Agoda
Website Agoda adalah andalan saya untuk booking hotel di wilayah Asia. Harganya memang lebih murah daripada booking engine lainnya untuk wilayah Asia. Untuk member Agoda, ada rabat berbentuk poin yang nilainya sekitar 5% dari nilai pesanan hotel kita. Setelah mencapai jumlah tertentu, poin ini bisa kita tukarkan untuk mendapatkan potongan harga atau bahkan menginap gratis. Lumayan kan buat staycation. Perlu dicatat, harga Agoda di pencarian awal belum termasuk pajak, jadi di akhir pemesanan, ada tambahan biaya yang harus kita bayarkan. Pemesanan Agoda ini bisa dibayar melalui kartu kredit atau paypal. Nggak punya keduanya? Boleh pesan via The Emak melalui DM twitter (@travelingprecil) atau FB messenger. Harga sama kok, dan biasanya nggak masalah pesanannya dibayarkan dengan kartu kredit orang lain asal nama yang cek in sama dengan nama di voucher hotel. Mention @travelingprecil ya kalau perlu bantuan booking via Agoda, nanti bayarnya via transfer ke rekening bank The Emak.

4. Booking.com
Website ini tampilannya simpel dan mudah digunakan. Salah satu keunggulan Booking dot com adalah fitur ‘pembatalan gratis’. Fitur ini penting bagi traveler yang itinerary-nya belum fixed. Saya menggunakan pemesanan hotel di booking dot com untuk melengkapi syarat visa Schengen. Waktu itu itinerary kami di Eropa belum final, sementara dokumen untuk visa harus segera diajukan. AKhirnya saya memesan beberapa penginapan melalui Booking dot com dengan fitur ‘pay later, free cancelation‘ atau bayar nanti, gratis pembatalan. Setelah visa saya dapatkan, dan ternyata itinerary kami berubah, pesanan hotel saya batalkan. Proses pembatalan mudah dan gratis melalui website mereka.

5. Wotif
Wotif adalah website andalan saya untuk mencari penginapan di Australia dan New Zealand. Hampir semua penginapan di wilayah Oceania, mulai dari yang mewah sampai yang budget seperti motel atau hostel ada di wotif. Tarif di wotif untuk wilayah ini relatif lebih murah daripada di booking engine lain, meskipun ada biaya pemesanan sekitar $4.

6. Accor & IHG
Accor dan Intercontinental Hotel Group (IHG) adalah kelompok hotel waralaba (chain hotel) langganan saya. Alasannya sederhana sih, hotel Novotel dari Accor dan hotel Holiday Inn dari IHG bisa mengakomodasi dua anak dalam satu kamar tanpa harus membayar ekstra bed. Novotel menyediakan dua double bed dalam satu kamar atau satu queen bed dan satu sofabed. Untuk dua dewasa dan dua anak sampai usia 16 tahun, tidak perlu memesan kamar kedua atau ekstra bed. Kami pernah menginap di Novotel Canberra, Sydney Olympic Park, Novotel Clarke Quay Singapura dan Novotel Brussel Off Grand Place. Holiday Inn juga menyediakan dua double bed dan malah kasur mereka lebih lebar daripada Novotel. Kalau sering menginap di hotel-hotel yang termasuk dalam grup Accor atau IHG, sebaiknya mendaftar keanggotaan mereka agar bisa mendapatkan poin setiap kali menginap. Poin tersebut nanti bisa ditukar dengan bermalam gratis seperti pengalaman kami menginap di Holiday Inn Penang.
  
7. Hotel Quickly
Hotel Quickly adalah app yang bisa dipasang di hp android maupun iOS. App ini dirancang khusus untuk pemesanan hotel mendadak, malam ini atau besok. Tarif hotel yang ditawarkan cukup murah dengan promo last minute booking. Pasang app ini di hp untuk memudahkan sewaktu-waktu perlu pesan hotel mendadak di suatu kota, atau cuma ingin staycation seperti yang pernah kami lakukan di Swiss Belinn Surabaya. Pengen dapat diskon Rp 130.000? Unduh app Hotel Quickly di iTunes Store atau Google Play dan redeem (tukarkan) kode promo dari The Emak: AKUMA72. 



8. AirBnb 
Airbnb adalah website pemesanan bed & breakfast, atau tempat menginap yang disediakan perorangan, bukan hotel atau motel. Memesan melalui airbnb menjadi alternatif ketika hotel di suatu kota tarifnya sangat mahal. Biasanya tarif airbnb lebih murah daripada hotel. Kadang pemilik menyewakan satu kamar kosong yang ada di apartemennya atau rumahnya, atau seluruh apartemennya. Tinggal di airbnb juga terasa seperti tinggal di rumah warga lokal, tentu pengalamannya berbeda dari tinggal di hotel biasa.

Kami pernah memesan apartemen di Paris melalui airbnb. Caranya bisa dilihat di tautan ini. Untuk liburan di Ubud bulan Oktober nanti, saya juga sudah memesan vila melalui airbnb. Pengen dapat voucher airbnb $25 (sekitar Rp 333.000)? Daftar airbnb melalui link ini ya: www.airbnb.com/c/akumalasari. Lumayan banget kan, voucher segitu bisa buat menginap gratis semalam di Jogja atau Solo lho 🙂

9. HostelWorld
Ini website andalan untuk mencari dan memesan hostel. Saya pernah menggunakannya untuk memesan hostel di Boat Quay Singapura. Ternyata anak-anak boleh kok menginap di hostel, asal memesan kamar privat, bukan kamar asrama. Enaknya booking di hostelworld, kita hanya perlu membayar deposit 10% dari harga kamar, sisanya bisa dibayar ketika cek in. Misalnya tarif satu malam di kamar asrama hostel di Singapura sebesar Rp 300 ribu, cukup bayar Rp 30 ribu untuk booking.



 
10. Website Lokal: Tiket, Traveloka, Nusatrip
Saya belum pernah sih memesan hotel via website lokal, tapi sudah sering menggunakan booking engine tersebut di atas untuk membeli tiket pesawat. Keuntungan dari memesan via booking engine lokal adalah pembayarannya bisa melalui transfer bank atau internet banking, tidak harus punya kartu kredit.

Gimana, sudah siap berburu penginapan untuk liburan? Jangan lupa memanfaatkan poin, voucher, diskon, promo yang ada. Gakpapa dibilang Emak-Emak banget, yang penting sekeluarga bisa sering-sering piknik :p

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Staycation Surabaya: Hotel Swiss Belinn Manyar

Little A jumping on the bed

Senin pagi, ketika kami pulang dari berakhir pekan di Malang, kami mendapati jalan di depan rumah kami sudah dipasangi terop. Rupanya tetangga mau punya hajatan. Acaranya mulai jam 6 sore. Kami tahunya juga dari spanduk yang terpasang karena si tetangga tidak bilang permisi sama sekali ke kami. Yo wes, nanti tinggal pergi aja sorenya biar nggak pusing kena bising. E ternyata cek sound sudah dimulai jam 9 pagi, dengan suara dentuman speaker raksasa yang menggetarkan jendela rumah kami. Little A yang kebetulan libur karena ada UN SD sampai takut dan teriak-teriak. Waduh, kalau begini caranya harus keluar rumah nih, sebelum gendang telinga kami meledak. Saya dengan cepat mengais-ngais promo/kupon/poin yang saya punya untuk booking hotel. Mendadak Staycation!

Saya ingat punya voucher dari apps booking hotel di HOTELQUICKLY. Apps yang bisa dipasang di iOS maupun Android ini memang khusus untuk pemesanan hotel yang mendadak, untuk malam ini atau besok malam. Jadinya harga mereka bisa lebih murah, tentu saya sudah cek di toko sebelah 😀 Tambah diskon lagi. Lumayanlah, saya tinggal bayar harga setelah diskon dengan saldo Paypal hasil jualan voucher hadiah airbnb. Emak-emak nggak mau rugi banget! Booking via HotelQuickly prosesnya gampang, tampilan apps-nya pun sederhana dan menarik. Cuma ada beberapa pilihan hotel yang tersedia, jadi lebih cepat memutuskan. Saya pilih staycation di hotel yang cukup dekat dengan rumah: Swiss Belinn Manyar.

Oh, iya, yang pengen dapat voucher hotel juga sebesar Rp 170.000, bisa langsung pasang apps HotelQuickly di handphone dan masukkan promo code dari The Emak ya: AKUMA72. Lumayan kan diskon 170 ribu.

Kami naik taksi, dan nggak sampai setengah jam kemudian sudah sampai di hotel Swiss Belinn di Jalan Kertajaya (Manyar Kertoarjo). Little A seneng banget diajak nginep di hotel. Tidak lupa saya packing bikini Little A untuk berenang di sore hari. Untuk baju ganti Si Ayah dan Big A, saya ambil sembarangan saja karena terburu-buru. Mereka akan menyusul nanti sore sepulang kerja dan sekolah. Saya memberi tahu Si Ayah juga setelah mendapat kunci kamar. Biar dia pasrah manut saja, hahaha.

Meski cek in resminya baru bisa jam 2 siang, kami sudah boleh masuk kamar jam 11 siang, karena sudah ada kamar yang siap. Kata Mbak Resepsionis, untuk kamar non-smoking tinggal yang dua single bed, tapi bisa didempetkan. Ya udah, daripada kamar bau asap rokok kan? Cek in dengan pesanan dari HotelQuickly juga gampang kok, saya tinggal berikan print bookingan saya yang dikirim via email. Cukup perlihatkan KTP. Hotel ini tidak meminta uang deposit.


Kami mendapat kamar di lantai 11, paling tinggi. Lantai ini non-smoking floor, jadi tidak tercium asap rokok sama sekali. Alhamdulillah, kami alergi asap rokok je, bisa bengek nanti kalau ada asap sedikit saja. Kamarnya cukup luas, bersih, dengan dekorasi minimalis modern. Single bed-nya cukup lebar: 120 cm, jadi buat keluarga kami yang berukuran mini ini bisa cukup untuk berdua. Malah dua kasur didempetkan ini lebih nyaman buat kami berempat daripada berdesakan di satu kasur queen bed. Kasurnya King Koil, sudah jaminan mutu dan terasa sangat nyaman. Little A juga puas lompat-lompat di kasur 🙂

Kamar mandi dan toilet standar, tapi bersih. Tidak ada bathtub, hanya mandi pancuran. Amenities-nya juga standar: sabun, shampoo, sikat dan pasta gigi. Handuk bersih, tebal dan lembut. Ada safety deposit box untuk menyimpan barnag-barang berharga. Ada ketel listrik untuk menjerang air. Sayangnya teh dan kopinya minimalis banget, hanya ada satu teh celup dan dua sachet kopi plus creamer dan gula.

Fasilitas yang tidak ada di kamar ini adalah mini bar, jadi kami tidak bisa menyimpan makanan di kulkas mini. Tapi tidak begitu penting sih karena hanya menginap semalam. Yang penting, fasilitas TV kabelnya lengkap, ada chanel untuk anak-anak. Little A bisa anteng nonton Nickelodeon sementara Emaknya istirahat.

Untuk staycation kali ini, saya pilih hotel yang ada kolam renangnya, biar bisa berenang, nggak cuma numpang nginep doang. Swiss Belinn punya kolam renang di lantai lima, tapi tidak ada fasilitas gym. Setelah Si Ayah dan Big A menyusul ke hotel sorenya, kami berenang sampai matahari tenggelam. Dari kolam renang, kami bisa melihat apartemen yang belum jadi di sebelah rumah kami, dan juga bisa melihat atap sekolah Big A dan Little A. Haha, memang dekat sih hotelnya.

Lokasi Swiss Belinn cukup strategis. Di sebelah-sebelahnya banyak pilihan restoran, jadi kalau mau makan malam di luar hotel tinggal jalan. Restoran di dekat hotel dalam jarak jalan kaki 5-15 menit antara lain: KFC, Zenbu, Little Chicken, Steak Hut, Ayam Bakar Primarasa, Pondok Jenggolo, Restaurant Pantai Seafood dan Layar Seafood. Kami pilih makan di Primarasa, Si Ayah jelas lebih doyan masakan tradisional.

Di ujung kanan terlihat apartemen di sebelah rumah kami.

Bufet sarapan yang dihidangkan hotel cukup beragam, ala Barat dan ala Indonesia. Mulai dari roti, pastry, salad, nasi goreng, mie goreng, pecel, soto, tahu telor, sampai jajanan angkringan. Kami tentu pilih yang sehat-sehat dong. Si Ayah aja sarapan salad (ronde pertama sih, hehe). Duo lidah bule sarapan roti oles mentega. Sementara The Emak makan pecel, tanpa nasi!

Buah dan minuman yang disediakan juga beragam. Ada Mas-Mas yang menawarkan jamu beras kencur, kunir asam dan sinom. Ini rasanya seger banget. Tapi sayangnya, kopinya nggak enak. Nggak tahu deh, negeri penghasil kopi tapi jarang ada kopi enak terhidang di hotel. Missing link-nya di mana ya?

Kami tidak bisa berlama-lama sarapan karena Big A dan Si Ayah harus kembali ke sekolah. Setelah mereka pergi, saya dan Little A melanjutkan sarapan dengan makan banyak buah dan sayur. Little A habis semangkuk brokoli rebus!

Oh, iya, sebenarnya jatah sarapan hanya untuk dua orang per kamar. Karena anak-anak sudah besar, saya harus tambah ekstra. Biaya sarapan di Swiss Belinn Rp 110.000 per orang, sudah termasuk pajak. Untuk anak-anak antara 5-12 tahun bayar 50%. Kalau kalian booking hotel di HotelQuickly, cek dulu apakah tarif sudah termasuk sarapan apa belum. Karena ada beberapa hotel yang sudah termasuk sarapan, ada yang belum.

Swiss Belinn Manyar hotel yang relatif baru, jadi interior dan dekorasinya masih tampak fresh. Hotel ini juga dekat (15 menit naik taksi) dengan ITS (Institut Teknologi Sepuluh November) Surabaya, jadi bisa jadi alternatif kalau ada kerabat yang wisuda atau menghadiri pernikahan di gedung ITS. Tapi nanti kalau apartemen kami di Pakuwon City sudah jadi, mending nginep di apartemen kami aja ya kalau liburan di Surabaya, bakalan nyaman untuk sekeluarga.

~ The Emak

Baca juga: 
Staycation in Surabaya: Hotel 88 Embong Kenongo

Menyusuri Sungai Sekonyer dengan Klotok

Klotok Borneo Lestari

Kami sudah pernah mencoba berbagai macam penginapan, mulai dari menginap di tenda, kabin, apartemen, motel, hostel, suite hotel bintang lima, campervan sampai terombang-ambing di kabin kapal feri menyeberangi Tasmania. Menginap dua malam di perahu klotok (atau kelotok) adalah pengalaman baru yang kami nanti-nantikan. Ternyata asyik kok, goyangnya nggak seberapa dan gak bikin mabuk. Malah berasa naik kapal pesiar 😀

Menginap di klotok adalah standar akomodasi ketika kita mengunjungi Tanjung Puting National Park. Di sini memang ada satu hotel dan beberapa homestay, tapi pengalaman yang lebih otentik adalah dengan Live On Board (LOB) di river house boat alias klotok ini.

Klotok adalah perahu tradisional Kalimantan yang dibuat dari kayu Ulin. Ukurannya bervariasi. Diberi nama klotok karena tadinya perahu ini menggunakan mesin bersuara keras, terdengar seperti “klotok klotok klotok”. Mesin kapal yang sekarang sudah lebih halus, tapi nama klotok masih menempel. Klotok kami ukuran kecil, sekitar 3 x 12 m, muat untuk berdua sampai berempat. Berenam mungkin cukup, tapi ruang geraknya terbatas. Klotok ini terdiri atas dua lantai. Lantai di bawah adalah untuk servis: tempat tidur kru, ruang kemudi, dapur dan kamar mandi. Sementara lantai atas untuk turis, terdiri dari lounge yang bisa disulap jadi tempat tidur di malam hari, ruang makan plus wastafel dan viewing deck di depan dan belakang.

Dari bandara Iskandar di Pangkalan Bun, kami naik taksi sekitar 30 menit sampai pelabuhan Kumai. Di sana, klotok kami sudah menunggu. Untuk sampai ke klotok, kami menyeberangi (melompati) klotok-klotok lain. Big A senang bagian lompat-lompat ini, sok pede tanpa dipegangi. Seru!

Begitu sampai di klotok, kami berkenalan dengan kru yang akan mendampingi kami selama 3 hari 2 malam. Ada Pak Syahrizal sebagai kapten kapal, Pak Pi’i sebagai pemandu (tour guide), Bu Atik sebagai koki dan Heri sebagai asisten. Terasa mewah banget bagi kami punya 4 asisten sekaligus, soalnya di rumah kami nggak ada ART, apalagi sopir.

Pelabuhan Kumai

Kondisi klotok kami cukup bersih dan nyaman, meski perabotnya sederhana. Selama menyusuri sungai Sekonyer, kami leyeh-leyeh di kasur tipis yang digelar di lounge. Angin yang membelai lembut membuat kami jadi ngantuk dan sukses tidur siang bergantian, dengan pose masing-masing :))

Menjelang malam, Kapten kapal akan mencarikan tempat yang nyaman untuk menambatkan kapal di pinggir sungai. Kami parkir di sebelah pohon yang penuh dengan kunang-kunang. Setelah makan malam, kru akan menyiapkan tempat tidur kami. Lounge disulap menjadi dua ‘kamar tidur’ lengkap dengan kelambu. Kami bisa tidur dengan nyenyak karena suasana malam sangat tenang. Sayangnya saya lupa membawa selimut (sarung Bali serbaguna yang biasanya saya bawa). Alhasil kami berebut sarung Si Ayah untuk selimutan. Mungkin bagi bule-bule, udara malam di Pangkalan Bun tidak dingin sama sekali, beda dengan yang kami rasakan. Selimut tipis sudah cukup kok. Nyamuk nakal tidak sampai mengganggu kami karena ada kelambu dan kami juga mengoleskan roll on anti nyamuk.

Malamnya tidur ditemani kerlip kunang-kunang, paginya kami dibangunkan oleh ocehan burung-burung.

Kamar mandi klotok cukup bersih dan tidak bau. Ada toilet duduk, tapi tanpa flush, jadi kami harus mengguyur toilet dengan menggunakan gayung. Air yang dipakai untuk mandi adalah air tanah (sungai kecil) di daratan, yang diambil di Pondok Tanggui dan air merah (air akar) di Camp Leakey. Sementara air untuk toilet adalah air sungai Sekonyer. Airnya cukup segar untuk mandi. Saya juga berhasil memaksa precils untuk mandi, setelah badan lengket oleh keringat gara-gara trekking. 

Dari dek kapal, depan dan belakang, kami bisa duduk santai menikmati pemandangan. Awalnya adalah vegetasi pohon nipah, kemudian berganti dengan daun-daun pandan hutan dan akhirnya vegetasi pohon hutan hujan tropis, dengan air sungai sebening air teh. Little A sempat menggambar dan membuat cerita tentang perjalanan kami. Ketika memasuki kawasan taman nasional, kami berkali-kali melihat hewan liar di alam, seperti monyet, bekantan, lutung dan orang utan. Kupu-kupu cantik tak terhitung banyaknya berseliweran di perahu kami.


Bagian yang paling mengasyikkan (setidaknya buat The Emak) dari jalan-jalan kali ini adalah: makanannya. Asyik karena nggak perlu masak, apalagi cuci piring, hehehe. Semua telah terhidang tepat saat jam makan. Makanannya enak karena bahannya segar dari alam dan dimasak di tempat. Menunya adalah olahan ikan dengan nasi, sayuran dan buah-buahan. Untuk sarapan pagi hari pertama kami dibuatkan pancake pisang (endeeees!) dan juga disediakan roti dengan berbagai macam olesan. Sarapan berikutnya kami dibikinkan nasi goreng. Baru kali ini juga saya ketemu yang namanya buah cempedak, yang memang banyak ditemukan di sana. Rasanya enak banget, perpaduan antara manisnya nangka dan creamy-nya durian. Baunya harum, tapi tidak semenusuk bau durian.
Untuk makanan ini, saya tidak minta macam-macam. Saya hanya bilang agar makanannya dibuat tidak pedas untuk anak-anak, tapi tetap disediakan sambal untuk Si Ayah. 

Selain makan berat, kami juga selalu diberi camilan dan soft drink atau jus dingin setiap kali selesai trekking. Duh, dimanja sekali pokoknya. Di kulkas rumah kami tidak pernah ada minuman bersoda, jadi Precils nyengir-nyengir bahagia boleh minum coke dan sprite selama liburan.

Ketika saya memesan paket liburan ini ke Kak Indra @bpborneo, saya belum tahu akan dapat klotok yang mana. Memang kami dikirimi contoh perahu kelotok dan menu makanan, tapi belum pasti dapat klotok yang mana. Dalam perjalanan ke Tanjung Puting NP, kami berbarengan dengan klotok-klotok lain beraneka rupa. Seperti biasa, klotok tetangga tampak lebih hijau, hahaha. Ada satu klotok tetangga yang mewah banget interiornya, dengan kasur spring bed dan mandi air panas. Bulenya yang naik cakep pula :p Tapi setelah kami pulang dan saya cek tarifnya, memang bukan kelas kami, hehe.

Saya merasa beruntung mendapat kru yang baik di klotok ini. Pak Pi’i, pemandu kami tadinya adalah koki, tapi kemudian berusaha belajar dan mengikuti kursus agar bisa menjadi pemandu. Dia belajar tentang taman nasional, margasatwa, konservasi orang utan dan juga bahasa Inggris dari pelatihan yang diadakan departemen pariwisata. Pak Pi’i ini senang dengan anak-anak dan bisa akrab dengan Little A. Ketika Little A capek trekking, Pak Pi’i mau menggendongnya di pundak. Untung badannya besar. Pak Pi’i juga yang selalu membawakan botol-botol air minum kami. Manja banget ya, dasar turis Indonesia :)) Di hari terakhir sebelum tugasnya selesai, dia sempat memberikan pelajaran sulap untuk Little A. Bonus!

Untuk liburan ke Taman Nasional Tanjung Puting ini saya memesan paket 3 hari 2 malam, yang termasuk antar jemput bandara, sewa klotok, bahan bakar, gaji kru, makan dan minum, dan tiket masuk ke taman nasional. Tarif 3D/2N untuk dewasa adalah Rp 1.750.000 per orang, sementara untuk anak-anak Rp 1.500.000 per orang. Total Rp 6,5 juta all in. Tinggal nambah tiket pesawat dari kota masing-masing ke Pangkalan Bun.

Yang nggak sanggup bermalam di perahu, bisa menginap di Rimba Ecolodge atau homestay yang ada di sana. Tapi dijamin, pengalamannya lebih seru kalau menginap di perahu, goyang-goyang kecilnya masih terasa sampai dua hari kemudian 🙂

Klotok tetangga, pakai spring bed
Penginapan Rimba Eco Lodge
Pak Pi’i, pemandu kami
Pak Syahrizal (kapten) dan Bu Atik (koki)

~ The Emak

Baca juga: 
Orang Utan Trip With Kids: Itinerary & Budget

Review Hotel Melia Purosani Yogyakarta

View dari kamar No 552

Libur Idul Adha tahun ini, kami pengen staycation di Jogja bareng rombongan sirkus keluarga besar. Terus terang aja kami belum pernah menginap di hotel manapun di Jogja, lha wong punya rumah di dekat sini kok 🙂 Mumpung punya voucher Agoda, sekali-sekali nyoba hotel di Yogyakarta.

Tadinya saya dan Diladol, adik saya tercintah pengen nyobain hotel-hotel baru di Jogja. Memang banyak banget hotel baru yang dibangun di Jogja dua tahun belakangan ini, seperti cendawan di musim hujan. Mulai dari hotel bintang tiga sampai bintang lima. Kali ini kami pengen hotel yang: 1) punya kolam renang untuk anak dan 2) sarapannya enak. Lokasi nggak masalah karena kami bawa mobil sendiri. Dari sini kami coret daftar hotel bintang 3 karena nggak ada kolam renangnya.

Hotel-hotel baru di Jogja yang masuk incaran kami adalah: The 101 Tugu (dekat Tugu Jogja, tentu), Grand Zuri (dekat stasiun Tugu), dan Grand Aston (Jl. Solo). Ada teman yang merekomendasikan Tentrem, hotel bintang lima baru yang terkenal punya tempat main (indoor play area) yang besar banget. Tapi saya kurang sreg sama hotel ini. Teman lain merekomendasikan Santika Premier (Jl. Sudirman) yang menu sarapan tradisionalnya paling top se-Jogja. Lokasi Santika juga gak jauh sih dari Tugu dan Malioboro, bisa naik becak.

Tapi akhirnya kami pilih Melia Purosani, dengan alasan ini hotel bintang lima yang tarifnya paling murah. Persis prinsip Si Ayah banget. Hotel bintang lima di ‘belakang’ Malioboro ini sudah berdiri sejak 1995. Zaman SMA dulu, sudah ratusan kali saya lewat tikungan depan hotel pinky ini dan hanya bisa memandang kagum 😀 Kami memesan hotel ini via Agoda, setelah membandingkan harga di Hotelscombined. Tarif Agoda memang paling murah, bahkan dibanding dengan memesan online dari website hotel. Lagipula, saya memang ingin memakai poin Agoda. Kami memesan 3 kamar dengan tarif Rp 730 ribu per kamar per malam, termasuk pajak dan sarapan.

Kami datang di hari Minggu jam 2 siang, tepat saat cek in dibuka. Nggak mau rugi dong. Pelayanan resepsionis cukup ramah, tapi proses cek in lumayan lama. Seminggu sebelum cek in, saya sudah mengirim email meminta connecting room dan satu baby cot (boks bayi). Jam dua siang, baru ada dua kamar yang siap, itu pun bukan connecting rooms. Ya sudah nggak papa. Kami diberi kamar di level yang tinggi agar tidak berisik dan menghadap ke kolam renang, sesuai permintaan saya di email.

Setelah mendapat kunci, precils langsung melesat ke kamar. They looooove hotels :p Little A langsung loncat-loncat di kasur, sebelum saya usir karena harus difoto dulu sebelum kusut, hehe. Saya cek kelengkapan kamar dan kamar mandi, semua bersih dan rapi jadi tidak perlu komplain.

Kamar yang saya dan duo precils tempati nomor 552, dengan pemandangan ke kolam renang. Kasurnya queen bed, cukuplah untuk tidur bertiga. Sayang sekali Si Ayah harus masuk kerja hari Senin, jadi tidak bisa ikut menginap di hotel. Tapi Si Ayah sempat mencoba kolam renangnya dengan Little A. Di pojok kamar ada 2 seater sofa, coffee table dan meja kerja. Kamar mandinya cukup besar dengan bak mandi (bathtub) dan pancuran (shower) terpisah. Wastafelnya kelihatan tua dan letih, minta direnovasi. Tapi secara umum cukup bersih.

Amenities di kamar mandi lengkap banget: sabun, shower gel, shampoo, kondisioner, sisir, kikir kuku, cukuran, body talc, body lotion, alat jahit, sikat gigi, pasta gigi, penggosok sepatu, shower cap bahkan deterjen. Di atas bak mandi juga ada tali jemuran yang bisa untuk jemur pakaian renang. Hotel juga menyediakan dua botol air mineral gratis. Cuma yang saya heran, botolnya kecil banget, nggak bakal cukup untuk seharian. Minibar menyediakan teh dan kopi gratis, dengan gula dan krimer. Ada hadiah kecil khusus kamar ini yaitu sandal batik yang bisa dipakai di rumah. Lumayan 🙂

Kamar yang ditempati Bapak dan Ibu saya nomor 548, selisih satu kamar dengan kamar saya. Interiornya sama persis, hanya saja ada balkonnya. Di balkon ada dua kursi untuk duduk-duduk. Dari balkon bisa melihat pemandangan kolam renang dan sisi hotel bagian dalam. Kamar mandinya sama, televisinya juga sama. Kami senang karena chanel kabelnya lengkap, mau nonton apa saja bisa: berita, film, petualangan, tayangan anak, olahraga, musik, dan lain-lain. Bapak saya senang bisa nonton Nat Geo Wild seharian. Beliau sampai nanya apa bisa dipasang di rumah, hehe.
 
Sementara Ibu saya senang bisa mandi berendam. Beliau mengaku mandi berendam dua kali biar nggak rugi bayar hotelnya, hehe. Ketahuan kan prinsip ngiritisme The Emak menurun dari siapa? 😉

View dari balkon kamar 548
View dari kamar 544
King bed di kamar 544
boks bayi gratis

Begitu selesai menaruh barang di kamar, kami langsung turun untuk berenang. Suasana kolam dan sekelilingnya sangat nyaman, cocok untuk bersantai. Sore itu cuma ada beberapa bule yang leyeh-leyeh di kursi malas. Little A langsung nyemplung dan senang banget bisa perosotan berkali-kali. Baby K yang hampir satu tahun usianya juga nyemplung berbekal pelampung leher. Tapi cuma bisa sebentar karena airnya dingin. Saya juga menyempatkan berenang beberapa kali putaran. Cuma agak susah juga karena bentuk kolamnya free form. Kolam seperti ini cuma cocok untuk main-main dan leisure swimming saja, bukan untuk olahraga serius.

Di sebelah kolam renang ada fasilitas bilas yang cukup bersih dan nyaman, dengan bilik pribadi dan pancuran air hangat. Kolam ini buka dari pukul 8 pagi sampai 8 malam.

Selesai berenang, kamar ketiga yang kami pesan siap. Kamar nomor 544 ini punya kasur ukuran king yang besar banget. Untuk tidur berempat pun cukup. Di kamar ini juga ada baby cot seperti yang sudah saya pesan. Kamar ini ditempati Diladol, Suami Siaga dan Baby K.

welcome drink: jus terong belanda

Ketika cek in kami diberi kupon welcome drink yang bisa ditukar dengan minuman di bar. Menu hari itu jus terong belanda yang ternyata enak, asem-asem seger gitu. Kami minum-minum di bar setelah makan malam di luar. Tadinya kami ingin mencoba Ayam Goreng Bu Tini, tapi karena sudah tutup, kami melipir ke Bebek Cak Koting di depan eks bioskop Mataram. Banyak pilihan makan malam di Jogja yang lebih enak dan lebih murah daripada di hotel 🙂 Melia dekat sekali dengan Malioboro, cukup 15 menit jalan kaki. Malam hari bisa jalan kaki sampai ke toko Mirota Batik, ujung jalan Malioboro untuk belanja-belanji oleh-oleh sekaligus makan malam di Kafe Oyot Godhong. Yang nggak kuat terbiasa jalan kaki bisa naik becak yang mangkal di samping hotel.

Paginya, kami sengaja mruput sarapan, ketika suasana masih sepi. Kami memilih duduk di sofa di pojok. Tak lupa meminta kursi makan bayi untuk Baby K. Keuntungan sarapan awal, menu makanan masih lengkap, tidak perlu antre dan… masih banyak waktu untuk ambil berkali-kali. Sesuai prinsip ‘jangan sampai rugi’, kami mencoba semua makanan, sedikit-sedikit. Precils yang berlidah bule, seperti biasa sarapan roti dan olesan, disusul sosis dan kentang wedges (sayangnya tidak ada hash brown kesukaan Big A). Sementara saya, mewajibkan diri mencoba bubur ayam di setiap hotel. Buryam Melia saya kasih nilai 7, cukup enak dan gurih, tapi tidak spesial. Nasi kuningnya juga biasa saja. Kalau roti dan pastry-nya bolehlah, ada pilihan whole wheat, sordough dan baguette.

Yang membuat saya senang, Bapak dan Ibu saya menikmati sekali sarapan di hotel. Ibu saya mencoba semua makanan ‘aneh-aneh’ yang tidak biasa beliau makan sehari-hari. Ibu senang sekali dengan baked beans, yang beliau makan bersama dengan… nasi goreng, hahaha. Bapak saya juga senang mencoba beberapa makanan, meski tidak sebanyak ibu.

Sayangnya makanan enak-enak ini tidak ditemani dengan kopi enak pula. Sepertinya kopinya cuma standar kopi sachet seperti yang tersedia di minibar kamar. Padahal negara ini punya kopi-kopi lokal yang rasanya khas dan nikmat. Mestinya nanti hotel-hotel bintang lima seperti ini bekerja sama dengan artisan kopi lokal di wilayahnya untuk menyuguhkan kopi andalan.

Kenyang, kami istirahat, beres-beres sebentar dan cek out sekitar jam 9.30. Ibu saya ingin segera kulakan bahan untuk tokonya, hahaha. Alhamdulillah, staycation kali ini sukses dan semua senang. Staycation berikutnya, enaknya ke hotel mana ya?

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Baca juga:
Indrayanti Sang Primadona Gunung Kidul
Griya Pesisir Pantai Pulang Sawal[review penginapan]

 

Review Apartemen Airbnb Paris

Selama dua minggu jalan-jalan di Eropa, tujuh malam kami habiskan di Paris. Untuk menghemat pengeluaran makan, saya memilih akomodasi yang menyediakan fasilitas dapur agar bisa memasak sendiri. Di Paris, apartemen menjadi pilihan terbaik. 

Mencari apartemen bisa melalui website booking penginapan biasanya seperti Hotelscombined. Tapi biasanya yang muncul brand seperti Citadines dan Adagio, serviced apartment atau aparthotel yang tarifnya cukup mahal. Alternatif yang lebih murah adalah mencari via airbnb. Di airbnb, yang menyewakan apartemen adalah ‘orang-orang biasa’ yang punya tempat kosong untuk disewa dalam jangka pendek.

Cara mencari penginapan menggunakan airbnb sudah pernah saya tulis di sini.

Dari beberapa alternatif apartemen yang masuk ke wishlist kami, Si Ayah memilih yang tarifnya paling murah (of course!), sementara saya tentu memilih yang paling cantik :)) Apartemen yang kami sewa selama 7 hari ini milik Julien, letaknya sangat strategis di dekat taman Tuileries dan hanya tujuh menit jalan kaki ke Museum Louvre.

Untuk menginap tujuh malam di Paris, kami membayar Rp 11.135.446 dengan kurs 1 Euro = Rp 16.745 (ouch!). Rata-rata tarif per malam untuk apartemen yang kami tinggali adalah Rp 1.590.778 atau EUR 95 untuk 4 orang. Atau EUR 23,75 per orang per malam.
 

Lokasi apartemen yang sangat strategis. Klik untuk memperbesar.
Pemandangan gereja ini yang terlihat begitu membuka pintu depan
Lorong menuju pintu depan
Pintu kamar apartemen yang tersembunyi

Begitu pesanan kami via airbnb disetujui tuan rumah, saya langsung melihat lokasi apartemen dengan Google Street View. Saya sempat deg-deg-an kalau apartemen tersebut tidak ada atau cuma fiktif. Paranoid banget karena baru pertama kali menggunakan airbnb. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu, karena kami sudah memilih listing yang punya beberapa review. Artinya apartemen ini benar-benar ada dan pernah disewakan ke orang.

Kami mencapai Paris dari Stasiun Gare du Nord, naik kereta Thalys dari Amsterdam. Dari stasiun, saya memutuskan untuk naik taksi karena tidak ingin menggotong koper naik tangga dan menyusuri jalan yang belum kami kenal. Alhamdulillah kami mendapat sopir taksi yang sangat ramah, orang Perancis asli. Kami beruntung naik taksi ini, meski mobilnya butut, karena Si Sopir mau sedikit bercerita dan memberi rekomendasi tempat-tempat yang wajib kami kunjungi di Paris. A nice introduction. Biaya taksi ini hanya EUR 13 untuk perjalanan sekitar setengah jam.

Saya lega begitu sopir taksi menemukan alamat apartemen ini. Senyum saya semakin cerah ketika pintu abu-abu bernomor 193 berhasil kami buka dengan memasukkan kode dari Julien. Setelah melewati lorong yang panjang, akhirnya kami sampai ke pintu kamar apartemen yang sama persis dengan foto yang diunggah di listing airbnb. Pintunya bisa dibuka dengan kunci manual yang kami ambil dari kotak surat Julien. Yay! Tuan rumah memang tidak menyambut kami, jadi perjalanan mencari apartemen ini seperti teka-teki yang bikin deg-deg-an.

Kondisi apartemen persis sama dengan foto-foto di listing. Apartemen ini satu studio di lantai dasar dan satu kamar di bawah tanah. Kami bersyukur apartemen ini ada di lantai dasar, tidak perlu menggotong koper lewat tangga karena biasanya apartemen di bangunan lama Paris tidak ada lift-nya.

Apartemen ini sederhana dan tidak cantik, seperti listing lainnya. Tapi sudah cukup memenuhi kebutuhan kami. Anak-anak tidur di sofabed di ruang atas, yang sekaligus jadi ruang makan dan dapur. Kamar mandi kecil ada di sebelah dapur. Air hangat dari pancuran berfungsi normal. Julien menyediakan handuk untuk kami berempat dan juga selimut untuk sofa bed dan kasur di bawah.

Yang membuat kami senang adalah wifinya yang langsung nyambung dengan koneksi yang cepat. Wush… wush… TV yang salurannya berbahasa Perancis semua terpaksa kami cuekin :p

Dapur mungil apartemen ini juga membantu kami menghemat anggaran makan. Semua alat tersedia: kompor, microwave, pemanas air, panci, sudip, piring, gelas, sendok, bahkan mesin pembuat kopi. Satu alat yang rusak adalah pemanggang roti, jadi kami memanggang dengan wajan. Kalo rice cooker, saya bawa sendiri yang ukuran kecil 🙂 Bahan-bahan makanan yang ada di pantry juga bisa kami gunakan, antara lain beras, kopi, gula, garam dan pasta. Saya pun meninggalkan sesuatu untuk penghuni berikutnya: kecap manis! 😀 

Hidangan yang berhasil saya siapkan di dapur sederhana ini antara lain: fish & chips, gado-gado, chicken nugget, pasta, nachos, omelet, sardin, dan nasi goreng. Tak lupa ditambah hidangan nasional kita: Indomie goreng, hahaha. Saya tidak memasak sayur, hanya membuat salad dan lalapan. Kami juga selalu makan buah, membawa apel dan pisang untuk ganjal perut di perjalanan. Pilihan tempat belanja dekat apartemen adalah Carrefour Express (50 meter) atau Monoprix (250 meter).

Open plan studio. Foto dari listing Airbnb
Dapur dengan peralatan lengkap. Foto dari listing Airbnb
Big A dan Little A langsung merasa nyaman di sofabed
Tangga menuju kamar bawah tanah yang cukup curam
Kamar dengan double bed di ruang bawah tanah

Kami cukup nyaman di sini. Hanya saja kamar bawah terasa lebih dingin. Saya sampai harus menyalakan heater, padahal ini musim panas. Saya juga sempat mencuci baju dengan mesin cuci yang ada. Karena tidak ada pengeringnya, baju-baju kami gantung di mana-mana, termasuk kami angin-anginkan di dekat heater.

Selama tujuh malam di sini kami tidak pernah berpapasan dengan tetangga. Cuma sayup-sayup mendengar suara mereka. Suasana cukup sepi. Saya suka dengan pengalaman pertama airbnb Paris ini karena bisa merasakan tinggal di daerah yang Paris banget. Rue St Honore terletak di arrondissement (distrik) 1, atau kawasan tua di Paris. Bangunan-bangunan tetangga sangat khas dan cukup enak dipandang. Jalan-jalan di sekitarnya kecil, dipenuhi dengan butik dan kafe. Meski penginapan kami sendiri tidak mewah, kami mendapat lingkungan yang cukup keren 🙂

Apartemen ini saya rekomendasikan untuk keluarga yang ingin penginapan murah di pusat kota. Sofabed-nya cukup nyaman untuk dua anak atau satu orang dewasa. Tapi mungkin tangga yang curam ke ruang bawah tanah cukup berbahaya untuk anak balita dan akan merepotkan untuk orang yang sudah tua. Itu saja kekurangan apartemen ini. Kalau nilai plusnya yang pasti, dari sini kami tinggal jalan kaki ke mana-mana: minimarket Carrefour (50m), taman Tuileries (100m), stasiun Metro Tuileries (100m), stasiun Metro Pyramide (200m) dan museum Louvre (250m).
 
Kalau pengen dapat voucher $25 (lumayan, kan?) dari Airbnb, daftar pakai link ini: www.airbnb.com/c/akumalasari. Baca caranya di sini.

100m dari taman Tuileries

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Baca juga #EuroTrip:
VISA 
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga  
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen

TRANSPORTASI 

Review Hotel Meininger Amsterdam

Berbeda dari hotel Novotel Brussels yang saya pilih karena lokasinya, Hotel Meininger Amsterdam City West ini saya pilih karena harganya yang relatif murah. Di Brussels, kami hanya punya waktu semalam, jadi memang harus memilih lokasi di tengah kota. Sementara di Amsterdam, kami bisa menginap dua malam, lokasi agak jauh dikit nggak papa asal harga murah 🙂

Ketika membayangkan jalan-jalan di Amsterdam, saya pengennya menginap di hotel pinggir kanal. Pengennya bisa sarapan dengan pemandangan sepeda berseliweran dan perahu yang menyusuri kanal. Tapi ternyata hotel-hotel di tengah kota untuk bulan Juli mihil bingiiits 😀 Apalagi kamar keluarga atau quadruple room yang bisa mengakomodasi dua dewasa dua anak. Dengan budget EUR 100 per malam cuma bisa dapat kamar quad hotel bintang dua di daerah red district, hahaha. Waktu itu ada sih promo Novotel Amsterdam, cuma EUR 72 per malam, tapi lokasinya juga tidak di tengah kota (perlu 20 menit naik tram), belum termasuk sarapan dan… waktu itu itinerary kami belum final, padahal promo hotel waktunya terbatas dan tidak bisa dibatalkan. Ya sudah, lewat deh.

Kalau budget dinaikkan sedikit ada beberapa pilihan hotel keluarga: Hotel Nadia EUR 138 (1 double bed + 2 single bed, bintang 3, lokasi strategis dekat museum Anne Frank, termasuk sarapan), Hostel StayOkay Zeeburg EUR 145 (private room, ensuite, termasuk sarapan), Mercure Arthur Former EUR 155 (dua kamar, tidak termasuk sarapan), Ibis Amsterdam City EUR 167 (dekat stasiun Central, dua kamar, tidak termasuk sarapan) dan Ibis Style Amsterdam City EUR 169 (kamar keluarga, dekat museum rijks, termasuk sarapan). Itu semua harga per malam untuk kamar yang cukup buat empat orang. Entah hotel di Amsterdam yang memang mahal atau saya yang miskin kurang beruntung.

Ketika mengajukan visa, kami tidak memasukkan itinerary menginap di Amsterdam. Kami hanya memasukkan pesanan hotel di Paris via airbnb dan pesanan hotel Brussels dari booking dot com yang akhirnya kami batalkan. Setelah visa di tangan, kami mulai serius mencari penginapan di Amsterdam. Saat itu kebetulan ada twit dari Claudia Kaunang yang numpang lewat di timeline saya dan merekomendasikan Hotel Meininger.

Lokasi Hotel Meininger memang tidak di tepi kanal di tengah kota, tapi cukup strategis karena ada di sebelah stasiun Sloterdijk, 5 menit naik kereta dari Stasiun Centraal Amsterdam. Setelah saya cek harganya, ternyata cocok dengan kantong kami. Meininger ini setengah hotel setengah hostel. Dia punya kamar-kamar pribadi, tapi juga menyediakan asrama yang berisi empat atau enam kasur. Tarif bermalam pun dihitung per orang. 

Saya memesan kamar Quadruple via website resmi mereka. Tarif per malam per orang dewasa adalah EUR 25,65, sementara untuk anak-anak usia 6-12 tahun EUR 12,83. Anak-anak umur 0-5 tahun gratis. Yay! Sarapan bisa ditambahkan seharga EUR 7,90 per orang untuk dewasa dan EUR 3,95 untuk anak-anak. Usia 0-5 tahun sarapan gratis. Double yay! Total yang saya bayar untuk kamar quad dua malam termasuk sarapan adalah EUR 167,75. Dengan kurs Rp 16.865 per Euro, total saya bayar IDR 2.829.134. Ketika kami datang, kami masih diminta untuk membayar city tax sebesar EUR 6,67 atau Rp 109.860. Karena lokasinya di luar kota, kami masih harus mengeluarkan uang lagi untuk transportasi lokal. Tiket dari AMS Sloterdijk ke AMS Centraal sebesar EUR 2,10 (satu arah) dan EUR 4,20 (pp). Tiket pp untuk anak-anak diskon menjadi EUR 2,50 saja. Dihitung-hitung, tarif hotel Meininger Amsterdam beserta transportasi lokalnya masih di bawah budget kami, EUR 100 per malam. 


Hotel Meininger ini mudah dicari. Keluar dari stasiun Sloterdijk, tinggal melipir ke kanan dan ikuti anak panah. Kira-kira lima menit jalan kaki. Kalau tidak ingin turun tangga, keluarlah lewat jalan belakang stasiun yang ada lift-nya menuju parkiran sepeda. Dari sana tinggal jalan terus lewat sisi belakang hotel Meininger.

Ketika kami datang, resepsionis cukup ramai dan hanya ada satu yang melayani. Tapi begitu dilayani, proses cek in cukup cepat. Kamar kami sudah tersedia di lantai 7. Kami bergegas naik lift ke lantai tujuh dan mendapati kamar kami di pojok. Sesuai yang ditawarkan di website, kami mendapat 1 double bed dan bunk bed. Precils tentu gembira melihat bunk bed, dan langsung menclok ke singgasana mereka. Kamar kami cukup luas. Kasur, bantal dan sprei tertata rapi. Tapi kok lantai kayu kamar kami rasanya nggak disapu dengan bersih, seperti ada remah-remah dan lengketnya. Kalau kamar mandinya bersih dan luas. Ada pancuran, tapi tanpa bak mandi. Handuk, sabun dan shampo disediakan. Di dekat pintu depan ada lemari baju yang bisa muat baju berkoper-koper, tapi tidak kami gunakan, takut ada yang ketinggalan :)) Di kamar juga disediakan meja dengan empat bangku yang bisa untuk makan.

Meininger juga menyediakan wifi gratis. Sayangnya sinyal wifi tidak sampai di kamar kami. Sinyal cuma bisa ditangkap kalau kami melipir ke selasar, depan pintu. Jadi kalau mau ngetwit kerja dengan internet, saya harus turun ke bawah. Televisi ada untuk hiburan, tapi hanya menayangkan siaran berbahasa Belanda, haha.

Begitu kami sampai di kamar, rasanya lega sekali. Bagaimana tidak, hari ini kami melintasi tiga negara: Belgia, Jerman dan akhirnya Belanda. Tapi rasa lega langsung diikuti oleh rasa lapar. Sementara hotel Meininger ini jauh dari mana-mana. Warung terdekat ada di stasiun Sloterdijk, itu pun pilihannya terbatas. Ketika mendarat di Stasiun Centraal, kami tidak sempat beli makan apa-apa karena pengennya cepat beristirahat di hotel. Akhirnya… rice cooker to the rescue! Untungnya saya sudah bawa beras sedikit (1kg) untuk jaga-jaga kejadian seperti ini. Saya masak nasi di kamar mandi, takut alarm kebakaran nyala kena asap :p Hotel budget Meininger ini memang nggak ada mini bar-nya, tanpa kulkas dan tanpa pemasak air.

Sebenarnya, kami bisa saja masak di dapur umum, fasilitas yang tersedia di lantai bawah, dekat resepsionis. Tapi malasnya minta ampun, sudah capek banget. Untuk lauk, saya cukup menghangatkan rendang kalengan yang dibawa dari Indonesia, langsung tuang ke dalam rice cooker ketika nasi sudah matang. Karena nggak punya piring, kami makan langsung dari kalengnya, haha. Tak lupa senjata andalan sambal sachet. Rasanya uenak banget, syedaaap! Mungkin karena kami udah kelaparan.

Penyelamat kelaparan :p
Dapur umum, mesin cuci dan pengering

Untungnya pagi hari kami tidak perlu ribet lagi memasak. Saya memang memilih membeli paket sarapan di sini. Menu sarapannya berbagai macam roti dengan banyak pilihan olesan dan daging asap, berbagai macam sereal, salad buah dan sayuran dengan banyak pilihan saus, macam-macam keju dan telur rebus. Tersedia juga kue-kue tradisional Belanda, dengan bumbu rempah-rempah dari Nusantara. Pilihan minuman hangatnya teh, kopi atau cokelat, dan minuman dinginnya jus jeruk, air mineral atau susu segar. Sebenarnya susu untuk dituang ke sereal sih, tapi terserah kita kan ya. Lucunya, di depan dispenser air ada larangan mengisi air mineral ke botol. Yang ingin isi ulang air botolan sila memakai air keran di dapur, yang juga sudah layak minum :)) Ada larangan lagi yang khas hostel: “Tamu dilarang membawa makanan ke luar selain untuk sarapan. Kalau ingin membeli bekal makan siang, sila hubungi kami.” Hihihi, mungkin ada yang nakal menyelundupkan makanan biar irit ya? Kami sih nggak sampai begitu. Kami cuma ambil beberapa apel dan jeruk, memang masih jatah untuk sarapan kan? 😉

Yang saya ingat, rotinya enak-enak, ada roti gandum utuh dan sordough. Olesan favorit saya: cream cheese. Yummy banget. Favorit Big A: peanut butter dan butter. Favorit Little A: wild berry. Favorit Si Ayah: sambal ABC bawa dari rumah 😀 Kejunya aneh-aneh, saya coba semua dan tidak ada yang suka. Pilihan daging asapnya: ayam, daging sapi dan salami (yang ini ada pork-nya). Yang nggak makan daging tanpa sertifikat halal, pilihannya ada telur rebus yang bisa diiris-iris kecil untuk jadi sandwich, dicampur dengan cream cheese atau olesan lainnya. Atau… bawa aja lauk dari Indonesia: abon atau dendeng. Pengalaman kami di bandara CDG Prancis, tidak ada pemeriksaan sama sekali untuk barang bawaan 🙂


Di malam kedua, kami menggunakan fasilitas dapur untuk memanggang sosis yang kami beli di Cologne, Jerman. Makannya tetap dengan nasi dan sambal. Fasilitas lain yang saya gunakan adalah mesin cuci. Karena packing light, kami perlu mencuci baju di perjalanan. Selama dua minggu EuroTrip, saya mencuci baju dua kali: di Meininger Amsterdam dan di apartemen Paris. Sebenarnya di Meininger ini ada fasilitas mesin pengering. Tapi sayangnya sedang rusak ketika kami menginap di sana. Terpaksa baju-baju kami gantung di kamar mandi dan beberapa yang susah kering kami keringkan dengan hair dryer. Fyuh!

Dengan plus minusnya, Hotel Meininger Amsterdam City West bisa jadi pilihan akomodasi murah ketika jalan-jalan di Amsterdam. Terutama untuk yang masuk Belanda dari bandara Schiphol. Kereta dari Schiphol airport ke Centraal station melewati Sloterdijk, satu stasiun sebelum Centraal. Meininger juga punya banyak cabang, antara lain di Brussels dan kota-kota besar di Jerman.

~ The Emak
Follow @travelingprecil
Baca juga:
Review Novotel Off Grand Place Brussels 
Review Apartemen Airbnb Paris

#EuroTrip 
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga   
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen

Review Novotel Off Grand Place Brussels

  
Dalam rangkaian EuroTrip, kami hanya punya waktu semalam menginap di Brussels, atau biasa juga disebut Bruxelles. Karena itu, dalam memilih hotel, lokasi menjadi pertimbangan utama. Tadinya saya bingung antara memilih hotel yang dekat dengan Stasiun Brussels Midi (stasiun utama untuk kereta antar negara), atau yang langsung dekat dengan Grand Place (Grote Markt), alun-alun yang menjadi atraksi utama kota ini. Akhirnya pilihan jatuh pada Novotel Off Grand Place yang letaknya paling strategis.

Sabtu sore, kami sampai di stasiun Midi Brussels (Gare de Bruxelles-Midi) dengan kereta TGV dari Lille, Prancis. Esoknya kami harus naik kereta Thalys menuju Cologne, Jerman, yang juga berangkat dari stasiun Midi ini. Tadinya, agar praktis, saya mencari-cari penginapan di dekat stasiun Midi. Pilihannya antara lain Ibis Brussels Centre Gare Midi, Novotel Brussels Midi Station dan Floris Ustel Midi. Tapi dari beberapa review, katanya daerah dekat stasiun Midi ini kumuh dan kurang nyaman. Kalau waktu kita terbatas, banyak traveler yang menyarankan kita mending menginap di tengah kota saja. Setelah tahu bahwa tiket kereta dalam kota, dari Stasiun Midi menuju Stasiun Central Brussels gratis, sudah termasuk dalam tiket TGV atau Thalys, saya semakin mantap mencari-cari hotel di tengah kota, antara stasiun Central dan Grand Place.

Novotel bukan pilihan penginapan keluarga yang paling murah. Ketika itinerary Eropa kami belum tetap, saya memesan kamar di Meininger Hotel Brussels City Centre dari website booking.com untuk kelengkapan pengurusan visa. Meininger ini punya kamar keluarga yang bisa untuk 4 orang, dengan tarif yang lumayan terjangkau. Saya juga menginap di cabang Meininger di Amsterdam dan cukup puas. Sayangnya lokasi Meininger Brussels kurang dekat dengan lokasi wisata yang ingin kami kunjungi, jadi budget harus ditambah dengan transportasi lokal.

Selain Novotel, di dekat Grand Place juga ada pilihan hotel lain, seperti Ibis Bruxelle Off Grand Place dan Best Western Premier. Saya pilih Novotel karena bisa mengakomodasi dua orang dan dua anak (sampai 16 tahun) dalam satu kamar.

Untuk mencapai Novotel, kami naik kereta (banyak pilihan) dari stasiun Midi ke stasiun Central, dengan lama perjalanan yang hanya lima menit. Dari stasiun Central, kami tinggal jalan kaki, kurang lebih tujuh menit untuk sampai hotel. Perlu dicatat, untuk yang membawa barang bawaan banyak, bakal cukup kerepotan karena jalanan di kota lama Brussels ini berbatu-batu. Pastikan kalian punya koper yang rodanya tangguh agar tidak jebol di jalan 🙂  

Saya memesan hotel ini langsung dari website Accor dengan tarif EUR 142, termasuk sarapan untuk dua dewasa (anak-anak sarapan gratis). Dengan kurs sebesar Rp 16.915 per Euro, saya membayar hotel ini semalam Rp 2.401.881 (ouch!). Ini masih ditambah city tax yang dibayarkan ketika kami cek in sebesar EUR 7,50 (IDR 126.511). Cukup mahal ya? Tapi kalau dibanding tarif go show di hari itu sebesar EUR 179, yang saya bayar lebih murah lah. Apalagi dengan memilih penginapan di dekat atraksi wisata, saya tidak mengeluarkan biaya transportasi lokal. Berdoa saja supaya pas kalian sampai di Eropa, kurs-nya nggak hancur-hancur amat :p Oh, ya, tarif sarapan prasmanan untuk dewasa sebesar EUR 17 kalau belum termasuk di harga kamar.


Tidak seperti gedung Novotel di Singapura, Sydney dan Canberra yang modern dan membosankan, tampak luar Novotel Brussels ini cukup cantik. Hotel ini menempati gedung kuno yang menyatu dengan bangunan sekitarnya. Tapi tentu saja bangunan di dalamnya sudah modern. Kamar kami cukup luas dan nyaman. Interiornya minimalis modern. Kamar cukup luas dengan satu queen bed dan sofa yang bisa diubah menjadi dua single bed. Kamar mandinya cukup bagus dengan interior modern yang mewah. Ada bath tub yang terpisah dengan pancuran. Amenities Novotel sama saja di mana-mana: sabun, shampo, dan shower gel. Perlu diingat, hotel di Eropa (dan juga Australia/New Zealand) jarang yang menyediakan sikat gigi dan pasta gigi, jadi harus membawa sendiri.

Di sini tidak disediakan air mineral karena air kran sudah aman untuk diminum 🙂 Tersedia ketel listrik dan kopi/gula/teh. Sayangnya tidak ada susu, hanya ada krim bubuk. Seingat saya memang hanyahotel-hotel di Australia dan New Zealand yang menyediakan susu cair dalam wadah kecil untuk teman minum kopi/teh. 

But no worries, we had fast internet connection here. Wifi tersedia gratis dan bisa tersambung dengan gadget dan laptop yang kami bawa. Di kamar juga ada TV yang menyiarkan pertandingan sepakbola Piala Dunia: Argentina vs Belgia! Hahaha, kebetulan banget, pas kami ada di Belgia, pas mereka main. Suasana di restoran hotel dan kafe-kafe di sekitar hotel ramai orang menonton bola. Teriakan-teriakan suporter sampai terdengar di kamar kami. Sayang banget Belgia kalah.  

Dari hotel, tinggal jalan kaki lima menit menuju Grand Place. Di depan hotel banyak kafe dan restoran untuk nongkrong. Saya senang dengan suasana yang ramai dan akrab, tapi tanpa bising kendaraan bermotor. Zona di dekat Grand Place ini tampaknya memang khusus untuk pejalan kaki. Sore hari, saya dan si ayah jalan-jalan berdua saja karena precils tidak mau keluar. Kami berdua jalan kaki sampai ‘menemukan’ Manneken Pis. Tidak lupa kami membeli wafel, camilan khas Belgia. Tentu saja kami memilih yang paling murah di dekat patung Manneken Pis :)) Di sepanjang jalan dari Grand Place menuju Manneken Pis juga banyak kios-kios souvenir. Kami membeli beberapa magnet, kartu pos dan… payung(!) karena mendadak turun hujan.

Sarapan di hotel ini cukup banyak pilihan. Kami turun ke restoran pagi-pagi benar agar waktunya cukup untuk mengejar kereta Thalys. Suasana masih sepi sehingga cukup nyaman dan tentu saja bebas ambil-ambil makanan. Big A senang menemukan makanan favoritnya: hash brown. Saya juga sempat mencoba wafel mereka yang tentu saja lebih enak dari wafel murah 1 Euro yang kami beli kemarin. Si Ayah memilih baked bean dan sayur-sayuran entah apa yang aneh-aneh. Kasihan, ngga ada nasi :p Buah-buahan dan jus jeruknya seger banget. Kopinya juga enak, bisa kita buat sendiri dari mesin esspreso yang tersedia. Tak lupa kami mengambil beberapa buah: apel, pisang, jeruk untuk bekal ganjal perut sampai siang nanti. Seusai sarapan, kami masih sempat menyeret Precils ke Grand Place sebelum akhirnya mengejar kereta Thalys menuju Koln. 

Bye Brussels. Next, Germany!


~ The Emak
Follow @travelingprecil
Baca juga:
#Novotel
Review Novotel Clarke Quay Singapore
Review Novotel Sydney Olympic Park
Review Novotel Canberra 

#EuroTrip
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga  
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen