BW: Kesaksian Jaswar Koto Belum Terbantahkan


GELORA.CO – Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno optimistis menatap hasil putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang akan diumumkan pada Kamis (27/6) mendatang.
Rasa percaya diri itu didasari dengan keterangan saksi ahli yang mereka hadirkan, Jazwar Koto. Dalam persidangan Jazwar menguraikan mengenai adanya angka penggelembungan 22 juta suara. Jazwar menjelaskan hal tersebut secara saintifik berdasarkan digital forensik.
Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, keterangan Jazwar tersebut belum terbantahkan dalam sidang, baik itu oleh saksi yang dihadirkan KPU sebagai termohon, maupun kubu Jokowi-Maruf sebagai pihak terkait.
“Sama sekali tidak dideligitimasi oleh termohon/KPU maupun terkait/paslon 01,” tegasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (25/6).
Menurutnya, yang dipersoalkan terhadap Prof Jazwar Koto sebatas sertifikat keahlian. Padahal, Jazwar telah menulis 20 buku dan 200 jurnal internasional.
Tidak hanya itu, Jazwar juga ,emegang hak patent (patent holder), penemu, dan pemberi sertifikat finger print dan eye print.
“Termasuk menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan yang disegani di Jepang,” kata mantan komisioner KPK itu.
BW, sapaan akrabnya menjelaskan jika mekanisme pembuktian dari keterangan Jazwar dilakukan secara manual, yaitu dengan mengadu C1 dengan C1, maka akan membutuhkan waktu yang lama.
“Katakanlah pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu 1 menit sekali pengecekan, maka pengecekan tersebut akan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 juta pemilih,” terangnya.
“Kalau pengecekannya didasarkan per TPS (dengan asumsi jumlah TPS 813.330 TPS) dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit, maka waktu yang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya,” pungkasnya. [md]

Seharusnya Said Didu Jadi Saksi Ahli Pengungkap Dana Kampanye


GELORA.CO – Kehadiran mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu sebagai saksi dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dirasa kurang tepat.
Pengamat hukum dari Universitas Andalas Pandang, Charles Simabura langkah Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menempatkan Said Didu sebagai saksi yang berbicara mengenai anak perusahaan BUMN dan menyoal posisi calon presiden Maruf Amin kurang tepat.
Seharusnya, kata dia, Said Didu dijadikan saksi ahli dan berbicara mengenai dugaan pelanggaran dana kampanye. Sebab, dia pernah bekerja di pemerintahan, sehingga paham alur dana-dana yang diduga disalahgunakan. 
Menurutnya, jika BPN menjadikan persoalan dana kampanye Jokowi-Maruf sebagai petitum, maka MK bisa memeriksa pelanggaran dana kampanye tersebut.
Isu ini, sambungnya, tentu akan menjadi hal baru sekaligus perdebatan seru jika dibawa ke MK. Sebab selama ini kejujuran dana kampanye hanya selesai di akuntan publik manakala dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 
“Isu itu luar biasa bagi kita. Jadi kita berharap kalau itu dielaborasi, maka bisa jadi satu terobosan di MK ketika ada ada peserta pemilu yang terindikasi tidak jujur dalam laporan dana kampanye,” tegasnya. 
“Artinya MK bisa saja memeriksa pelanggaran termasuk dana kampanye yang sampai sekarang diributkan orang di pilpres, pileg, pilkada dibawa ke MK,” sambung Charles.
Menurutnya, dana kampanye bisa menjadi pintu masuk untuk menyebut ada kecurangan yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Apalagi, kubu Prabowo-Sandi kerap mempertanyakan lonjakan harta kekayaan Jokowi. 
Jokowi, disebut mengalami lonjakan harta yang fantastis sebesar Rp 13.399.037.326. Hal itu ditilik dari Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diumumkan tanggal 12 April 2019, di mana harta kekayaan berupa kas dan setara kas milik Jokowi hanya berjumlah Rp 6.109.234.704.
Sementara pada 25 April 2019, disebutkan dana kampanye Jokowi dalam bentuk uang senilai Rp 19.508.272.030 dan bentuk barang Rp 25.000.000.
“Ahli seharusnya bisa menjelaskan bagaimana implikasinya dana kampanye itu, tidak jujur dan segala macam,” tandasnya. [md]

Penjelasan Yusril soal Hasil Pilpres Bisa Dibatalkan karena Kecurangan


GELORA.CO – Ketua Tim Hukum 01, Yusril Ihza Mahendra, kembali mengklarifikasi pernyataannya yang viral terkait sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa ‘hasil pilpres bisa dibatalkan jika terjadi kecurangan, jadi bukan persoalan angka’.

Pernyataan itu muncul dalam poster-poster aksi massa pendukung Prabowo di MK, dan viral di media sosial terutama Instagram.
Lewat akun instagram pribadinya, Yusril menegaskan pernyataannya itu disampaikan saat menjadi saksi ahli di Pilpres 2014. Namun pendapat itu tidak lagi relevan dan tidak tepat jika digunakan kembali di tahun 2019.
“Pendapat saya itu tahun 2014 sebelum adanya UU Pemilu 2017 yang membagi kewenangan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu, PTUN, Gakumdu, dan terakhir MK,” tulis Yusril dikutip dari postingannya, Selasa (25/6). (Yusril mempersilakan mengutip pernyataannya di medsos).
Selain itu, Yusril menilai pendapatnya sebagai kuasa hukum Prabowo-Hatta saat itu, tidak berlaku lagi karena pada saat itu majelis hakim menolak seluruh permohonan gugatan sengketa pilpres yang diajukan tim pemohon alias Prabowo-Hatta.
“Pendapat ahli yang dikemukakan dalam sidang berfungsi sebagai alat bukti. MK menolak permohonan Prabowo Hatta seluruhnya. Itu berarti termasuk pendapat saya tidak dapat lagi dipergunakan karena telah ditolak oleh MK. Dari sudut akademik, itu berarti saya harus mengubah pendapat saya tahun 2014 dengan pendapat yang baru,” kata Yusril.
“Dari sudut hukum pembuktian, pendapat itu tidak boleh lagi dijadikan rujukan dalam mengajukan permohonan yang baru. Bahwa pendapat ahli itu berubah, bukanlah berarti mencla mencle atau munafik,” lanjutnya.
Dari segi akademis, Yusril mengatakan membantah atau mengkoreksi pendapat itu hal biasa yang terjadi. Perubahan ini, menurut Yusril, terjadi karena hukum harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan dinamika kondisi dan situasi.
“Hari ini saya bisa lulus PhD karena mempertahankan sebuah disertasi. Lima tahun kemudian saya mengajukan disertasi kembali yang membantah atau mengkoreksi pendapat saya sendiri. Itu biasa dalam dunia akademik,” kata Yusril.
Yusril juga memberi contoh dari adaptasi hukum ini juga diterapkan oleh pendiri Mahzab Syafi’i yakni Imam Syafii.
“Pendapat Imam Syafii tentang masalah hukum yang ditulisnya di Madinah beliau ubah ketika beliau pindah ke Baghdad. Itu disebabkan karena penduduk Madinah sangat homogen, sementara penduduk Baghdad sangat heterogen. Perbedaan komposisi penduduk dapat mengubah suatu pendapat hukum. Itu benar kalau dikaji secara sosiologi hukum,” kata Yusril.
Yusril mengatakan masalah-masalah seperti ini memang tidak mudah dicerna oleh orang awam. Itu sebabnya, Yusril mengaku mendapat bully-an dari berbagai pesan di WhatsApp.

“Tapi di medsos hal-hal begini ‘dimainkan’ untuk membentuk opini: Siapa kawan siapa lawan.”
– Yusril Ihza Mahendra

“Ya, saya menghadapi hal seperti itu tiap hari. Maka sering saya baca di berbagai Group WA yang mengatakan saya ‘Profesor Bego’. Saya pikir UI tak akan mengangkat orang bego jadi Guru Besar,” tegas Yusril.
“Penjelasan Prof. @YusrilIhza_Mhd Soal Meme Pilpres 2014 Yang Dijadikan Propaganda Kubu 02″ by @Catatan_Yusril https://t.co/X9ar3zNxrO

— #CatatanYusril (@Catatan_Yusril) June 24, 2019

Menurut Denny Indrayana Masih Ada Peluang Pemungutan Suara Ulang


GELORA.CO – Anggota tim kuasa hukum Prabowo – Sandiaga, Denny Indrayana menyebut potensi MK akan memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang untuk Pemilu 2019, masih terbuka lebar.
Sebab, kata dia, tim kuasa hukum paslon 02 mendapatkan data sebanyak 27 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah di Pemilu 2019.
Denny mengatakan hal itu setelah menghadiri acara diskusi bertajuk “Nalar Konstitusi Progresif vs Nalar Kalkulator” di Media Center Prabowo – Sandiaga, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).
“Secara teori kepemiluan, kalau registration voters itu tidak bagus, ada bermasalah, itu jadi dasar mengulang pemilu. Jadi, kami minta, ini enggak benar,” kata Denny.
Denny mengatakan, persoalan DPT bermasalah sudah diungkapkan seorang ahli informasi teknologi (IT) Jaswar Koto di dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019. Jaswar ialah saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum paslon 02 dalam persidangan.
Keterangan tersebut, kata Denny, juga dilengkapi dengan data yang terverifikasi oleh tim kuasa hukum paslon 02. Data itu lalu dikirimkan ke MK sebanyak 2 truk sebelum sidang sengketa hasil Pilpres 2019.
“Di situ bisa kelihatan ada NIK ganda, ada rekayasa di kecamatan, ada NIK di bawah umur, itu jumlahnya 27 juta,” ungkap dia.
Denny mengatakan, KPU tidak membantah keterangan Jaswar dan bukti tim kuasa hukum paslon 02 terkait 27 juta DPT bermasalah di dalam sidang sengketa hasil Pilpres. Diketahui, KPU tercatat sebagai pihak termohon di dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019.
“KPU enggak bisa bantah itu. Sebab, memang DPT itu berubah-ubah. Kemudian, paling tidak bisa dibantah ialah 21 Mei, ada lagi perubahan DPT,” ungkap dia.
Denny berharap, temuan 27 juta DPT bermasalah itu membuat MK memerintahkan proses pemungutan suara ulang seperti di Sampang (di 3 TPS), Maluku, dan beberapa lokasi lain.
“Itu ada di MK (bukti). Sekarang MKnya gimana. Menjaga sebagai Mahkamah konstitusi atau menjadi Mahkamah Kalkulator,” kata Denny. [jn]

FSP BUMN Bersatu Kirimi Hakim MK Dokumen Bukti Ma’ruf Amin Langgar UU Pemilu


GELORA.CO – Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu telah mengirimi para hakim Makamah Konstitusi  (MK) surat dan dokumen yang berisikan bukti dan keterangan bahwa Cawapres  KH Ma’ruf Amin melanggar Undang-Undang Pemilu.
“Surat dan dokumen dari FSP BUMN Bersatu itu sudah diterima 9 Hakim MK sejak kemarin,” kata  Ketua Umum FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Selasa 25/6/19.
Surat tersebut sebagai bentuk bahwa FSP BUMN Bersatu sebagai Kelompok Masyarakat yang menjadi sahabat 9 Hakim MK ( Amicus Curriae).
Melalui surat tersebut, mereka mengingatkan dan memberikan masukan dalil-dalil hukum serta UU yang menyangkut BNI Syariah adalah anak perusahaan BUMN yang merupakan BUMN Juga.  
“Ada tambahan dokumen untuk MK berupa Akta Notaris Hasil RUPS BNI Syariah 2018 dimana KH Maruf Amin menduduki jabatan  Dewan Pengawas di BNI Syariah bukan di angkat oleh MUI tapi oleh Hasil RUPS BNI Syariah atas perintah Pejabat Bank BNI yang mendapatkan Surat kuasa subtitusi dari Direksi Bank BNI ,yang dimana Bank BNI sebagai Badan Hukum telah menerima Juga Surat Kuasa Subtitusi Pemegang saham dari Kementerian BUMN,” paparnya.
Hal itu, lanjutnya,  untuk memperkuat Kalau Cawapres KH Maruf Amin sudah melanggar UU Pemilu dengan tidak memenuhi syarat utama sebagai syarat mandatori yang harus dipenuhi oleh Pejabat BUMN ( Dewan Pengawas ) untuk mundur jika mencalonkan diri sebagai Cawapres.
“Surat Amicus Curriae yang disampaikan pada 9 Hakim MK Juga memohon agar 9 Hakim MK agar dalam putusan nya mendiskulifikasi Maruf Amin sebagai Cawapres pasangan Joko Widodo,” tandasnya. [mc]

Mantan Komisioner KPU: Tokoh Sehebat Gus Dur saja Kita Berani Coret, Apalagi Ma’ruf Amin


GELORA.CO – Mantan komisioner KPU Prof. Chusnul Mariyah mengatakan cawapres 01 Ma’ruf Amin yang masih menjabat sebagai pejabat BUMN bisa didiskualifikasi.

Ia menerangkan, dulu tokoh sehebat Gus Dur saja pernah dicoret karena tak memenuhi syarat. Apalagi kasus Ma’ruf Amin yang jelas-jelas ada peraturannya, tidak boleh menjadi capres/cawapres apabila masih menjabat sebagai Pejabat BUMN

Berikut videonya,

Refly Harun Bicara soal Dugaan Kejanggalan Dana Kampanye Jokowi: Mudah Membuktikannya


GELORA.CO – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun angkat bicara soal adanya dugaan kejanggalan dana kampanye paslon 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.

Diketahui kejanggalan tersebut santer dibicarakan setelah kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memasukkan sejumlah gugatan soal kecurangan hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Melalui acara Kabar Petang’ di tvOne, Refly menjelaskan bahwa permohonan gugatan paslon 02 tersebut mudah untuk dibuktikan, Senin (24/6/2019).
Hal itu dikemukakan Refly tentunya dengan pembuktian yang kuat.
“Yang saya ingin katakan, ini pembuktikan yang mudah dilakukan,” ujar Refly.
“Karena apa? Karena hanya satu kasus, kemudian tempatnya juga bisa dilacak, alirannya bisa dilacak dan lain sebagainya.”
“Beda sama dalil-dalil kualitatif yang besar itu,” sambungnya.
Menurutnya, dugaan kejanggalan dana kampanye merupakan satu di antara yang paling mudah dibuktikan oleh MK.
Namun demikian, jika benar kejanggalan tersebut terbukti menyalahi pilpres, maka belum tentu juga bisa mendiskualifikasi Jokowi-Ma’ruf dari kontestasi Pilpres 2019.
“Yang paling bisa dibuktikan secara bulat, lagi-lagi dana kampanye soal Ma’ruf Amin dan sebagainya itu,” jelas Refly.
“Tapi persoalannya adalah kalau itu terbukti misalnya ada pelanggaran dana kampanye oleh Presiden Jokowi atau bahkan barangkali ada sumbangan-sumbangan yang masuk sebagai gratifikasi misalnya.”
“Karena tidak langsung kepada sumbangan tim kampanye tapi melalui Presiden Jokowi juga, maka kalau itu pun terbukti maka akan menjadi persoalan apakah itu cukup bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan,” tandasnya.
Simak videonya dari menit 6.37

Tim Hukum Prabowo Cemooh Saksi Ahli Jokowi: Pawang Ular di Seminar Gajah


GELORA.CO – Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy, menjadi saksi ahli yang diajukan pihak terkait dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, yakni Tim Hukum Capres Cawapres nomor urut 1 Jokowi – Maruf Amin.
Belakangan, Teuku Nasrullah, anggota Tim Hukum Capres Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno justru mencemooh kehadiran Eddy di sidang MK seperti pawang ular dalam seminar gajah.
Pengibaratan yang disampaikan Nasrullah tersebut berdasarkan ketidaksesuaian keahlian Eddy dengan kepentingan sidang MK.
Eddy lama berkecimpung dalam hukum pidana, bukan tata negara sehingga Nasrullah menyoroti saat sang saksi berbicara tentang hukum pembuktian di tingkat MK.
Menurutnya, penjelasan yang disampaikan Eddy serupa dengan pawang ular yang diminta melakukan penjelasan soal gajah dalam seminar gajah.
“Pawang ular itu kemudian mengatakan, gajah itu binatang berkaki empat, berbadan besar, berkuping lebar. Badannya besar sekali gajah itu. Kemudian gajah mempunyai belalai. Belalai gajah ini mirip seekor ular,” kata Nasrullah dalam diskusi bertajuk “Nalar Konstitusi Progresif vs Nalar Mahkamah Kalkulator” di Prabowo – Sandiaga Media Center, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
Nasrullah menganggap materi yang dipaparkan Eddy dalam sidang MK adalah dalil hukum pidana. Paparan Eddy itu dinilai Nasrullah malah melahirkan kesesatan dalam berpikir.
“Misalnya, hukum pembuktian yang dibahas itu adalah pembuktian hukum pidana, itupun salah,” tudingnya. [sc]

Denny: Sesuai Amanah UUD, MK Paling Enggaknya Diskualifikasi Jokowi-Ma’ruf


GELORA.CO – Tim Hukum Prabowo-Sandi meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga asas pemilu dalam memutus perkara sengketa Pilpres 2019. Asas pemilu yang dimaksud yakni langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur, dan adil.
“Asas pemilu luber, jujur, dan adil. Jadi yang dijaga MK adalah apakah penyelenggaraan pemilu sejalan dengan asas itu. Itu amanah UUD,” kata salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, di Jakarta, Selasa (25/6).
Oleh karena itu, dia berharap putusan MK tentang sengketa Pilpres 2019 nanti mengabulkan apa yang menjadi gugatan kubu Prabowo-Sandi. “Ini paling enggak (MK) diskualifikasi (pasangan Jokowi-Ma’ruf) atau paling tidak pemungutan suara ulang,” kata Denny.
Menurut dia, sepanjang persidangan gugatan Pilpres 2019, tampak jelas ada dua pendekatan hukum berbeda yang digunakan oleh masing-masing pihak. Di kubu pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf telah mengunakan pendekatan hukum tekstual, konservatif, dan memaksa MK tunduk pada UU.
“Kuasa hukum 01 melakukan pendekatan tekstual, konservatif, dan memilih MK tunduk pada UU. MK hanya menghitung perselisihan hasil suara. Karena itu, masalah perbaikan permohonan (kami) dipersoalkan. Masalah pembuktian dipertanyakan. Kami minta perlindungan saksi juga dipersoalkan,” ujarnya.
Padahal, kata Denny, MK sendiri sejak di awal pembukaan sidang dengan tegas mengatakan hanya tunduk kepada UUD dan tidak bisa diintervensi.
Kemarin, sembilan hakim MK telah menetapkan bahwa sidang pembacaan hasil putusan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo-Sandi akan digelar pada Kamis (27/6). MK membacakan satu hari lebih awal dari batas waktu maksimal yang sudah ditentukan dalam Peraturan MK. [ns]

Gatot Nurmantyo Optimis Hakim MK Objektif


GELORA.CO – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo optimis Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus sengketa pilpres 2019 dengan adil dan mempertimbangkan psikologis masyarakat Indonesia yang menginginkan perubahan. Demikian disampaikan Gatot merespon jelang putusan MK pada 27 Juni mendatang.
“Kita percaya kepada Mahkamah Konstitusi. MK dengan hakim-hakimnya yang senior akan memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum, objektif dan menggunakan hati nurani,” kata Gatot di sela-sela acara Halal Bihalal Puranwirawan TNI-Polri di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa (25/6).
Gatot menilai Hakim MK tidak dapat diintervensi oleh apapun. Hal itu selaras dengan pernyataan Ketua MK, Anwar Usman beberapa lalu yang menyatakan bahwa ia hanya takut kepada Allah SWT.
“saya yakin mereka tidak bisa dipengaruhi siapapun karena umurnya sudah tua. Kalau mereka berbuat dosa, nggak ada kesempatan untuk memperbaiki lagi, orang sudah tua kan mungkin pikiran dunianya berkurang dan lebih memikirkan akhirat,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat yang ingin turun aksi untuk tetap mematuhi konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat diharapkan tertib dalam menyampaikan aspirasi dan tidak menggangu jalannya putusan sidang MK. “Pelihara persatuan dan kesatuan,” ucap Gatot.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan hasil sengketa pilpres 2019 pada 27 Juni mendatang. Hasil ini dilakukan setelah melewati Rapat Permuswayaratan Hakim (RPH) sembilan majelis berdasarkan fakta-fakta persidangan.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan hasil sengketa pilpres 2019 pada 27 Juni mendatang. Hasil ini dilakukan setelah melewati Rapat Permuswayaratan Hakim (RPH) sembilan majelis berdasarkan fakta-fakta persidangan. [ns]