Ekosistem Tak Seimbang Disebut Penyebab Populasi Ulat Bulu Meledak


GELORA.CO – Populasi ulat bulu ‘meledak’ di Pasuruan. Sedikitnya tiga desa diserang hama ini. Ulat menyerbu pohon, rumah, sekolah hingga rumah ibadah.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, M Ichwan, menyebut ulat bulu yang menyerang Desa Capang, Gajahrejo dan Palanngsari di Kecamatan Purwodadi, dalam kategori tak wajar.
“Pernah dulu kejadian di wilayah Timur, kalau nggak salah di Lekok, namun tak berlangsung lama dan jumlahnya wajar,” kata Ichwan saat dikonfirmasi, Rabu (26/6/2019).
Ichwan mengatakan, selain terjadi karena pergantian musim, ulat bulu muncul dalam jumlah besar akibat ketidakseimbangan ekosistem. “Jadi mereka migrasi dari habitatnya yang tak layak ke tempat lebih nyaman,” terangnya.
Staf Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, Rudi Hartono menambahkan jumlah ulat bulu yang sangat banyak karena pemangsa alami mereka hilang atau jauh berkurang. Pemangsa alami itu di antaranya burung dan rangrang.
“Kejadian ini juga menunjukkan pemangsa alami sudah hilang. Di sekitar sini sudah jarang dijumpai burung, karena mungkin diburu atau berpindah tempat. Semut rangrang juga seharusnya jadi predator ulat,” terangnya.
Hal senada diungkap Misbahul Khoir, staf di Bagian Pengendali Hama. “Populasi ulat bulu meledak karena faktor cuaca dan bahan pangan yang melimpah di sini. Ulat bulu yang ada di desa ini termasuk serangga netral. Tapi karena jumlahnya banyak, menganggu warga. Jadi harus dimusnahkan,” kata Misbahul Khoir.
Dinas Pertanian dibantu warga dan aparat desa sejak tiga hari sudah melakukan penyemprotan untuk memusnahkan ulat bulu. Hari ini juga akan dilakukan pembasmian. Pembasmian akan dilakukan sampai tuntas.
Ulat bulu menyerbu pemukiman warga di Dusun Semambung, Desa Capang, Kecamatan Purwodadi, sejak hari raya Idul Fitri lalu. Selain di Desa Capang, ulat bulu juga ada di Desa Gajahrejo dan Palangsari, namun jumlahnya tak signifikan.
Selain menempel di pohon, ulat juga berada di pagar, tembok, genting bahkan masuk ke rumah. Ulat juga menyerbu salah satu sekolah dan tempat ibadah.[dtk]

Lelahnya Wali Kota Risma Hingga Harus Menginap di ICU


GELORA.CO – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sedianya hendak berangkat ke Jakarta untuk presentasi di Indonesia Acrative Next Index. Namun agenda itu batal dan harus ditunda karena Risma justru masuk rumah sakit . 
Risma harus dirawat karena kelelahan. Risma mendapat perawatan di RSUD dr Soewandhi Surabaya sejak Selasa (25/6) pagi. Kabag Humas Pemkot Surabaya M Fikser mengatakan belum tahu pasti penyakit yang diderita Risma.
Fikser hanya mengatakan Risma sempat batuk lendir (dahak) dan mungkin masih terkait dengan kakinya yang masih belum pulih benar. Di rumah sakit milih Pemkot Surabaya itu, Risma menjalani perawatan termasuk mendapat infus. 
“Ya ini habis satu infus,” kata Fikser saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (25/6/2019).
Fikser mengatakan awalnya Risma dirawat di ruang kamar biasa, di lantai 4 ruang VVIP. Namun Risma kemudian dipindah ke ruang Intesive Care Unit (ICU).
“Ibu (Risma) dipindah ICU. Alasannya ibu di ICU adalah untuk istirahat lebih tenang. Tidak diganggu pengunjung atau tamu dan dokter bisa observasi lebih mendalam,” kata Fikser.
Fikser mengatakan meski dipindah ke ICU, kondisi Risma stabil. Artinya masih bisa ngobrol dan masih sempat bertanya agenda dan jadwal. “Hanya kan itu tadi yang saya jelaskan agar supaya tidak terganggu. Sehingga tim dokter bisa lebih fokus menangani observasinya,” tambah Fikser.
Penjelasan tentang penyakit Risma datang dari Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita. Febri menyebut Risma dirawat karena kelelahan dan maag nya kambuh.
Karena hal itu, lanjut Febria, wali kota sarat prestasi itu mengalami sebah dan agak sesak nafas. Meski begitu, perempuan yang akrab disapa Fenny itu mengaku kondisi Risma tetap stabil dan saat ini masih dalam observasi.
“Sehingga menyebabkan sebah agak sesak, jadi dirawat. Tapi ndak apa-apa masih observasi,” kata Fenny.
Malam sekitar pukul 19.00 WIB, Risma dipindah ke RSU dr Soetomo. Keputusan itu diambil setelah melihat perkembangan observasi dari tim dokter. 
“Iya benar, ibu dipindah sekitar pukul 19.00 WIB memakai ambulans milik RSU dr Soetomo. Ibu tetap ditempatkan di ruang ICU,” kata Fikser.
Saat ditanya apa alasan pemindahan ke RSU dr Soetomo, Fikser mengaku tidak tahu pasti. “Itu merupakan kewenangan tim dokter,” lanjut Fikser.
Sakitnya Risma mendapat banyak tanggapan dan pertanyaan dari berbagai pihak. Humas Pemkot Surabaya harus melayani puluhan pertanyaan terkait bagaimana kondisi terakhir Risma.
“Dari siang tadi kami menerima pertanyaan dari para warga. Mereka menanyakan kebenaran berita yang beredar dan kondisi terakhir Ibu,” kata Fikser.
Fikser menyampaikan, bukan hanya warga, salah satu komunitas warga India di Surabaya juga menanyakan kondisi wali kota dua periode itu.
“Ada juga barusan ini komunitas warga India yang ada di Surabaya menelepon saya, menanyakan kondisi terakhir beliau (Risma) bagaimana. Mereka bilang melalui ketuanya bahwa, ‘Ibu Risma ibu kita semua dan kami sangat mencintai beliau,” tutur Fikser. 
Fikser menambahkan, sejumlah pejabat juga sempat menelepon dirinya, salah satunya Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano. Sama seperti lainnya, Wali Kota Jayapura itu juga menanyakan kebenaran kabar dan kondisi terakhir Risma.
“Ada juga dari Wali Kota Jayapura Bapak Benhur Tomi Mano telepon ke kami, menanyakan melalui Kabag Umum dan ke saya, menanyakan apakah benar berita di media tersebut. Kalau (Ibu) sakit, kondisinya seperti apa. Tadi siang,” terang Fikser.
“Mendapat pertanyaan bertubi-tubi seperti itu, kami jelaskan kondisi terakhir beliau. Ini juga kami mohon doa dari seluruh warga Surabaya agar (Ibu) bisa sehat lagi, beraktivitas seperti semula,” pungkas Fikser.[dtk]

Felix Siauw Bicara soal Kajiannya yang Dibatalkan Pemprov DKI


GELORA.CO – Ustaz Felix Siauw batal mengisi kajian di Masjid Fatahillah Balai Kota DKI. Dia merasa heran dengan pembatalan terhadap kajian-kajiannya sejak sebelum dimulainya pilpres hingga saat ini. 
“Saya nggak tahu, seberapa bencinya orang-orang di balik pembatalan kajian-kajian saya 2 tahun terakhir ini dan marak-maraknya sebelum pilpres. Saya pikir, akan reda setelah pilpres, ternyata nggak juga dan fitnah yang dituduhkan juga itu-itu saja, diulang-ulang dan tak pernah terbukti,” kata Ustaz Felix Siauw saat dihubungi, Selasa (25/6/2019).
“Rupanya orang-orang semisal ini lebih nyaman dengan ‘ceramah’ semisal si abu-abu itu, sama-sama anti ke gerakan 212, juga pro-kriminalisasi ulama, pro-penista agama. Ketika dai dihalangi dari masjid, kajian-kajian dipersekusi, tapi marah ketika dikatakan bahwa mereka anti-Islam,” sambungnya.
Ustaz Felix pun memberikan pesan bagi panitia kajian di Masjid Balai Kota agar usahanya untuk berdakwah dapat balasan dari Allah. Dia juga mendoakan para pegawai Pemprov DKI serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Buat panitia, semoga jerih payah untuk syiar dakwah sejak setahun lalu, Allah balas dengan cara yang jauh lebih baik dari berlangsungnya acara kajian. Semoga Allah lindungi semua jamaah Masjid Fatahillah, semua pegawai Pemprov DKI, terkhusus pada Pak Anies Baswedan semoga rahmat Allah tercurah padanya,” tuturnya.
Meski demikian, dia justru bangga dengan penolakan karena ide Islam yang dibawakannya. Terlebih, menurutnya, penolakan ini bukan terkait akhlak atau perbuatannya. 
“Tak apa, saya bangga ketika saya harus ditolak sebab ide Islam yang saya bawa. Bukan ditolak sebab akhlak, atau pribadi saya yang menyalahi syariat. Difitnah bahwa khilafah menyalahi Pancasila, juga terhormat. Sebab, menunjukkan tingkat pemahaman mereka, alhamdulillah bukan alim yang menolak,” ujar Ustaz Felix Siauw.
Terkait pengaturan ulang jadwal kajian, Ustaz Felix Siauw mengaku belum mengetahui. Namun dia menyebut akan menginfokan kembali bila terdapat pengaturan ulang jadwal kajian tersebut.
“Coba kita lihat saja besok. Kalau ada komunikasi, nanti disampaikan update-nya di medsos,” kata Ustaz Felix Siauw.
Sebelumnya, Sekretariat Dewan Pengurus Korpri DKI Jakarta mengatakan pembatalan itu atas instruksi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir. Chaidir mengatakan pembatalan itu terkait dengan masalah jadwal. 
“Alasannya, ada penundaan waktu yang lebih baik,” kata Chaidir saat dihubungi, Selasa (25/6/2019). 
Saat dipastikan apakah kajian ini ditunda atau dibatalkan, Chaidir mengatakan jadwalnya masih harus diatur lagi. Dia menyebut jadwal kajian Felix Siauw itu adalah jadwal lama. “Ya pokoknya kami batalkan. Jadwalnya schedule lagi. Itu kan jadwal lama. Nah jadwalnya kami harus cocokin lagi. Acaranya pun kemungkinan dibatalkan dengan waktu dan schedule kami nunggu lebih lanjut,” ungkapnya.[dtk]

Wakil Wali Kota Jakut: Sellha Ditabrak Pemotor yang Lawan Arus


GELORA.CO – Sellha Purba, petugas PPSU yang ditabrak motor sudah siuman setelah menjalani operasi. Ternyata, Sellha ditabrak pemotor yang berkendara melawan arus.
“Lokasi kejadiannya di depan Mall Kelapa Gading 3 sekitar jam 5.30 pagi. Tapi penabraknya ini sebenarnya melawan arus,” kata Wakil Wali Kota Jakarta Utara, Ali Maulana Hakim, usai menjenguk korban di RSUD Koja Jakarta Utara, Selasa (25/6/2019).
Dilansir Antara, pihak keluarga menyerahkan kasus tersebut sepenuhnya kepada aparat kepolisian. Ali mengatakan seluruh biaya tindakan medis maupun perawatan nantinya ditanggung melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Direktur Utama RSUP Koja, Ida Bagus Nyoman Banjar menambahkan, Sellha didiagnosa mengalami cedera kepala sedang yang ditandai dengan pendarahan. 
Sebelumnya, Sellha menjalani operasi akibat pendarahan di otak. Sekretaris Kelurahan Kelapa Gading Timur Yeny Fisdiyanti mengatakan Sellha menjalani operasi pada Selasa siang, pukul 13.30 WIB, selesai operasi pada pukul 17.40 WIB. Kondisi Sellha saat ini sudah mulai membaik.
“Sudah sadar, tapi masih dalam pengaruh obat,” kata Yeny dalam keterangan kepada detikcom.
Setelah menjalani operasi, Sellha kemudian dipindahkan ke ruang HCU. Saat ini Sellha kondisinya sudah sadar.[dtk]

Usut 527 Petugas KPPS Meninggal, KMN Desak Komnas HAM Bentuk TGPF Independen


GELORA.CO – Menyikapi tewasnya 527 petugas KPPS Pemilu 2019 lalu, gerakan Aksi Kedaulatan Rakyat, Kolaborasi Milenial Nusantara (KMN) membentuk “Gerakkan Pita Kuning”. Mereka menyuarakan kembali dibentuknya TGPF independen.
Insiator Kolaborasi Milenial Nusantara, Wenry Anshori Putra mengatakan, tim yang dibentuk oleh Komnas HAM tidak cukup efektif dalam melakukan penyelidikan.
“KMN kembali menyuarakan dibentuknya TGPF. Karena, Tim Pengawas Pemilu yang dibentuk Komnas HAM tidak cukup efektif untuk melakukan penyelidikan” ujar Wenry Putra di Jakarata, Selasa (25/6/2019).
Tak hanya itu, KMN mendukung pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu agar mendesak adanya pengusutan insiden tersebut.
“Kami mendukung pernyataan menhan agar mendesak adanya pengusutan. Karena, sampai detik ini belum ada kejelasan bagaimana dan siapa pelaku pembunuhan tersebut. Oleh karena itu, KMN mengusulkan agar sebaiknya dibentuk Tim Independen” ujar dia.
Selanjutnya, KMN berencana menemui Marzuki Darusman (Mantan Ketua Komnas HAM era 1998 dan mantan Jaksa Agung) yang oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik 
“KMN Gerakkan Pita Kuning akan temui Marzuki Darusman diminta bergabung dalam penyelidikan korban Aksi Kedaulatan Rakyat,” tambahnya.
“Selain menemui Marzuki Darusman, Gerakan Pita Kuning KMN akan menemui tokoh-tokoh nasional seperti; Din Syamsuddin, Hariman Siregar, Suripto, tokoh-tokoh agama, dan tokoh-tokoh kampus.” Pungkasnya. [ts]

Polemik Korban Aksi 21-22 Mei, Wiranto: Kenapa Diributkan, yang Meninggal Memang Perusuh


GELORA.CO – Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto merasa heran kasus meninggalnya 9 orang dalam aksi kerusuhan 21-22 Mei masih dipersoalkan oleh beberapa instansi. Padahal menurut Wiranto keseluruhan korban yang meninggal adalah memang perusuh.
“Kenapa diributkan ya? Itu kan yang meninggal memang perusuh yang menyerang aparat. Perusuh yang kemudian melakukan penyerbuan ke Instansi Brimob ada keluarganya, ada anak-anaknya. Tetapi tidak meninggal di area demonstrasi yang damai,” ujar Wiranto di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).
Wiranto menegaskan para perusuh meninggal bukan karena kesewenang-wenangan dari aparat penegak hukum.
“Saya sudah berulang-ulang menekankan itu. Bukan meninggal di arena demonstrasi damai. Artinya tidak ada kesewenangan polisi saat menghadapi demontsrasi damai tapi saat ada perusuh menyerang itu,” tegas Wiranto.
Menurutnya perlakuan aparat penegak hukum sudah sesuai dengan standard operasional procedure dari kepolisian.
“Perlakuannya itu (sudah sesuai) SOP dan sudah dipastikan bahwa yang meninggal ini saat ada penyerbuan perusuh di instansi kepolisian. Kalau meninggalnya di demonstrasi damai itu beda lagi,” terang Wiranto.
Sebagai Informasi, Amnesty International Indonesia menyoroti kasus video penyiksaan dalam aksi 21-22 Mei yang tersebar di dunia maya dan diduga dilakukan oleh aparat kepolisian. Dari hasil investigasi yang dilakukan selama satu bulan, Amnesty menyimpulkan tindakan itu mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam rekomendasinya, Amnesty mengimbau pemerintah Indonesia untuk menanggapi dugaan pelanggaran HAM pada kejadian 21-22 Mei. Langkah itu perlu dilakukan untuk mewujudkan komitmen Indonesia sebagai negara yang menyetujui Konvensi Anti Penyiksaan.
“Ini bagian dari kewajiban Indonesia sebagai partisipasi konvensi anti penyiksaan, yang diseritifkasi tahun 1998, dan berkali-kali sebetulnya rekomendasi serupa itu telah disampaikan oleh badan-badan HAM PBB,” kata Peneliti Utama Amnesty, Papang Hidayat di kantornya, Jakarta. [gt]

Rekam Polisi Gak Mau Bayar Teh dan Ngamuk ke Pedagang, Wanita Ini Ngaku Diteror


GELORA.CO – Aksi arogansi anggota Polsek Bekasi Utara Aiptu Mursid yang mencak-mencak kepada pedagang nasi bebek bernama Muhar viral di media sosial.
Berdasarkan penelusuran, video itu diabadikan oleh pelanggan Muhar bernama Jesenia Kartini. Perempuan berusia 21 tahun itu sengaja mengabadikan video tersebut lantaran kesal melihat arogansi Aiptu Mursid kepada pedagang.
Jesenia mengatakan jika video itu ia abadikan saat makan bersama teman laki-lakinya bernama John Fernando (22) pada, Jumat (21/6/2019) malam.
Dari cerita Jesenia, mulanya polisi itu datang dengan dua teman perempuannya. Mereka makan sekitar beberapa menit. Saat hendak bayar, Mursid tidak terima karena minumannya dihitung oleh Muhar.
“Oknum polisi itu kesal karena saat ditagih minumannya harus bayar, dia (Mursid) minum teh hangat satu gelas dan di catat saat bayar Rp 1000. Enggak terima dan marah-marah, total yang harus dibayar kira-kira Rp 45 ribu,” jelas Jesenia saat dikonfirmasi, Selasa (25/6/2019).
Merasa kasihan, Jesenia akhirnya mengabadikan video menggunakan ponselnya tanpa sepengetahuan Mursid dan Muhar. Ia kemudian mengabadikan video itu ke media sosial, Instagram.
Jesenia mengaku sempat ketakutan saat mengabadikan video tersebut.
“Saya memang niat mau viralkan video, sempat takut yah degdegan juga, tapi kan ini untuk kebaikan. Apalagi yang bersangkutan bawa-bawa nama instansi kepolisian,” tandasnya.
Setelah viral itu, Jesenia mengaku mendapatkan ancaman dari kerabat Mursid yang mengaku sebagai anggota polisi. Penelepon meminta menjadwalkan pertemuan dengan Jesenia.
“Ada lima atau enam nomor telepon yang tidak dikenal hubungi saya terus, mereka nanya saya di mana dan meminta untuk bertemu,” ungkapnya.
Jesenia terheran-heran dengan ulah oknum polisi kerabat Mursid itu. Ia kemudian menutup sambungan telepon. Ia bahkan tidak mengetahui peneror itu dari mana mendapatkan nomor kontaknya.
“Kemungkinan besar tahu nomor saya dari profil instagram, tapi sekarang sudah saya hapus, ada juga pesan di SMS kepada saya,” pungkasnya.
Sementara itu, Muhar yang sempat didamprat Aiptu Mursid tetap berdagang seperti di biasa di Jalan Lingkar Utara, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Setelah kejadian itu viral, Muhar tak ingin berbicara lebih jauh. Pasalnya, kasus tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan.
“Saya tidak tahu, sudah selesai kok urusan,” singkat dia saat dikonfirmasi.
Buntut dari aksi arogansinya itu, Mursid telah diberikan sanksi berupa hukuman hormat kepada bendera Merah Putih. [sc]

Muncul Surat Kaleng yang Protes Putri Ridwan Kamil Daftar ke SMA Favorit


GELORA.CO – Muncul surat kaleng yang mengkritik langkah istri Gubernur Jabar Atalia Praratya mendaftarkan putrinya Camillia Laetitia Azzahra (Zahra) ke SMA 3 dan 5 pada PPDB 2019. Atalia dinilai tidak memberikan contoh dalam upaya pemerataan kualitas pendidikan.
Surat kaleng ini beredar di aplikasi perpesanan (Whatsapp) seperti yang dilihat detikcom, Selasa (25/6/2019). Pengirim surat kaleng ini mengaku merupakan orang tua yang kebetulan anaknya satu angkatan dan memiliki NEM sama dengan Zahra.
Dalam suratnya, pengirim memberikan saran kepada Atalalia agar Zahra tidak masuk ke SMA 3 dan 5. Alasannya, langkah tersebut bertolak belakang dengan upaya pemerataan kualitas pendidikan melalui sistem zonasi dalam PPDB di Jabar.
“Saya hanya beri saran, melihat situasi dan kondisi saat ini. Alangkah lebih baik zara tidak dimasukan ke sman 3 dan 5. Karena ini hanya akan memperkuat citra (favorit) SMA tersebut dan bertolak belakang dengan program zonasi. Apapun alasannya keberadaan Zara di sman itu berpengaruh,” kata pengirim surat kaleng.
Menurutnya sebagai istri orang nomor satu di Jabar harusnya memberikan contoh kepada masyarakat. Bukan semakin memperjelas keberadaan SMA 3 dan 5 sebagai sekolah favorit di Kota Bandung.
“Ibaratnya bu atalia kan brand ambasadornya dalam mensosialisasikan program zonasi. Tp jika anaknya masih di 3 dan 5 berarti pandangan kami..mindset bu atalia masih menilai 3 dan 5 sebagai sma favorit,” ungkap penulis surat kaleng.
“Bagaimana pun apabila ingin program zonasi sukses mindsetnya harus diubah … dimulai dr ibu gubernurnya … yang harus mau berkorban terlebih dahulu dengan tdk memasukan anaknya ke 3 dan 5,” lanjut isi surat kaleng
Ia juga mempertanyakan proses pendaftaran Zahra yang menggunakan jalur mutasi orang tua. Mengingat, Zahra baru saja pindah dari kediamannya di Cigadung ke Gedung Pakuan, Kota Bandung.
“sy mendengar zara pindah kk untuk bisa ke sman 3 dan 5. Walau dgn klarifikasi pindah kerja. Masih 1 kota. Sementara di bagian informasi sma… pindah kk itu yg boleh hanya pindah antar kota. Bukan di dalam kota,” ujar pengirim.
Menanggapi hal itu, Atalia mengaku pilihan SMA 3 dan 5 merupakan keinginan putrinya. Sebagai orang tua, ia bersama Ridwan Kamil tidak bisa melarang dengan alasan tidak memberikan contoh kepada masyarakat.
“Jadi kalau saya secara pribadi ketika hak diberikan kepada anak, juga adil buat siapapun apakah itu gubernur atau warga harus adil,” tutur Atalia ditemui saat Launching Calendar Event Wisata di Jabar, Hotel Trans Luxury, Kota Bandung
Dia mengaku awalnya putrinya ingin bersekolah di SMA 2. Namun jarak Gedung Pakuan dengan sekolah itu cukup jauh, sehingga tidak memungkinkan mendaftar di sekolah tersebut.
“Sesungguhnya SMA 3 bukan tujuan utama Zara. Karena pengennya SMA 2, hanya karena jauh, kami konsul paling dekat 4 sekolah yaitu sma 3,5,6 dan 4. Saya tanya ke anaknya ternyata maunya ke SMA 3. Kami serahkan ke anak. Tapi dia siap ke swasta,” ujar Atalia.
Meski begitu, ia memastikan proses yang ditempuh anaknya sudah sesuai dengan aturan berlaku. “Kami menunggu dari Mendagri termasuk aturan berlaku, apakah melanggar atau tidak,” kata Atalia.
Berdasarkan website PPDB Disdik Jabar, Zahra kemungkinan besar lolos di SMA 3 lewat jalur perpindahan. Dia di posisi ke-15 dari kuota 17 orang. Zahra memiliki nilai UN rata-rata lebih dari 9, yaitu 38,5. [dtk]

Ya Ampun, Anang Tabrak Petugas PPSU Cantik karena Terpesona Kecantikannya


GELORA.CO – Seorang petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara, bernama Selha Purba yang sempat viral di media sosial nyaris tewas lantaran ditabrak pengendara sepeda motor Honda Beat B 3135 ULA.
Diduga pengendara motor bernama Anang ini terpesona oleh kecantikan petugas pemilik instagram @selha_purba.
Kejadian tersebut terjadi pada Selasa (25/6) di sekitar lampu lalu lintas Nias, Jakarta Utara.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Utara Ajum Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ahung Pitoyo membenarkan hal tersebut.
“Iya benar ada peristiwa kecelakaan,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (25/6).
Akibatnya, Selha mengalami luka cukup serius di sekujur tubuhnya. Hingga kini dia masih dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Koja.
“Yang bersangkutan mengalami luka-luka, seperti kepala kanan memar, kuping kanan robek, hidung lecet, kepala belakang memar,” ujarnya. [jn]

Oknum Polisi yang Tolak Bayar Teh Rp 1.000 Dihukum Hormat Bendera


GELORA.CO – Sebuah video beredar di media sosial. Dalam video itu, tampak seorang lelaki memaki penjual nasi bebek. Dia menolak membayar segelas air teh Rp 1.000.
Selain itu, pria itu sesumbar akan menggusur tempat usaha itu ketika dirinya mengenakan baju dinas. Setelah ditelusuri, pria itu merupakan anggota Polsek Bekasi Utara.
Hal ini juga sudah diketahui oleh jajaran Polres Bekasi Kota. Oknum polisi itu lalu dihukum dengan hormat bendera.
“Iya (dihukum ) hormat bendera,” ucap Kasubag Humas Polres Metro Bekasi Kota Kompol Erna Roswing, saat dikonfirmasi, Selasa (25/6).
Erna tak menyebutkan siapa oknum polisi yang memarahi pedagang itu. Namun, berdasarkan sumber yang didapat polisi tersebut berasal dari Polsek Bekasi Utara.
Dari informasi yang dihimpun, kejadian tersebut bermula saat pria itu makan di sebuah warung nasi bebek di kawasan Bekasi Utara. Pedagang memang hanya menyediakan air mineral gelas.
Namun, oknum polisi itu meminta disediakan teh hangat. Sang pedagang lalu mencoba mencari teh hangat.
Usai makan, pedagang mencantumkan harga teh hangat Rp 1.000. Karena itu, oknum polisi itu marah dan tidak terima dengan uang yang diminta pedagang. Dia mengeluarkan kata-kata tak pantas kepada pedagang.
Kemarahan itu sempat terekam dan tersebar cepat di media sosial. Bahkan, oknum polisi itu sesumbar akan mengusir pedagang saat dirinya mengenakan pakaian dinas. []