Singapore With Kids: Itinerary & Budget

Suasana malam Singapura

Habis berapa sih kalau jalan-jalan ke Singapura dengan keluarga? Mungkin pertanyaan seperti itu yang paling sering ditanyakan sebelum memutuskan mengajak keluarga jalan-jalan ke negeri tetangga kita ini. Tentunya budget ini tergantung berapa orang yang berangkat, berapa lama travelingnya dan pengen ngapain aja di sana. Yuk, kita bahas satu-persatu ya.

Budget & Itinerary vs Kenyataan
Kami selalu traveling berempat: The Emak, Si Ayah, Big A (11 tahun) dan Little A (5 tahun). Kali ini kami pergi ke Singapore untuk ‘menemani’ Si Ayah yang mengikuti konferensi selama 3 hari di NTU. Lumayan lah, budget Si Ayah sudah ada yang menanggung 🙂

Pengeluaran terbesar adalah tiket pesawat dan penginapan. Kalau bisa mencari deal dan mendapat harga promo di dua komponen ini, bakalan menghemat banyak dalam perjalanan. Biasanya, setelah tahu destinasi wisata, yang pertama saya cari adalah tiket pesawat. Karena perjalanan kali ini tanggalnya sudah pasti, lebih gampang mencari tiket pesawat. Pertama, saya search memakai Sky Scanner, maskapai apa saja yang melayani penerbangan langsung Surabaya – Singapura. Pada waktu itu pilihannya hanya Jetstar (dioperasikan Valuair), Lion Air, Silk Air (sekarang dioperasikan langsung oleh Singapore Air), dan China Airline. Saya membeli tiket pesawat tiga bulan sebelum berangkat, ketika ada promo Kids Fly Free dari Jetstar. Sekarang, ada beberapa tambahan maskapai untuk rute SUB-SIN, yaitu: Air Asia, Mandala (Tiger Airways) dan Garuda Indonesia. Tiket dari Jakarta ke Singapura pastinya lebih murah daripada dari Surabaya.

Penginapan bisa dicari lewat Agoda, Hotels Combined atau Booking.com. Tidak mudah mencari penginapan yang murah untuk dua dewasa dan dua anak di Singapore, apalagi untuk musim liburan bulan Juni. Budget saya untuk penginapan keluarga maksimal 1,5 juta per malam. Hotel pada umumnya hanya menerima maksimal 3 orang per kamar. Kalau tidak ingin pesan dua kamar, saya harus mencari hotel yang mempunyai dua double bed yang membolehkan satu kamar untuk dua dewasa dan dua anak. Di antara hotel-hotel yang family friendly adalah: Holiday Inn, Swissotel, Novotel, dan Landmark Village. Ketika ada promo di group Accor, cepat-cepat saya pesan kamar di hotel Novotel untuk dua malam. Sisa dua malam lagi saya mencoba kamar privat hostel yang lebih murah di 5 Footway Inn Project Boat Quay.
Untuk menyusun itinerary dan memilih penginapan di Singapura, saya banyak terbantu oleh ebook yang bisa diunduh gratis dari blog Tesya, di sini. Singapura terkenal cukup kids friendly. Ada banyak pilihan tempat wisata untuk keluarga, yang paling terkenal adalah Universal Studio di pulau Sentosa. Tapi saya memilih menunda ke sini karena kami hanya bisa jalan-jalan siang bertiga, tanpa Si Ayah. Saya pasti bakal kewalahan membawa dua anak dengan jarak usia yang cukup jauh, yang wahana kegemarannya sudah pasti berbeda. Bakal rugi besar kalau sudah beli tiket USS tapi tidak bisa mencoba semua wahana yang ada. 

Karena waktu kunjungan kita terbatas, biasanya kita akan kemaruk alias rakus ingin mengunjungi semuanya. Padahal kalau membawa anak-anak, kita tidak bisa secepat dan sekuat kalau pergi sendiri. Saya biasanya hanya memilih satu atraksi yang paling WAJIB dikunjungi dalam satu hari, ditambah satu atraksi pilihan, dan satu destinasi cadangan (yang tidak masalah kalau ternyata gagal). Kalau ada tempat lain yang wajib dikunjungi lagi, sebaiknya diagendakan di hari berikutnya.

Rencana itinerary saya pada awalnya: hari pertama (mendarat sore) jalan-jalan di Marina Bay. Hari kedua ke Singapore Zoo dan Gardens by The Bay. Hari ketiga ke Science Centre dan Orchard Rd. Hari Keempat ke Ikea, Bugis dan melihat Song of The Sea di Sentosa Island. Hari kelima main-main di bandara Changi sebelum naik pesawat pulang jam 11 siang. Ternyata itinerary yang dibuat rapi meleset semua 😀 Malam pertama, begitu sampai di hotel jam 7 malam, tidak ada yang mau keluar lagi. Precils pun cukup susah dibangunkan pagi karena di Singapura ada perbedaan waktu satu jam lebih awal daripada WIB. Matahari baru terbit jam 7 pagi dan terbenam jam 7 malam. Meski rencana lebih banyak melesetnya, kami cukup menikmati Singapore dengan cara kami sendiri, lengkap dengan nyasarnya dan kaki gempornya. Destinasi yang belum kesampaian cuma pertanda kami harus datang lagi :p 

Changi Airport
Gardens By The Bay

Berikut saya share itinerary dan pengeluaran kami beneran selama 5 hari 4 malam jalan-jalan ke Singapore. Yang The Emak sembunyikan cuma ‘aib’ belanja-belanji di Orchard, hehe. Semoga bisa jadi gambaran yang mau wisata dengan keluarga ke Singapura. Jangan kaget sama totalnya, kalau pengen lebih hemat lagi, masih bisa diutak-atik lagi kok. Misalnya dengan cari penginapan yang lebih murah, memangkas 4 malam jadi 3 malam saja (dan mencari penerbangan pagi), dan tentu saja menunggu tiket promo yang benar-benar murah. Selamat mengutak-utik 🙂


Pengeluaran Jalan-Jalan Singapore 5D/4N dari Surabaya, 2 dewasa 2 anak

Day 1
Tiket Jetstar pp SUB-SIN 4orang   Rp 3.873.045
Taksi ke bandara Juanda               Rp     60.000
Airport tax 4x Rp 150.000             Rp   600.000
Ez link 3x $12                              $   36
Novotel 2 malam                          $  470,33
Dinner Kopitiam Liang Court          $    22,75
Susu+jus                                     $     3,35

Day 2
Sarapan Mc D                               $  14,60
SIM card 2x $15                           $  30
Permen                                        $    3,80
Science Centre 1A + 2C              $  50
Es krim NZ                                   $    9,60
Top up Ez link 3x $10                    $  30 
Lunch BBQ Chicken                       $  33,90
Dinner Glutton Bay                        $  29,50

Day 3
Sarapan Starbucks                        $ 13
Singapore Zoo+tram 1A+2C       $ 61
Boat ride                                      $ 11
Lunch KFC                                    $ 14,60
Pony ride                                      $   6
Boneka Polar Bear                         $ 18
Zoo Post cards                              $   3,90
SAEX Bus                                      $ 10
Hostel 2 malam                             $272
Dinner Lau Pa Sat                          $ 16,50

Day 4
Brekky at hostel                              free
Gardens by the bay 2A+2C           $ 86
Fridge Magnets+postcards               $ 25,50
Lunch ION food court                       $ 17,50
Stamp                                            $   0,50
Shopping at Orchard                     $$sstt!
Ya Kun Kaya Toast                           $ 13
Dinner takeaway                             $ 18

Day 5
Brekky at hostel                              free
Refund Ez link                               – $  12,40
Brunch Changi T1 foodcourt              $ 18,50
Chocolate                                        $ 13
Shuttle dari bandara Juanda              Rp 100.000

TOTAL Rp 15.348.485 atau Rp 3.837.121 per orang

Catatan: Kurs per Juni 2013, 1 SG$ = Rp 8000

~ The Emak
Follow @travelingprecil  

Baca juga:
Review Novotel Clarke Quay
Review Hostel 5.Footway.Inn Project Boat Quay
– Changi Airport, Terbaik di Dunia?
– Terbang ke Singapura dengan Jetstar 
Keliling Singapura Naik MRT dan Bus 

Mini Guide to Australia

Suasana Sydney Opera House di malam hari

Jalan-jalan ke Australia enaknya ke mana ya? Kalimat tersebut sering di-google orang dan akhirnya mendarat di blog ini. Yang baru pertama kali wisata ke Australia biasanya juga bingung merancang itinerary, kota mana saja yang layak dikunjungi, apakah waktu dan budget cukup untuk destinasi tersebut. Saya juga sering ditanya sebaiknya naik moda transportasi apa dari kota satu ke kota lainnya. Apakah naik kereta lebih ekonomis daripada naik pesawat? Sering kali tidak. Apakah dari Perth ke Sydney bisa ditempuh dengan bis? Bisa, tapi lamaaaa banget 🙂

Yang perlu dicatat, Australia itu besar banget. Bahkan merupakan benua tersendiri. Seringkali, karena jatah liburan terbatas, kita harus pandai-pandai memilih destinasi. Biasanya destinasi akan tergantung anggaran dan lama liburan. Untuk memudahkan, saya akan membagi destinasi Australia menjadi kota-kota di pantai Timur dan kota-kota di pantai Barat. Budget penginapan, transportasi dalam kota, makanan dan atraksi di kota-kota ini kurang lebih sama, yang membedakan adalah harga tiket pesawatnya. Tujuan di pantai Barat seperti Darwin dan Perth bisa menghemat biaya pesawat daripada tujuan di pantai Timur: Brisbane, Gold Coast, Sydney dan Melbourne. Sebagai contoh, selisih harga tiket pesawat Garuda pp tujuan Perth dibandingkan tujuan Brisbane/Sydney/Melbourne bisa mencapai USD 75 – 150 per orang. Begitu juga tarif Air Asia, selisih tiket tujuan Darwin dan Sydney sampai sekitar Rp 1,5 juta.

Kota-kota di Australia

Pantai Barat
Darwin dan Perth relatif lebih dekat dari Indonesia daripada kota-kota di pantai Timur. Tapi dua kota ini, terutama Darwin, belum menjadi tujuan wisata yang populer di Australia.

Darwin bisa dicapai dalam 2 jam 45 menit dengan pesawat dari Denpasar. Dua maskapai yang melayani jalur ini adalah Air Asia dan Jetstar. Harga normal tiket DPS – DRW pp Air Asia mulai Rp 3.350.000, sementara Jetstar mulai Rp 3.200.000. Kalau bisa mendapatkan tiket di bawah harga tersebut, berarti cukup murah. Bulan Juni tahun 2012 kami terbang dengan Jetstar dari Darwin ke Denpasar dengan tiket seharga AUD 99, di bawah 1 juta rupiah.

Apa yang bisa dilihat di Darwin? Banyak. Pengalaman kami yang paling berkesan adalah mengunjungi Aquascene, memberi makan ratusan ekor ikan liar di tepi laut. Sorenya kami jalan-jalan di Mindil beach market sekaligus menyaksikan matahari terbenam. Sunset di pantai Mindil ini, sampai saat ini adalah sunset paling spektakuler yang pernah saya nikmati. Dari Darwin, kita juga bisa day trip ke Litchfield National Park yang punya banyak air terjun dan billabong bening untuk berenang. Bagi yang suka berpetualang (seperti kami), ajak anak-anak mengunjungi Kakadu National Park, 3 jam bermobil dari Darwin. Di sana, kami ikut Yellow Water cruise menyusuri sungai dan menyaksikan beragam margasatwa (termasuk buaya!) langsung di habitatnya. Rasanya seperti melakukan sendiri ekspedisi NatGeo 🙂

Perth, tujuan yang lebih populer bagi orang Indonesia, bisa dicapai 3,5 jam penerbangan dari Denpasar. Maskapai yang melayani rute ini adalah Garuda Indonesia, Air Asia, Jetstar dan Virgin Australia. Tarif Early Bird Garuda pp dari Jakarta ke Perth mulai USD 588, sementara dari DPS ke Perth mulai USD 503. Kalau ingin menghemat anggaran tiket pesawat, pilihlah budget airline. DPS – PER pp Air Asia mulai Rp 3.700.000, sementara Jetstar mulai Rp 3.350.000. Pengen lebih murah lagi? Berlanggananlah nawala (newsletter) dari masing-masing airline dan tunggu harga promo 🙂

Kami pernah naik Garuda dari Surabaya ke Perth via Denpasar. Harganya memang lebih mahal daripada naik budget airline, tapi waktu itu saya lebih mementingkan kenyamanan karena kami hanya pergi bertiga dengan Precils, tanpa Si Ayah.

Apa yang bisa dilihat di Perth? Banyak banget. Tapi karena waktu kami terbatas, kami cuma sempat mengunjungi pusat kota dan: 1) Kings Park, taman yang asyik banget untuk piknik dan bisa melihat kota Perth dari atas; 2) Fremantle, kota lawas dengan dermaga cantik; 3) Art Gallery, untuk melihat koleksi Picasso dan Warhol. Saya agak menyesal belum sempat ke Cottesloe beach yang kabarnya punya sunset cantik itu.

Kota Perth dan Darwin ini lebih dekat ke Denpasar daripada ke Sydney. Jadi maklum saja kalau orang-orang Perth atau Darwin lebih sering liburan ke Bali daripada ke kota-kota di pantai timur. Dari Darwin ke Sydney perlu waktu 4 jam 45 menit naik pesawat. Jangan dibayangkan berapa lama kalau jalan darat :p Dari Perth ke Sydney, lama penerbangannya 4 jam 5 menit. Saya dan precils pernah naik Qantas PER – SYD dengan tiket promo one way AUD 199. Kota ‘terdekat’ dari Perth adalah Adelaide, jaraknya 2793 km. Kalau satu hari cuma sanggup menyetir 5 jam, perjalanan Perth – Adelaide baru selesai dalam enam hari. Kami sendiri, hanya sanggup melakukan road trip dari Adelaide ke Melbourne via Kangaroo Island dengan total jarak tempuh 1500 km. Inipun kami tempuh selama sembilan hari 🙂

Sunset di dermaga Fremantle, Perth
Spectacular sunset at Mindil Beach, Darwin

Pantai Timur 
Banyak maskapai penerbangan yang menghubungkan kota-kota di Indonesia dengan kota-kota di pantai Timur Australia, baik secara langsung atau transit di KL atau Singapore. Garuda Indonesia mempunyai direct flight dari Jakarta atau Denpasar ke Sydney, Melbourne dan rute terbaru Brisbane. Dua budget airline asal Aussie, Jetstar dan Virgin Australia juga mempunyai penerbangan langsung dari Denpasar ke Sydney dan Melbourne. Virgin juga melayani rute DPS – BNE. Tapi hati-hati, meskipun memproklamirkan diri sebagai budget airline, tiket regular mereka kadang tidak lebih murah daripada Early Bird Garuda. Jadi, kalau tidak dapat tiket promo Jetstar atau Virgin, mending naik Garuda. Ingat ya, selalu cek harga toko maskapai sebelah :p

Tiket Early Bird Garuda untuk penerbangan empat bulan sebelumnya cukup murah untuk ukuran penerbangan reguler, termasuk makan dan bagasi. Ini catatan saya ketika menulis postingan ini (Juli 2013). Tiket Garuda Indonesia pp ke Brisbane dari Jakarta USD 694, dari Denpasar USD 573. Tiket ke Melbourne pp dari Jakarta USD 700, dari Denpasar USD 629. Tiket ke Sydney dari Jakarta USD 728, dari Denpasar USD 657. 

Bagaimana dengan Air Asia? Kalau bisa mendapatkan tiket promonya, memang lebih murah daripada Garuda. Air Asia mempunyai rute penerbangan dari kota-kota di Indonesia menuju Gold Coast, Sydney dan Melbourne, dengan transit di Kuala Lumpur. Ini harga tiket normal Air Asia untuk penerbangan pp dari Jakarta low season, ke Melbourne mulai Rp 4.100.000, ke Sydney mulai Rp 4.850.000, ke Gold Coast mulai Rp 5.000.000.

Saya punya banyak pengalaman memesankan tiket untuk ortu dan mertua yang ingin berkunjung ke Sydney. Januari tahun 2013 ini, mertua mendapat tiket SUB – SYD pp sekitar USD 600 per orang. Januari tahun 2012, mertua saya termasuk penumpang pesawat Air Asia pertama yang mendarat di Sydney, harga tiket pp SUB – SYD sekitar 5,5 juta rupiah per orang. September 2011 adalah rekor saya memesan tiket termurah, Surabaya – Gold Coast pp hanya Rp 3,5 juta per orang. Sayangnya, tarif segini sepertinya jarang terulang lagi.

Dari Brisbane ke Gold Coast, kita bisa naik kereta selama 1 jam. Dari Gold Coast ke Sydney, jaraknya sekitar 1000km, bisa ditempuh dengan road trip, seperti yang pernah kami lakukan, selama total 12 jam perjalanan. Saya dan precils juga pernah naik kereta dari Sydney ke Brisbane dan sebaliknya, selama 14 jam. Waktu itu saya mau menempuh 14 jam perjalanan itu karena ada promo tiket kereta untuk anak-anak hanya $1. Kalau dihitung-hitung, total biaya perjalanan lebih murah daripada tiket pesawat. Tapi kalau tidak ada promo, lebih baik saya keluarkan tambahan sedikit untuk membeli tiket pesawat Sydney – Brisbane dan cukup terbang satu setengah jam.

Jarak dari Sydney ke Melbourne juga sekitar 1000 km dan bisa ditempuh dengan mobil selama total 12 jam. Kalau memang tidak ingin mampir-mampir, lebih baik naik pesawat dengan lama penerbangan hanya 1 jam 20 menit. Tiket pesawat dari Melbourne ke Sydney dan sebaliknya cukup murah, pilihannya juga banyak. Untuk membandingkan harga tiket pesawat domestik Australia, gunakan website Webjet. Sebenarnya ada juga kereta dari Sydney ke Melbourne, dari perusahaan yang sama yang melayani rute Sydney – Brisbane. Cek tarif dan lama perjalanan kereta di website mereka: Countrylink.

Biasanya, yang liburan membawa anak kecil akan menyertakan Gold Coast dalam itinerary mereka. Nggak heran sih, karena Gold Coast dengan Theme Park-nya memang tempat bersenang-senang. Plus, garis pantai yang panjang dan suhu yang relatif hangat menjadikan kota ini destinasi idaman. 

Tapi, jangan tanya ke saya, mending pilih Sydney atau Melbourne? Jawabannya bakalan subyektif karena saya telanjur cinta sama kampung halaman asuh (adopted hometown) saya ini. Sydney punya harbour keren dan pantai-pantai cantik. Melbourne punya sungai Yarra dan lorong-lorong unik. Sydney punya feri, Melbourne punya trem. Sydney is beautiful, Melbourne is charming. Kalau ragu, mending kunjungi dua-duanya 🙂

Surfer Paradise, Gold Coast
Bathing boxes at Melbourne

Bagaimana dengan kota-kota lain yang belum saya sebutkan di atas? 
Canberra, ibukota Australia ini tidak mempunyai penerbangan langsung dari kota-kota di Indonesia. Sebaiknya destinasi ini digabung dengan kota Sydney, bisa dicapai 3 jam naik mobil/coach. Waktu terbaik mengunjungi Canberra adalah musim semi, ketika ada festival bunga Floriade. Selain itu, tujuan Canberra ini bisa digabung kalau ada yang ingin bermain salju di Snowy Mountain. Resort salju ini bisa dicapai 6 jam dengan mobil dari Sydney, atau 3 jam dari Canberra.

Kota Adelaide mempunyai penerbangan langsung dari Denpasar, dioperasikan oleh Virgin Australia. Biasanya keluarga Indonesia mengunjungi kota ini kalau ada teman atau saudara yang kebetulan tinggal atau kuliah di sana. Kami sempat singgah di kota yang sepi dan tenang ini ketika memulai road trip dengan campervan menuju Melbourne. Kami terbang dari Sydney ke Adelaide dengan Jetstar (2 jam 10 menit) dengan tiket seharga AUD 125 (dengan bagasi) one way. Adelaide juga menjadi kota transit untuk mengunjungi Kangaroo Island

Bagaimana dengan Tasmania? Saya menyebutnya sebagai destinasi istimewa. Pulau yang terpisah dari daratan Australia ini alamnya paling indah dibandingkan destinasi lain di Australia. Pulau ini juga paling cocok untuk road trip atau campervanning. Jalan-jalan ke Tasmania bisa digabung dengan destinasi Melbourne. Dari Melbourne, kita bisa naik pesawat ke Hobart (1 jam 15 menit, mulai AUD 40 one way) atau Launceston (1 jam 5 menit, mulai AUD 39 one way). Tiket pesawat ke dua kota ini lebih murah daripada tiket feri plus kabin dari Melbourne ke dermaga Devonport. Di Tasmania, kami sempat mengunjungi Pabrik Cadbury di Hobart, makan fish n chips terenak (versi the Emak) di warung apung dan trekking di Cradle Mountain National Park.

The Precils family at Cradle Mountain National Park

Sudah cukup jelas anak-anak? Hehe… Yuk, kerjakan PR, bikin rancangan itinerary dan budget sendiri 🙂

~ The Emak
Follow @travelingprecil

Quick Links:
The Precils di Sydney
The Precils di Melbourne
The Precils di Canberra
The Precils di Brisbane
The Precils di Gold Coast
The Precils di Hobart
The Precils di Darwin
The Precils di Perth
The Precils di Adelaide


Tip Mengajukan Visa Aussie 
Aturan Custom Aussie
Mencari Pesawat Murah ke Aussie
Menyewa dan Menyetir Mobil di Aussie
Campervanning di Aussie

Tip Belanja Belanji di Sydney

Window display di QVB

Setahun sekali di Sydney, ada hari khusus untuk berbelanja gila-gilaan, ketika SEMUA toko menawarkan diskon. Mereka menyebutnya Boxing Day. Saya menyebutnya Hari Raya Berbelanja 🙂

Boxing Day dirayakan setiap tanggal 26 Desember, satu hari setelah Natal. Tadinya saya pikir Boxing Day ini berkaitan dengan ‘tinju’, tapi tinju yang bagaimana? Ternyata bukaaan. Pada awalnya, Boxing Day ini diramaikan dengan memberikan hadiah (natal) untuk orang-orang miskin, yang dikemas dalam kotak (box). Tapi maknanya kemudian bergeser menjadi hari belanja untuk menghabiskan uang lebaran atau angpao 🙂

Biasanya, sebelum datang tanggal ini, orang-orang sudah mengincar apa yang ingin mereka beli pada Boxing Day. Katalog SALE bisa dilihat di internet, website masing-masing toko atau di Lasoo. Pasukan belanja sampai mati ini biasanya mengincar merk-merk terkenal, gaun-gaun disainer yang hanya memberi diskon setahun sekali pada hari tersebut. Nggak heran kalau mereka sampai bela-belain antre di depan toko mulai subuh, menunggu toko buka jam 7 pagi dan bergegas mencomot barang yang mereka incar. Tak jarang, ada aksi rebutan, saling sikut dan saling dorong. Boxing, anyone? :p Dan sebenarnya, acara belanja di Boxing Day ini tidak ramah untuk anak-anak, takut mereka kejepit dan keinjek. Alternatif bagi yang males keluar rumah adalah belanja daring. Brand favorit saya untuk belanja fesyen daring adalah Sportsgirl, Sportcraft, Hijab House dan Supre.

perempatan yang sibuk
QVB

Saya tidak hobi berbelanja barang-barang branded. Lha modalnya saja habis buat jalan-jalan 🙂 Tapi lima setengah tahun tinggal di Sydney, setidaknya saya tahu di mana mencari barang-barang bagus dengan harga murah. Asyiknya belanja di sini, bisa mulai window shopping dari rumah, karena setiap brand atau toko punya katalog daring. Sila langsung klik link yang ada di sini untuk ikutan window shopping dan siap-siap anggaran berapa kalau mau belanja sampai bangkrut di Sydney 🙂 You can thank me later.

Downtown Shopping
Yang ingin berburu oleh-oleh made in China sila langsung menuju Paddy’s Market yang tersohor itu. Semua tip mencari oleh-oleh sudah pernah saya tulis di sini.

Queen Victoria Building atau QVB adalah shopping mal yang wajib dikunjungi di Sydney, termasuk yang tidak berniat belanja sekali pun. Bangunan tua dan cantik ini cukup fotogenik, bagus difoto dari sudut manapun. Tak jarang mal ini dipakai untuk foto prewed. Setiap boxing day, bakal terlihat antrean mengular untuk masuk toko BALLY di lantai dasar. Antrean yang lebih pendek juga terjadi di toko kristal Swarovski dan salah satu merk fesyen Aussie: Country Road.

Biasanya, selain mengagumi arsitektur dan detil QVB, saya ajak keluarga makan di Laksa House di basement. Saya juga suka ngopi-ngopi cantik di Starbucks di bawah QVB kalo lagi sendiri sambil melihat orang lalu lalang. Nah, di dekat Starbucks di lantai bawah itu ada toko pernak-pernik dapur dan rumah tangga yang semua Emak perlu tahu: Victoria Basement. Toko ini sering menggelar diskon dan saya selalu gagal pulang dengan tangan kosong 😀 Tante dan Ibu Mertua saya saja kalap kalau diajak masuk toko ini. Soalnya banyak bric-a-brac unik yang bisa mempercantik dapur, yang tidak ada di Indonesia. Saran saya, tinggalkan anak-anak (dan suami) di rumah/hotel karena lorong-lorong di toko ini sempit dan banyak barang pecah belah. Katalog bisa dilihat online di sini. You’re welcome 😉

Di seberang QVB ada The Galeries. Toko yang paling sering saya kunjungi di Mal ini adalah Toko Buku Kinokuniya dan toko DVD JB Hifi. Pojok buku anak-anak di Kinokuniya Sydney ini punya pemandangan yang luar biasa: perempatan paling sibuk di kota di depan Town Hall. Saya bisa berlama-lama duduk di pojok ini sambil menatap orang-orang yang menyeberang jalan dengan tergesa-gesa di bawah sana. Sayangnya sekarang dipasang larangan memotret. Mungkin sudah banyak fotografer yang berusaha mengabadikan momen di perempatan tersebut, yang malah mengganggu anak-anak yang membaca buku. Tapi… coba aja dengan kamera kecil. Moga-moga satpamnya sedang sibuk dengan gadget dan lupa menengok CCTV 🙂 Di Kinokuniya, saya biasanya hanya lihat-lihat buku. Kalau borong beli buku, saya biasanya ke Basement Bookstore yang ada di mulut terowongan Central Station. Toko buku ini diskonnya gila-gilaan, sampai 90%. Awas, pegangi dompet dan ingat kuota bagasi kalau sempat mampir sana 🙂

Sementara itu… JB Hifi adalah surga DVD! Bagi pecinta dan kolektor film, sepertinya bakal histeris menemukan DVD apapun ada di sini, mulai dari film klasik lawas sampai film animasi terbaru. Harga DVD dan Blu Ray asli di sini jauuuuh lebih murah daripada di Indonesia. Yuk maree… 

Satu blok dari QVB dan The Galeries adalah Pitt St Mall. Jalan satu ini ditutup untuk kendaraan bermotor dan hanya digunakan untuk pejalan kaki. Dua departemen store di blok ini adalah Myer dan David Jones. Di sini lah kehebohan boxing day terjadi. Jangan heran kalau pas jalan-jalan ke Sydney tanggal 26 Desember, melihat SEMUA orang menenteng tas belanja Myer atau David Jones. Di Westfield Sydney, masih di Pitt St, kita bisa menemukan semua butik mewah: Prada, Miu Miu, Chanel, Gucci, sebutkan saja. Saya tidak pernah berani masuk ke butik yang pintunya dijaga lelaki berseragam dan memakai sarung tangan ini. Paling sekali setahun saya ikut antre masuk butik Bally dan pegang-pegang apa yang bisa dipegang, haha. Pernah Si Ayah iseng melihat dan menanyakan harga handbag branded di David Jones. Dia tidak bisa menutupi ekspresi terkejutnya saat tahu tas-tas yang didiskon ini harganya sampai $5000. “Siapa yang mau beli tas dengan harga segini?” tanyanya heran.
Err… orang-orang dengan disposable income? Kalau kami punya uang segitu, mending untuk jalan-jalan ke Eropa sih.

Westfiled mal ini juga menjadi pintu masuk untuk naik ke atas Sydney Tower. Sayangnya kami belum pernah naik karena Si Ayah takut ketinggian, hehe.

Toko-toko favorit kami juga ada di sepanjang Pitt St: Diva (aksesori), Sportsgirl (fesyen), dan Smiggle (stationery). Untuk balik ke George St (ada Apple Store di seberang jalan) bisa melewati Strand Arcade sambil cuci mata gaun-gaun cantik karya perancang Aussie: Lisa Ho, Alannah Hill, Leona Edmiston, Alex Perry, dll.

Outlet Esprit di atas Paddy’s Market

Outlet
Yang waktunya sedikit tapi duitnya banyak, bolehlah belanja di kota. Tapi, orang-orang seperti saya, kebalikan dari kategori tadi, mari melipir ke outlet berburu barang-barang diskon.

Outlet favorit saya adalah Birkenhead Point, kira-kira setengah jam naik bis dari QVB ke arah utara. Mal yang satu ini bentuknya gudang luas dan letaknya di pinggir dermaga yang cantik. Kalau puas mengubek-ubek toko, saya biasanya duduk-duduk di kursi food court di luar, menikmati pemandangan kapal-kapal yang berlabuh sambil nyemil gozleme.

Sebagian toko dan brand yang ada di tengah kota tadi bisa ditemui di sini. Barang-barang clearance dari dept. store David Jones ada di sini, harganya kadang lebih murah dari harga boxing day. Begitu juga outlet merk Oroton, diskon minimal 60%. Saya biasanya mampir ke: Sheridan untuk cari bed sheet atau handuk, Corelle untuk piring-piring cantik, Pumpkin Patch untuk cari baju anak-anak dan Diana Ferrari untuk cari sepatu. Tapi favorit saya tetap outlet Kathmandu yang menyediakan peralatan outdoor dengan desain lucu-lucu. Yang nggak sempat ke Birkenhead, jangan khawatir, ada toko Kathmandu di atas Town Hall stasiun di tengah kota.

Satu lagi outlet tengah kota yang lumayan menarik untuk berburu diskonan: Market City. Letaknya persis di atas Paddy’s Market, nggak susah dong carinya 🙂 Di sini ada diskonan Esprit sepanjang masa, juga Supre, Oroton Factory, Cotton On, Cotton On Kids dan Giordano. Tenang, di sini mereka nggak berisik panggil-panggil Kakak kok 😀

Masih ada lagi sih tempat belanja alternatif yang tak kalah asyik: weekend market. Tapi ntar aja ya saya tulis tersendiri. Oh, ya, kalau mau belanja mainan anak-anak, Toys Sale biasanya di tengah tahun: Juni/Juli. Cek katalog di Lasoo untuk membandingkan harga masing-masing toko. Pastikan anak-anak tidak ikut melihat isi katalog, nanti histeris, hehe.

Ada yang mau sharing pengalaman atau menambah tip belanja belanji di Sydney?

~ The Emak

Keliling Australia Dengan Campervan

Campervan kami melintas di jalan menuju Meningie, Australia Selatan

Akhirnya cita-cita saya kami keliling Australia dengan campervan tercapai juga. Sepuluh hari terakhir sebelum meninggalkan negara ini, kami mengepak semua barang-barang (dan anak-anak) dan menyusuri seribu lima ratus kilometer dari Adelaide ke Melbourne.

Road trip dengan campervan sudah menjadi cita-cita saya kami sejak kami ingin menjelajah Pulau Selatan New Zealand. Sayangnya waktu itu kami belum siap untuk ber-campervan ria, masih unyu dan belum punya cukup jam terbang menyusuri jalan-jalan di Oz dan NZ. Rasa takut dan ragu mengalahkan kami sampai akhirnya gagal menyewa campervan. Nah, sebelum pulang kampung balik ke Indonesia karena masa studi Si Ayah berakhir, kami punya waktu sepuluh hari untuk jalan-jalan. Saya langsung usul untuk mencoba road trip dengan campervan. Kapan lagi, iya kan? 

Jalan-jalan dengan menyewa campervan sudah menjadi gaya hidup tersendiri di Australia dan New Zealand. Kami berani melakukan ini juga karena fasilitas pendukung di kedua negara ini lengkap: jalan antar kota mulus, petunjuk jalan jelas, caravan park (tempat parkir caravan sekaligus tempat camping) ada hampir di setiap kota. Pokoknya bakalan aman dan nyaman 🙂 Kami memilih rute ber-campervan mulai dari Adelaide sampai ke Melbourne. Alasannya sederhana saja, dari delapan negara bagian di Australia, tinggal South Australia ini yang belum kami kunjungi. Ditambah lagi, kami ingin mampir ke Twelve Apostles di Great Ocean Road, salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi di Australia. Begitulah cara kami say goodbye ke Australia: menyusuri garis pantai dari Adelaide ke Melbourne melalui The Great Ocean Road.

Campervan, atau versi yang lebih besarnya disebut motorhome adalah mobil yang sudah dimodifikasi interiornya, dilengkapi dengan tempat tidur, dapur dan kadang kamar mandi. Dengan campervan, kita seperti membawa serta rumah kita (kayak keong :p) dalam perjalanan. Kita tidak perlu menyewa penginapan sepanjang perjalanan karena bisa tidur di mobil. Lalu apa bedanya dengan caravan? Kalau yang satu ini seperti ‘rumah’ yang harus ditarik/ditowing dengan mobil (biasa). Caravan tidak punya mesin sendiri, tapi punya roda. Keuntungan menggunakan caravan, kita bisa melepaskan gandengan dan meninggalkan ‘rumah’ ini di Caravan Park, sehingga bisa pergi jalan-jalan di kota atau tempat wisata dengan mobil biasa. Caravan digemari oleh para pensiunan dan warga senior. Penduduk Aussie yang suka berpetualang biasanya mempunyai caravan sendiri yang disimpan di backyard.

Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan jalan-jalan dengan campervan. Jangan sampai menyewa campervan hanya karena ikut-ikutan atau gaya-gayaan saja. Minimal kita sudah punya bayangan bakal seperti apa perjalanan dengan campervan ini, jangan sampai menyesal di tengah jalan, karena harga sewa kendaraan ini juga tidak murah. Tipe keluarga yang ingin selalu tidur nyaman di kasur hotel empuk dengan pengatur suhu udara, sebaiknya jangan menyewa campervan. Traveling jenis ini cocoknya untuk keluarga ‘gembel’ kayak kami yang tidak keberatan tidur di kasur lipat, memasak makanan sendiri, serta berbagi kamar mandi dan toilet dengan traveler lain.

Meskipun tempat tidur tidak senyaman seperti di hotel, traveling dengan campervan punya beberapa keunggulan. Yang pertama tentu saja kita tidak perlu repot-repot menyewa hotel, cek in dan cek out. Tidak perlu bongkar-bongkar koper dari mobil ke hotel, ke mobil lagi. Dengan campervan, kita bisa tidur lebih dekat dengan alam, karena campervan bisa diparkir di tepi danau, sungai, bahkan pantai. Pagi-pagi begitu buka jendela, langsung disuguhi pemandangan alam yang mengagumkan. Kalau menginap di hotel, biasanya perlu merogoh kocek lebih dalam untuk mendapat kamar dengan pemandangan terbaik. Satu lagi kelebihan campervan: outdoor dining. Selama perjalanan ini, kami selalu sarapan, makan siang dan makan malam dengan pemandangan berbeda-beda, di bawah atap langit. Dengan catatan nggak hujan ya :p

Mahal nggak sih menyewa campervan? Saya pernah menghitung-hitung, budget jalan-jalan dengan campervan hampir sama dengan budget menyewa mobil biasa dan menginap di motel. Anggaran campervaning tentu lebih hemat kalau dibandingkan road trip dengan menginap di hotel atau apartemen. Tapi masih lebih mahal sedikit dibandingkan road trip dengan camping alias mendirikan tenda sendiri.

Selain menyiapkan anggaran untuk menyewa campervan itu sendiri, kita harus menyiapkan anggaran untuk biaya parkir campervan (bermalam) di caravan park. Saya pernah baca di New Zealand, banyak tempat yang boleh digunakan untuk parkir dan bermalam gratis. Sedangkan di Australia, tempat-tempat parkir campervan yang dikelola pemerintah setempat biasanya tetap memungut biaya, meskipun kecil. Kadang tempat ini tidak ditunggu, pemilik campervan tinggal mendaftar sendiri dan memasukkan uang di kotak yang disediakan. Yak, semacam kantin kejujuran gitu deh 🙂 Biaya parkir semalam ini bervariasi, tergantung fasilitas dan lokasi caravan park-nya, berkisar antara A$15 – A$50, separuh dari sewa motel. 

Parkir di Warnambool
Makan siang di Robe, SA. Caravan park-nya sepi.

Memilih Campervan Yang Tepat
Sudah yakin mau mencoba road trip dengan campervan? Kalau serius mau coba, langsung pilih saja jenis campervan atau motorhome yang sesuai. Yang pertama, menentukan berapa orang yang bakal diangkut di campervan. Dalam kasus kami dua dewasa dan dua anak-anak. Ada campervan yang hanya muat 2 orang, ada yang sampai muat 6 orang. Setelah itu, tentukan gaya perjalanan dan budget kita: hemat banget, menengah atau mewah. Ada pilihan campervan hemat banget, biasanya untuk kalangan backpacker. Campervan ini biasanya sangat sederhana, hanya mobil van biasa yang kursinya dijadikan kasur dan belakangnya dijadikan semacam dapur darurat. Biasanya kompor dan bak cuci piringnya tidak built in. Campervan dengan fasilitas lengkap, tapi usianya lumayan tua juga masuk kelas hemat. Sementara campervan atau motorhome kelas mewah/luxury biasanya dipilih oleh para pensiunan (warga senior) di sini yang memang kelebihan uang dan waktu 🙂 Interior motorhome mewah ini udah mirip hotel bintang lima, dilengkapi TV dan DVD player segala. Kami sendiri memilih campervan kelas menengah, cukup nyaman, tapi tidak terlalu mahal.

Ada dua grup besar penyedia layanan sewa campervan di Australia dan New Zealand: Britz dan Apollo. Dua grup yang bersaing ketat ini punya brand campervan dari tiap-tiap kelas. Dari grup Britz ada Mighty Campers untuk budget campervan, Britz untuk kelas menengah dan Maui untuk kelas atas. Dari grup Apollo ada Cheapa Campa untuk kelas hemat, Apollo untuk kelas menengah dan StarRV untuk kelas mewah. Sila cek masing-masing website untuk membandingkan harga dan spek-nya, Kakak :))

Sejak beberapa bulan sebelum berangkat, saya bolak-balik membandingkan campervan yang saya incar di website Britz dan Apollo. Kriteria yang saya inginkan adalah: mobil otomatis, bisa untuk dua dewasa dan dua anak, bisa dipasangi satu car seat (wajib untuk anak di bawah 7 tahun), tidak perlu kamar mandi, bisa diambil di Adelaide dan dikembalikan di Melbourne (sesuai itinerary), kendaraan terbaru dan harganya MURAH! Yang sesuai dengan kriteria ini adalah Voyager dari Britz dan Endeavour dari Apollo. Harga sewanya mirip banget, bisa dicek langsung di website mereka dengan memasukkan tanggal yang diinginkan. Akhirnya saya pilih Apollo karena lay out tempat duduk mereka lebih cocok, kursi anak-anak ada di tengah, di depan dapur. Sementara lay out Britz, kursi anak-anak jauh di belakang, dapurnya yang di tengah.

Oh, ya, tentang pilihan kamar mandi dan toilet, saya tidak ingin menyewa campervan dengan toilet karena wajib membuang ‘kotoran’ kita sendiri dari penampungan ke dump waste. Si Ayah, apalagi saya males, hehe. Mending kami selalu sewa caravan park yang punya fasilitas kamar mandi dan toilet. Lagipula, di setiap tempat wisata di Australia pasti ada toilet umum yang bersih dan gratis.

Kami menyewa Endeavour selama 10 hari dengan harga sewa $93 per hari. Waktu itu sedang ada diskon 10%, lumayan. Harga sewa ini masih ditambah ‘value pack’ seharga $65 per hari. Value pack ini isinya segala peralatan yang bakal kita butuhkan di perjalanan: isi tabung gas untuk kompor, meja lipat, kursi lipat, selimut atau sleeping bag, car seat jika dibutuhkan, biaya one way (kalau diambil dan dikembalikan ke tempat berbeda) dan liabilitas atau semacam asuransi. Yang terakhir ini yang penting. Sebenarnya value pack tidak wajib dan bisa disewa secara eceran. Tapi tanpa tambahan asuransi, kita diwajibkan memberikan deposit (bisa dari kartu kredit) sebesar $5000. Duh, limit kartu aja gak sampai segitu! Atau, bisa juga membeli tambahan sedikit asuransi agar deposit dikurangi menjadi ‘hanya’ $2500. Deposit atau biaya liabilitas ini nantinya untuk mengganti kerusakan pada campervan kalau terjadi apa-apa di jalan (amit-amit jabang bayi). Saya benar-benar menyarankan untuk mengambil value pack ini, sehingga kita tinggal bayar deposit $250. Kalau ada apa-apa di jalan, harga segitu saja yang harus dibayar. Lebih baik beli asuransi maksimal untuk jaga-jaga, apalagi ini bukan negara punya nenek moyang kita 🙂 Total yang harus saya Si Ayah bayar untuk menyewa campervan selama sepuluh hari, termasuk asuransi adalah A$ 1.487. Oh, ya, biasanya ada batas minimal sewa campervan ini, tergantung perusahaannya, ada yang minimal 7 hari sampai yang minimal 10 hari.

belum dipakai, masih rapi 🙂
denah campervan Endeavour
dari www.apollocamper.com
tempat duduk precils di tengah

Endeavour ini dimodifikasi dari mobil Toyota HiAce. Atapnya diberi tambahan untuk tempat tidur anak-anak dan supaya kita bisa berdiri tanpa membungkuk ketika bekerja di dapur. Sistem transmisinya otomatis, seperti kebanyakan mobil di Australia dan New Zealand. Jadi kita tidak usah repot-repot pindah kopling. Ketika memesan campervan via online, di salah satu kolom, kita akan ditanya punya SIM dari negara mana. Tentu sebutkan Indonesia 🙂 Untuk bisa menyewa dan menyetir mobil di Australia dan New Zealand, kita perlu menerjemahkan SIM A kita ke bahasa Inggris di penerjemah tersumpah. Atau, kalau mau repot dikit, sila membuat SIM Internasional di kepolisian. Tentang SIM pernah saya bahas di sini.

Siang hari ketika kami dalam perjalanan, konfigurasi tempat duduk seperti layaknya mobil biasa. Saya dan Si Ayah duduk di depan, sementara The Precils duduk di tengah. Di sini, sabuk pengaman wajib dipasang untuk semua penumpang, baik yang di depan maupun yang di belakang. Anak umur di bawah 7 tahun harus menggunakan car seat atau booster, yang juga disediakan oleh Apollo kalau kita pesan lebih dahulu. Ketika mobil berjalan, pastikan seluruh laci tertutup, kompor dan aliran gas dimatikan serta tidak ada barang-barang yang masih ada di bak cuci piring. Jangan sampai nyesel kalau ada barang yang jatuh dan pecah.

Begitu sampai caravan park, kami mulai mengubah setting. Tempat duduk di tengah dijadikan kasur alias menjadi kamar utama. Kamar tidur anak-anak dipasang di atas. Kegiatan bongkar pasang ini sebenarnya mudah, tapi kami butuh upaya ekstra karena barang bawaan kami banyak sekali (maklum, pulang kampung). Lain kali, kami tidak akan membawa barang sebanyak ini kalau mau jalan-jalan dengan campervan.

Teorinya, Little A dan Big A tidur di atas, sementara Si Ayah dan The Emak tidur di bawah. Tapi pada prakteknya, Little A selalu mendusel ke tempat tidur kami. Nggak papa juga sih. Lagipula, suhu ketika kami melakukan perjalanan ini sangat dingin, masih sekitar 15 derajat meskipun sudah mulai memasuki musim semi di bulan September. Di campervan yang tanpa mesin penghangat ini, kami harus meringkuk di balik kantung tidur masing-masing.

‘Kamar’ utama
‘Kamar’ The Precils di atas

Agar perjalanan mulus tanpa ada yang uring-uringan, kami bagi-bagi tugas untuk mengurus rumah keong kami selama 10 hari ini. Si Ayah sudah jelas menyetir, memotret, cek in dan cek out di caravan park dan mencuci piring. Big A tugasnya bertanggung jawab urusan listrik (charger, microwave, lampu), membantu saya menyiapkan makanan, dan membantu mencuci baju di laundry. Little A tugasnya menghibur kami (of course!), makan sendiri dan membantu memeriksa persediaan air. Sementara saya tugasnya memandu jalan supaya tidak tersesat dan memastikan mereka tidak kelaparan. Artinya dapur harus selalu ngebul.

Ini yang asyik, dan merupakan tantangan tersendiri. Bagaimana menyiapkan makanan untuk sekeluarga tiap hari dari dapur nan mungil dan waktu yang terbatas ini? Ternyata nggak susah kok, asal anggota keluarga lain nggak rewel dan mau membantu. Yang pasti dapur mungil di campervan ini dilengkapi kulkas, microwave dan kompor gas dua tungku. Alat-alat masak seperti panji, wajan, sotil sudah ada. Alat makan seperti piring, gelas, sendok garpu juga disediakan. Kami tinggal berbelanja bahan mentah di supermarket dan simpan di kulkas.

Tipikal pagi hari kami dimulai dengan saya membuat kopi dan anak-anak minum susu. Kadang anak-anak sarapan sereal, minum Up and Go atau minta dibuatkan pancake. Standar makanan siang dan malam kami ada nasi/roti/pasta, lauk dan salad (lalapan). Lauknya yang bervariasi: telur, nugget, daging barbekyu, daging cincang untuk pasta atau sosis. Kadang kita makan darurat hanya dengan menghangatkan pie di microwave. Dan sekali-sekali tentu makan mie instan, hehe.

Yang agak repot, kami tidak membawa serta rice cooker kecil kesayangan kami. Rencananya saya akan membeli rice cooker ini di salah satu supermarket di Adelaide, kira-kira harganya $20. Tapi sayangnya barang yang kami inginkan tidak ada. Terpaksa kami menanak nasi ala berkemah, hanya dengan panci. Hasilnya tidak begitu bagus, tapi tetap saja kami makan karena kelaparan 😀 Di tengah perjalanan, kami membeli nasi instan (jasmine rice) di supermarket, yang cukup dihangatkan di microwave. Ini cukup menyelamatkan hidup kami.
 
Well, menu makan kami memang sederhana. Tapi yang penting, kami makan dengan pemandangan yang luar biasa 🙂

Dapur mungil. Utk masak… ehm… mie instan :p
Menyiapkan makan malam di West KI Caravan Park
Makan malam di Kangaroo Island

Setiap malam kami menginap di dalam campervan di caravan park yang berbeda. Karena bukan musim liburan, kami tidak perlu memesan tempat dulu di caravan park ini. Tinggal cek in di resepsionisnya. Daftar campervan park bisa di cek di buku panduan wisata pemerintah setempat atau bisa dicek online di booking site seperti Big 4. Ketika kami memasuki suatu kota, sekecil apapun, biasanya langsung ada petunjuk arah bergambar caravan. Tinggal ikuti petunjuk itu untuk sampai di caravan park terdekat.

Biaya rata-rata kami menginap adalah $40 per malam untuk site dengan power (listrik). Kami bebas menggunakan fasilitas yang ada di sini: kamar mandi, dapur, tempat barbekyu, dll. Setiap parkir di caravan park, kami harus men-charge campervan ini. Listrik ini yang nanti digunakan untuk lampu dan pompa air di bak cuci piring. Adanya colokan ini juga kesempatan bagi kami untuk men-charge gadget, dan menggunakan microwave. Karena perlu power yang besar, microwave hanya bisa dijalankan ketika mobil disambungkan dengan listrik. Jadi microwave tidak bisa kami gunakan ketika campervan sedang di jalan.

Salah satu ‘musuh’ campervanning adalah cuaca buruk. Kalau hari hujan, apalagi ditambah badai, kami langsung mati gaya. Apalagi kalau toilet lumayan jauh dari tempat kami parkir. Rasanya mending menahan pipis daripada menembus badai yang dingin. Kami mulai kena badai ketika perjalanan baru separuh. Di kota kecil Robe, angin bertiup sangat kencang sampai campervan kami bergoyang-goyang. Si Ayah saya bujuk untuk memarkir mobil ini miring sesuai arah angin. Cuaca mendung juga membuat hati galau hasil foto Si Ayah jadi sendu. Tapi kadang malah ada hasil foto dramatis dari mendung yang bergulung-gulung atau dari matahari yang tadinya pelit bersinar akhirnya menampakkan cahayanya sedikit.

Meskipun banyak keribetan berpetualang dengan campervan, perjalanan ini sangat mengesankan. The Precils senang dan excited untuk membantu kami bongkar pasang rumah mobil. Tapi terutama, mereka tidak sabar untuk segera sampai di Melbourne dan terbang ke Indonesia.

Kisah kami berkelana di masing-masing tempat akan saya tulis di postingan selanjutnya, mulai dari Adelaide, Kangaroo Island sampai ke Melbourne. 

Ada yang punya niatan segila kami untuk mengajak anak-anak ber-campervan?

Rute perjalanan kami dengan Campervan, dari Adelaide ke Melbourne
Parkir di Lorne, dijagain burung Kakatua

~ The Emak

Tips Memotret Firework dengan Kamera Poket

Where are you Katy Perry???” teriak seorang pemuda di Darling Harbour Sabtu malam kemarin. Wah saya jadi penasaran, apa betul ada Katy Perry di Darling Harbour. Kebetulan setelah mengunjungi pameran foto di Kenshington street bersama teman saya Tiffany Sabtu malam kemarin, kami mampir ke Darling Harbour. Kami heran kenapa ramai sekali. Ternyata orang-orang menantikan Firework bukan Kety Perry. Sialnya, saya tidak membawa kamera. Firework mengingatkan saya kepada assignment yang diberikan ibu Editor. Beruntung Tiffany bawa kamera poketnya. Kamera poket selalu menjadi penting di saat saat yang genting, anda setuju? Lewat artikel ini saya ingin share bagaimana memotret firework alias kembang api.
Memotret kembang api dengan kamera poket memang susah, apalagi dengan keadaan saya yang serba tidak siap dengan alat perang, tanpa tripod lagi. Namun semua itu bisa diatasin dengan penuh kesabaran dan minimal tahu triknya. Berikut hal-hal yang saya lakukan:
Bertanya. Di Darling Harbour ada banyak fotografer yang ingin memotret firework. Nahh kita harus tanya mereka dimana keluarnya kembang api. Harus tanya ke fotografer yang bawa perlengkapan komplit (asumsikan mereka sudah pernah motret firework di sana sebelumnya), “Where is the firework actually came out???” tanya saya kepada pria dengan kamera 5D markIII. “Over there,” sembari menunjuk tengah pelabuhan, “Can you see the square things in the water? that is the firework machine.” Lega sudah dapat informasinya. Cukup???? Belum. Saya tanya jam berapa dan berapa lama biasanya fireworknya, lalu di jawab “About 8.30 and It’s pretty quick, maybe 5 till 10 minutes i think.” Nahhh itu adalah 3 informasi yang harus diketahui, baik dengan bertanya kepada orang ataupun kepada bung google.
Scouting. Karena sudah tahu tempat keluarnya firework, saya pergi mengelilingi Darling Harbour. Banyak fotografer yang lebih mendekat ke sumber firework, namun yang saya lakukan justru menjauh dari sumber firework, karena kamera poket memiliki lebar lensa hanya 28mm. Setelah melihat-lihat dan keliling-lingling saya akhirnya memutuskan motret firework dari trotoar jembatan dekat jalan raya? Lho?? itu karena posisinya ada di atas Darling Harbour, jadi dengan kamera poket bisa memotret seluruh harbour lengkap dengan firework. Kurang lebih beginilah skema lokasi saya:
Ini adalah ocet-ocetan peta saya sebelum motret. 4 kotak hitam adalah sumber firework dan “x” adalah lokasi saya motret. Dari lokasi saya motret, saya ingin foto firework dengan latar belakang hotel-hotel itu, karena mereka yang gedung yang memiliki lampu-lampu paling menarik.
Mode Kamera. Pada saat itu mode yang saya gunakan adalah Firework, kebetulan ada mode itu di kamera Fuji milik Tiffany. Dasarnya sebenarnya Lowlight mode, jadi kamera poket akan menangkap cahaya yang lebih banyak di malam hari. Namun konsekuensinya adalah kamera tidak boleh goyang sedikitpun. Ganti mode Single Shot ke Continuous Shot, ini wajib, biar sekali jepret dapat lebih dari 1 foto.
Tripod. Alat ini mutlak dipakai untuk memotret firework. Sayangnya, malam itu saya tidak bawa tripod. Mau tidak mau saya harus hand-held. Sangat susah, selain dingin, truk-truk yang lewat bikin trotoar goyang. Tidak kurang akal, pagar pembatas trotoar saya pakai sebagai tripod. Karena posisinya pagar sedikit di atas pundak saya dan memiliki permukaan yang agak rata, saya bisa menaruh kamera poket.
Sabar. Kamera poket memiliki shutter leg seper sekian detik, jadi anda harus sabar dalam menekan shutter kamera. Ikuti alur keluarnya firework, pasti anda akan mendapatkan irama untuk memencet shutter. Pencet shutter sesaat setelah firework keluar dari kandangnya untuk mendapatkan letusan firework di langit. Kalau ngawur bisa-bisa seperti hasil-hasil saya berikut ini:
Foto-foto diatas tampak kacau juga karena operator fireworknya terlalu cepat mengeluarkan kembang apinya 🙁 *pembelaan* hohoo, anyway ada 1 saja foto bagus dari sekian banyak foto firework akan membuat saya senang. Apakah ada yang bagus dari jepretan saya di malam nestapa itu? ADA DONKKKK, ini dia penampakannya:
Hasil maksimal dari buah kesabaran, tapi tetep menyesal tidak membawa tripod dkk. Hiks hiks hiks.
Anyway, setelah 10 menit langit kembali normal dengan ditandai tepuk tangan dari penonton, diantara suara tepuk tangan ada pemuda dengan suara lantang berteriak “I Love You Kety Perry”. Mungkin itu pemuda yang tadi kali ya…
Kalau seandainya berangkat dengan persiapan matang,selain hal-hal diatas, ada beberapa hal berikut yang akan saya lakukan:
  1. Lihat foto-foto keren firework yang serupa di internet lalu cari tahu kira-kira lokasi motretnya si fotografer. 
  2. Bawa perlengkapan perang, seperti tripod, baterei cadangan dan memori cadangan.
  3. Karena firework selalu malam hari, sangat dianjurkan bawa jaket yang tebal biar tidak kedinginan.
  4. Bertanya kepada fotografer atau orang-orang di sekitar area firework tentang detail firework.
  5. Sabar dalam memotret firework.
  6. Tetap konsentrasi motret walau kilauan cahaya firework yang amat keren di hadapan anda.
Special thanks to Tiffany Gaw and Fujifilm FinePix F50fd
note: semua foto dalam artikel ini saya Adjust: Auto Contrast dan Auto Level.

Semoga Bermanfaat
2w_^

~ Radityo adalah mahasiswa Photomedia di CATC Design School, Sydney. Tulisan ini pertama kali dimuat di blog pribadinya: http://fototiptrik.blogspot.com.au

Ps: Baca pengalaman Radityo memotret kembang api malam tahun baru Sydney 2013, di sini.

Tips Memilih Kamera Poket Untuk Traveling

Penampakan Canon S 95
Apa itu kamera poket? Jawabnya simpel: Kamera yang muat di dalam saku, namanya juga kamera poket. Bagi anda yang suka jalan-jalan alias para traveler, kamera poket sangat cocok untuk anda dengan beberapa alasan. Pertama, harganya jauh lebih murah daripada kamera DSLR. Kedua, tidak perlu repot-repot naruhnya, ukurannya kecil mungil sehingga cukup di saku celana anda. Ketiga, sangat ringan dibanding dengan kamera DSLR.
Saat ini mayoritas produsen kamera mengeluarkan produk kamera poket dengan berbagai varian dan teknologi. Mulai dari merk Sony, Samsung, Kodak, Canon, Nikon dan temen-temen mereka lainnya. Ada yang murah dibawah 1 juta, ada pula yang harganya kayak kamera DSLR. Ehm, dari sekian banyak kamera poket, bagaimana anda memilih satu kamera poket yang cocok untuk anda? Jangan terburu-buru memilih kamera poket dulu, pahami dulu seluk beluk kamera poket secara umum.
Gambaran secara umum, yang harus anda ketahui dari kamera poket adalah:
  1. Lensa:anda harus tahu seberapa wide lensa yang dimiliki sebuah kamera poket. Kamera poket yang memiliki lebar lensa minimal 24mm sudah ideal.
  2. Resolusi: berapa megapixel kemampuan kamera poket? Resolusi memang menunjang kualitas foto, namun perlu diingat: Kamera poket dengan resolusi tinggi tidak selalu lebih bagus daripada kamera dengan resolusi lebih rendah. 
  3. memori card: Rata-rata kamera poket menggunakan SD card, namun ada beberapa merk yang menggunakan memori card khusus. 
  4. Baterei: Berapa lama ketahanan batereinya dan anda harus tahu berapa harga baterei cadangan.
  5. Reputasi merk: cari tau dulu apakah si doi expert dalam hal per-poket-an.
  6. Garansi: Cari tahu berapa lama garansi dan tentu pahamin syarat&ketentuan garansi tersebut.
  7. Body: gemuk atau langsing sangat tergantung selera. Semakin langsing makin fleksibel naruhnya di saku. Biasanya kamera poket yang badannya gemuk mempunyai fitur yang lebih komplit.
Semua data tentang kamera poket akan kita ketahui di Spesifikasi kamera. Semua online store pasti akan menyertakan Spec Kamera dengan lengkap. Jika tidak lengkap, jangan beli di website tersebut (jika on-line). Jika beli di Toko Kamera, pastikan anda minta Spesikasi Kamera, KARENA ITU ADALAH HAK KONSUMEN. Jangan malu meminta atau bertanya apa yang anda tidak ketahui. Yang perlu anda baca di spec-list ada 11 point seperti contoh spec-list dibawah ini:
Spec-list Canon S95 diatas hanya yang secuil dari puluhan spec yang tertulis. Mari kita kupas satu per satu:
  1. Image Sensor. Kamera poket saat ini rata-rata memiliki resolusi tinggi. Resolusi tinggi bisa menunjang kualitas foto (tapi tidak selalu). Saya sarankan pilih yang di atas 10 Mega Pixel
  2. Lens. Patokan wide atau tidaknya lensa harus dilihat dari angka yang saya lingkari, jangan baca yang 5.2 (W) – 26.0 (T) mm. 24 (W) – 120 (T) mm artinya lensa kamera ini mempunyai zoom 24mm – 120mm. Lensa dengan sudut lebar akan memudahkan para traveler dalam mengabadikan foto landscape. Saya sarankan untuk membeli yang 24mm.
  3. Focusing Range. Jarak fokus ini berkaitan dengan kemampuan macro kamera poket. Semakin dekat kemampuan focusing, makin keren pula foto-foto makro anda. Saya saran pilih yang mempunyai jarak makro 3 cm sampai 10 cm.
  4. ISO. Rata-rata kamera poket memiliki kepekaan sensor (ISO) terendah di angka 80-100. ISO 80-100 cocok untuk motret landscape karena grain-nya halus, sedang ISO tinggi seperti 3200 cocok untuk motret malam hari (dengan grain kasar sebagai konsekuensinya).
  5. Shutter. Kamera yang memiliki shutter speed di atas 10 detik memiliki kemampuan untuk blub di mode M (manual). 
  6. Flash. Harus ada mode flash Off, mode ini akan menghasilkan foto lebih natural.
  7. Shooting Mode. Wajib ada huruf M di spec-list. Dengan mode M anda akan mendapat hasil foto yang sesuai dengan kemauan anda dalam hal pencahayaan.
  8. Continuous Shooting. Seberapa cepat kamera poket menangkap gambar dalam 1 detik. Pastikan anda memilih kamera dengan kemampuan lebih dari 1 shot per detik.
  9. Data Type. Berhubungan dengan kualitas file yang di capture kamera. Pastikan beli kamera yang memiliki file RAW.
  10. Dimensions. Lihat seberapa gemuk kamera poket yang akan anda beli. Makin tipis makin handy.
  11. Weight. Kamera poket yang berat terkadang kurang nyaman dibawa traveling. Saya sarankan pilih yang tipis dan muat di saku.
Tidak semua spec list seperti di atas, itu merupakan contoh saja. Pada dasarnya point-point diatas harus diperhatikan. Yang lain anggap saja sebagai bonus, macam video, editing di kamera, framing, image slideshow dll-nya.
Dari segi harga, kamera poket sangat variatif, semakin mahal makin hebat pula kamera poket tersebut. Biasalah ada harga ada rupa. Saya klasifikasikan menjadi 4 jenis kamera poket dari segi harga:
  1. Harga 600 ribu – 1,5 juta termasuk kelas low-end. Untuk kelas ini saya rekomendasikan Canon PowerShot A2300 IS.
  2. Harga 1,5 juta – 3 juta termasuk dalam middle-end. Kalau punya duit 3 juta saya akan beli Panasonic Lumix DMC-TZ20
  3. Harga 3 juta – 5 juta termasuk high-end. Saya sekarang memakai canon s95. Seri terbarunya, Canon s100 saya rekomendasikan untuk para traveler.
  4. Harga 5 juta ke atas untuk para profesional dan kolektor. Andai saja duit saya cukup, saya bakal beli Leica D-Lux5 atau FujiX100 🙂
Sau lagi, pastikan dulu anda membaca review dari kamera poket yang hendak anda beli. Saya biasa lihat review kamera di dpreview. Web ini memberi review yang sangat komplit, mulai dari pengenalan, spesifikasi, body&desain, kualitas imaji dan masih banyak lagi.

Beli kamera poket adalah investasi berharga. Kamera poket akan membekukan moment anda selama traveling berupa foto dan foto akan bersua sejuta cerita kan. Bagi para traveler, middle-end dan high-end adalah pilihan terbaik. Semoga bermanfaat. 2w_^

~ Radityo
Radityo, kontributor The Traveling Precils, adalah mahasiswa Photomedia di CATC Design School, Sydney. Untuk mendapatkan tips dan trik fotografi lainnya, kunjungi blog Radityo di http://fototiptrik.blogspot.com.au

Tips Membuat Foto-Foto Ciamik Dari Kamera Poket

Kali ini The Traveling Precils menghadirkan artikel dari kontributor: Radityo Widiatmojo. Mungkin nama ini sudah familiar bagi pembaca setia blog. Foto-foto Radityo memang sudah sering nampang untuk ilustrasi blog ini. Di tulisan ini Radityo berbagi tips memaksimalkan penggunaan kamera poket. Ternyata motret dengan kamera poket, kalau punya ilmunya, hasilnya nggak kalah dengan kamera DSLR lho. Enjoy! ~ The Emak

Bagi yang suka jalan-jalan, kamera poket adalah pilihan paling tepat. Jepret sana jepret sini dan tralala trilili. Namun lebih sering hasilnya kurang memuaskan. Maka puaskanlah dengan memaksimalkan kamera poket anda. Berikut tips dan triknya:

Matikan Flash. Dengan mode flash off maka kamera akan membaca cahaya tanpa bantuan flash. Kamera akan menangkap available light ketika shutter ditekan dan hasilnya akan lebih natural.

Gunakan mode Manual (jika ada). Dengan mode manual, anda akan dengan mudah melakukan kontrol terhadap cahaya, dan bisa menghasilkan foto setara dengan kamera DLSR. Kamera poket yang memiliki fasilitas ini biasanya harganya di atas kamera poket biasa. Pilihan kedua setelah mode manual adalah Aperture Priority. Foto di bawah ini menggunakan manual mode. Dua hasil berbeda dengan mode manual, foto yang kedua adalah foto yang sesuai dengan keinginan saya.
Gunakan kompensasi, biasanya dalam kamera poket ada di menu EV. Kalau terlalu terang turunkan EV-nya ke -2.0, artinya kamera poket akan meng-under-kan foto. Efek siluet (agak siluet sihhh) bisa dihasilkan dengan memaksimalkan EV ke posisi -2.0. Foto pertama saya pake EV 0 alias normal aja motretnya. Foto kedua saya pake kompensasi EV -2.0. Anda bisa lihat foto kedua agak siluet dan langitnya lebih pekat dari pada foto pertama.
Macro Mode. Aktifkan mode macro, pada umumnya simbol macro mode di kamera poket adalah gambar bunga. Ini adalah favorit saya. Bikin foto macro menggunakan kamera poket sangat menyenangkan. Pada mode ini pastikan flash tetap off agar natural hasilnya. Saya juga memanfaatkan macro mode untuk bikin latar belakang lebih blur/bokeh seperti 2 foto di bawah ini.
Low Angle. Kamera poket adalah rajanya low angle. Foto sepatu di atas diambil dengan sudut rendah sekali. Saya sangat suka efek dari low angle kamera poket karena dalam keseharian kita kan tidak pernah memandang suatu benda pada posisi serendah 2 foto di bawah.
Slow Speed. Saat motret di indoor dengan mode Flash-off, maka kita akan selalu mendapatkan slow speed, kamera poket akan mengeluarkan simbol “tangan” sebagai tanda kalau kita motretnya tidak boleh goyang. Kalau tangan kita stabil maka foto dengan efek slow akan anda dapatkan.

Gunakan file RAW. Untuk hasil olah digital yang maksimal kita harus selalu menggunakan file RAW. Kalau tidak ada format RAW, pakai file dengan ukuran paling besar. Kamera poket sekarang sudah memiliki ukuran file yang hampir sama dengan kamera DLSR.
Dari segi non teknis, kamera poket memiliki keuntungan: karena ukuran yang kecil membuat para traveller mudah mengeluarkan kamera dari saku (namanya juga kamera poket). Bagi para traveller, selamat memaksimalkan kamera poket anda.
Semoga bermanfaat. 2w_^

~ Radityo
Radityo adalah mahasiswa Photomedia di CATC Design School, Sydney. Untuk mendapatkan tips dan trik fotografi lainnya, kunjungi blog Radityo di http://fototiptrik.blogspot.com.au

Tips Packing ke Australia dan New Zealand

Tas keluarga The Precils. Foto oleh Radityo Widiatmojo.
Golden rule of packing: Take half of the clothes you were planning to bring and twice the money.
Aturan yang menurut saya bener banget itu saya baca dari artikel di website National Geographic. Barang bawaan seharusnya tidak membuat perjalanan menjadi merepotkan. Bagi kami, tambahan dua precils sudah cukup menyita perhatian, jangan ditambah dengan acara menyeret koper atau menggendong ransel yang berat. Tapi jangan khawatir, keahlian packing ini akan semakin meningkat seiring jumlah perjalanan yang dilakukan.
Prinsip saya: bawa sesedikit mungkin. Dari foto di atas terlihat 5 tas yang biasa kami bawa kalau bepergian. Anak-anak punya koper mereka sendiri. Ini membuat mereka belajar mengepak dan bertanggung jawab atas barang-barang mereka. Juga memudahkan kalau mereka mencari barang, selalu ada di koper mereka sendiri. Tas saya adalah ransel coklat kecil yang ringan digendong. Saya memilih ransel kecil karena dua tangan saya harus bebas untuk menjaga Little A sambil melakukan satu hal lagi, update status FB, misalnya 🙂 Kadang Little A capek dan terpaksa saya harus menggendong sekaligus menyeret Trunki-nya. Big A sudah bisa mandiri mengurus barang bawaannya sendiri di koper Sammies dari Samsonite (foto koper di tengah). Koper ini mempunyai roda sehingga mudah diseret.
Apa isi ransel kecil saya? Jawabnya adalah barang-barang gawat darurat untuk The Precils. Yang sudah punya anak pasti tahu, banyak pernak-pernik yang harus dibawa kalau jalan-jalan sambil membawa precils. Daftar gawat darurat saya adalah: 1 set baju ganti masing-masing untuk Little A dan Big A, tas kresek untuk menampung muntah (sambil berdoa jangan sampai mereka muntah), satu botol kecil minyak telon, tisu basah dan tisu kering, susu Little A plus tempat minum kesayangannya, air putih dan permen/coklat (hanya dikeluarkan kalau Big A ada tanda-tanda pusing). Selebihnya adalah gadget, dompet dan notes pribadi saya.
Sementara itu, Si Ayah membawa ransel hijau dan koper hitam. Isinya adalah laptop, kamera, segala macam kabel charger, buku bacaan, baju, sepatu dan… rice cooker. Si Ayah juga yang bertanggung jawab terhadap dokumen perjalanan seperti paspor, tiket dan voucher hotel. Biasanya untuk perjalanan sampai dua minggu, kami hanya mengepak baju untuk 3 hari. Dalam perjalanan, kami menyempatkan mencuci baju di laundry koin. 
Agar tidak mati gaya, usahakan membawa baju yang bisa dipadu padankan. Ketika kami liburan ke Tasmania dan New Zealand, saya membawa 1 dress putih dengan corak garis-garis oranye, biru, abu-abu dan kuning, sehingga bisa dipadu-padankan menjadi 4 gaya! Untuk tidur, saya memilih celana yoga (yang tidak pernah dipakai yoga) yang nyaman. Sebenarnya celana seperti ini bisa juga untuk jogging, tapi saya selalu terlambat bangun pagi 🙂 Sepatu, saya cukup bawa dua: sepatu kanvas warna navy blue dan sepatu olahraga yang ‘rencananya’ untuk jogging :p
Packing baju untuk Si Ayah lebih gampang, 3 atasan dan 3 bawahan sudah pasti menjadi 9 gaya :p Sementara The Precils saya suruh pilih sendiri baju-baju yang akan mereka bawa, yang cukup untuk 3 hari (termasuk dua pasang baju tidur) dan tambahan ekstra 2 stel. Tak lupa kami membawa rain coat (yang cukup bagus dan keren) untuk jaga-jaga kalau hujan.

Berikut adalah pertanyaan yang sering diajukan ke saya melalui email tentang packing, dan jawabannya:

1. Baju apa yang harus dibawa?
Jenis baju yang dibawa ke Australia dan New Zealand harus disesuaikan dengan musim ketika kita berangkat. Aussie dan NZ adalah negara dengan 4 musim, dan karena berada di belahan bumi selatan, musim mereka berkebalikan dengan musim di Amerika dan Eropa. Di Australia dan NZ, musim dingin jatuh pada bulan Juni-Agustus dan musim panasnya dari bulan Desember sampai Februari. Bulan September-November adalah musim semi, dan bulan Maret sampai Mei adalah musim gugur. Ramalan cuaca dan suhu bisa dicek online di Badan Meteorologi Australia dan Met Service New Zealand.

Kalau jalan-jalannya pas musim dingin, jelas perlu jaket atau sweater tebal plus aksesori seperti syal, topi wool dan sarung tangan. Tak kalah penting adalah kaos kaki dan baju dalam thermal. Baju dalam thermal dari bahan polypropylene atau merino ini sangat membantu melindungi tubuh dari angin dingin yang menyusup ke kulit. Atasan baju dalam thermal seperti kaos dalam biasa tapi lengan panjang. Bawahannya seperti legging, dan untuk laki-laki ada istilah khusus yaitu long johns. Kalau sudah memakai thermal underwear, kita tinggal pakai baju biasa lengan panjang dan dilapisi jaket. Untuk the precils, saya membelikan thermal underwear ukuran anak-anak di Kathmandu. Sementara saya dan si ayah cukup membeli dari departemen store yang lebih murah :p Kalau susah mendapatkan thermal underwear di Indonesia, belanja saja di Australia, buka katalog online di Lasoo dan ketikkan kata kunci: thermal underwear. Lasoo akan memberi tahu toko mana yang sedang diskon 🙂

Traveling ketika musim panas tentu lebih mudah, bawaannya tidak seberat musim dingin. Tambahannya mungkin baju renang. Perlu dicatat bahwa suhu musim panas di New Zealand masih cukup dingin bagi orang Indonesia. Ketika kami jalan-jalan ke New Zealand musim panas tahun lalu, saya tetap membawa cardigan dan jaket untuk Si Ayah dan anak-anak. Suhu musim gugur dan musim semi di Australia pun kadang masih terasa dingin bagi orang Indonesia. Selalu cek suhu dan prakiraan cuaca sebelum berangkat di tautan yang saya tulis tadi.

Tips: bawa sarung bali yang bisa digunakan sebagai alas piknik, sarung, sajadah, selimut ekstra dan sprei cadangan.

2. Seperti apa colokan listrik di Australia?
Perkara ini penting banget: nggak lucu bawa gadget macam-macam kalau nggak bisa nge-charge. Colokan di Australia bentuknya berbeda dengan yang ada di Indonesia, sehingga kita perlu adaptor. Di Australia dan New Zealand, lubang colokannya tiga pipih. Kalau sering bepergian, belilah adaptor internasional yang bisa juga digunakan di negara-negara lain. Saran saya, belilah adaptor ini di Indonesia, di toko alat-alat listrik. Di Sydney, harganya lumayan mahal, sekitar $20.

3. Boleh Nggak Bawa Makanan?
Harga makanan di Australia memang mahal, sekitar 3 sampai 5 kali lipat harga makanan di Indonesia. Membawa makanan dari Indonesia sepertinya ide bagus, untuk menghemat dan tentu saja melawan home sick (kalau bepergiannya lama). Tapi sayangnya peraturan custom Australia lumayan ketat, beberapa barang makanan dilarang masuk ke negara ini. Australia dan New Zealand melarang kita membawa bahan-bahan mentah seperti telur, daging, ayam, ikan, sayuran dan buah-buahan. Australia juga melarang masuk susu (kecuali susu formula kalau kita membawa balita) dan produk turunan susu seperti krim dan keju. New Zealand memperbolehkan kita membawa susu, tapi melarang madu. Saya pernah menulis tentang barang-barang yang tidak boleh dibawa ke Australia dan New Zealand. Baca aturan custom Australia di sini dan aturan custom New Zealand di sini.

Kalau ingin mulus ketika melewati custom, saran saya jangan membawa makanan yang dilarang seperti abon, ikan teri, rendang dll. Pengalaman saya dulu membawa masuk sambal dan mi instant bisa lolos custom. Tapi kalaupun tidak membawa Indomie, di Australia, terutama di kota-kota besar dijual makanan Indonesia kesayangan kita semua itu. Mi instan ini dijual di supermarket umum seperti Coles dan Woolworth, harganya sekitar 50 sen, tiga kali lipat dari harga di Indonesia. Kalau ingin beli makanan khas Indonesia di Sydney, mampirlah ke supermarket IGA Thaikee di atas paddys market, Sydney. Di sana, ada satu lorong (isle) yang khusus menjual makanan Indonesia seperti sambal, kecap, bumbu instan, kerupuk, agar-agar dll.

Tips: kalau memang ingin membawa makanan ke Australia, sebaiknya dijadikan satu tas tersendiri. ketika melewati custom untuk diperiksa, hanya satu tas tersebut yang perlu dibuka.

Dan, pertanyaan terakhir, the ultimate question from Indonesian traveler:
4. Perlu bawa rice cooker nggak?
Jawabannya tergantung apakah kamu tipe orang yang nggak kenyang kalau nggak makan nasi dan apakah anggaran kamu cukup untuk selalu beli makanan di Aussie dan NZ.
Saya termasuk orang yang tidak harus makan nasi. Roti jenis apapun, jagung dan kentang cukup mengenyangkan bagi saya. Begitu juga anak-anak yang sarapannya cukup senang makan dengan sereal dan susu saja. Sementara Si Ayah, bisa nggak makan nasi, tapi lebih mantap kalau ada nasi. Kami membawa rice cooker ketika liburan ke Melbourne selama lima hari dan Tasmania plus New Zealand selama dua minggu. Alasan sebenarnya adalah untuk menghemat biaya makan. Menu makanan tipikal kami adalah nasi, barbekyu daging, ayam (atau salmon!) dan lalapan mentimun, selada dan tomat. Kami membeli daging yang sudah dibumbui (marinade) di supermarket dan memanggangnya di alat BBQ yang biasanya disediakan di apartemen, motel atau Holiday Park. Ketika menginap di hotel, kami membeli lauk saja dan makan dengan nasi di kamar hotel.

Sebagai gambaran, harga seporsi makanan di restoran kelas menengah di Sydney sekitar $15-25, food court dan kafe sekitar $9-12, happy meal Mc Donald dan KFC meal $5. Harga beras satu kilo $2,50. Sila diputuskan sendiri mau bawa rice cooker atau tidak 🙂

Piknik di Glenorchy, South Island, NZ beralas sarung Bali. Look, that’s our small rice cooker! :p

Baca juga tips packing dari website Dua Ransel: tips mengepak baju dan mencuci baju di wastafel ala Dina dan Ryan.

Yuk, siap berangkat?

~ The Emak

Tips Berburu Oleh-Oleh di Paddy’s Market Sydney

Gedung Paddy’s Market di Haymarket. Foto oleh Radityo Widiatmojo.
Di Australia, kalau ada teman yang berangkat jalan-jalan, kami biasanya bilang, “Save journey and have a great holiday.” Sementara di Indonesia, kalimat yang biasa kita dengar adalah: “Jangan lupa oleh-oleh ya.” 😀
Tidak bisa dipungkiri, di Indonesia, budaya memberi oleh-oleh adalah urusan serius. Kalau pulang liburan dengan tangan kosong, bisa-bisa dianggap orang sombong, pelit, nggak sopan, nggak mensyukuri nikmat dll. Haha, kebablasan ya? Untungnya, di Sydney ada tempat belanja oleh-oleh yang cheap and cheerful, harganya gak bikin kantong bolong dan yang nerima juga senang dapat sesuatu dari Sydney, meskipun hampir pasti barang-barang ini buatan China :p
Pastikan berkunjung ke Paddy’s Market di Chinatown untuk berbelanja oleh-oleh khas Sydney untuk orang sekampung atau minimal untuk diri sendiri. Di Sydney, ada dua Paddy’s Market, satu di tengah kota (Chinatown) dan satu lagi di pinggiran (Flemington). Yang saya bahas di sini adalah yang di Chinatown karena lokasinya lebih terjangkau untuk turis yang jalan-jalan ke Sydney. 

Paddy’s Market adalah pasar tradisional yang letaknya di lantai dasar mal: Market City. Biar tidak bingung, saya perjelas: Paddy’s Market adalah nama pasarnya, Market City adalah nama bangunan tempat pasar ini berada (hanya di lantai bawah), Haymarket adalah nama suburb/distrik tempat bangunan ini berada, Chinatown adalah sebutan lain (nama populer) Haymarket karena memang di suburb ini banyak bermukim imigran dari China. Paddy’s Market atau biasa disingkat “Paddy’s” saja, letaknya sangat strategis, hanya 10 menit jalan kaki santai dari stasiun central atau 10 menit jalan kaki dari Darling Harbour. Bagi yang tinggalnya di daerah Haymarket, pasar ini cuma 5 menit jalan kaki. Yang tinggalnya di hotel di daerah kota, bisa naik kendaraan umum ke sini. Masing-masing bis kota gratis warna hijau (free shuttle bus), monorail dan lightrail (trem) punya halte yang berhenti di Paddy’s. Pastikan meminta sopir atau kondektur untuk diturunkan di Paddy’s.

Market City, Mal yang berada di atas Paddy’s buka tiap hari. Sementara Paddy’s Market buka mulai Rabu sampai Minggu, jam 9 pagi sampai 5 sore. Senin dan Selasa tutup, kecuali kalau ada libur nasional. Perhatikan jam buka ini agar tidak kecele. Di akhir pekan, biasanya pasar ini ramai sekali. Kalau ingin berbelanja pas pasar sepi, datanglah hari Rabu atau berbelanjalah pagi-pagi.

Meskipun judulnya pasar tradisional, Paddy’s cukup nyaman, bersih dan rapi. Jarak antar lapak cukup lebar sehingga enak untuk jalan dan melihat-lihat. Ada banyak tempat sampah di berbagai sudut dan ada toilet bersih yang nyaman digunakan. Pasar ini terbagi menjadi dua bagian: pasar basah tempat menjual sayur/buah dan lapak-lapak yang menjual suvenir, fesyen, aksesoris, mainan, snack dan benda apapun yang bisa kamu bayangkan 🙂 Kalau ingin sekalian belanja sayur dan buah segar, lebih baik belanja sore hari. Menjelang pasar tutup jam 5 sore, harga barang-barang segar ini diturunkan, banyak yang diobral satu dolaran.

Pintu masuk utama Paddy’s
Lapak souvenir langganan kami
Sebelum berbelanja, tolong terima kenyataan bahwa sebagian besar suvenir di Paddy’s ini buatan China 🙂 Kalau ingin suvenir made in Australia, berbelanjalah di The Rock Market, Paddington Market, QVB Shop atau Ken Done Store. Ada sih satu lapak yang menjual barang-barang kerajinan suku Aborijin, antara lain lukisan di kain, tas, kaos, topi dan aneka barang lainnya. Setiap barang di sini otentik, ada sertifikat dari seniman Aborijin-nya, dan mereka mendapat royalti untuk setiap karya yang dibeli. Saya pernah mengajak Ibu saya ke lapak yang menurut saya cukup bagus ini. Tapi akhirnya Ibu urung membeli karena barang-barangnya ‘cuma’ seperti batik di Indonesia 😀 Selera orang memang beda-beda 🙂

Ada dua macam lapak suvenir di Paddy’s: satu yang menjual kaos dan jaket dan satu jenis lagi yang menjual berbagai suvenir seperti gantungan kunci, tas, topi, dompet dll. Lapak-lapak ini banyak sekali jumlahnya dan rata-rata harganya sama. Saya punya dua lapak langganan: lapak suvenir milik sepasang Bapak Ibu China yang ramah banget dan lapak kaos milik Ibu China/Malaysia dengan pegawai yang bisa berbahasa Indonesia, yay! Bagaimana ceritanya dua lapak ini bisa menjadi langganan saya? Dua tahun pertama di Sydney, saya berpindah-pindah lapak kalau berbelanja di Paddy’s. Sering saya menemukan penjual yang judes, yang marah kalau ditawar atau ngomel-ngomel nggak jelas kalau kita urung membeli. Sebagian besar pemilik lapak adalah orang-orang China yang kadang tidak bisa berbahasa Inggris, sehingga komunikasi hanya terbatas pada barang ini harganya berapa, dengan menunjukkan jari-jari kita :p Sampai akhirnya saya menemukan Bapak Ibu penjaga lapak suvenir yang murah senyum ini, yang tetap tersenyum walau ditawar dan kadang memberi diskon kalau kita belanja banyak. Sementara lapak kaos dengan mbak penjaga berbahasa Indonesia ini, tentu menjadi favorit saya karena lebih mudah nawarnya, daripada harus bersilat lidah dalam bahasa Inggris atau bahasa isyarat 🙂
Harga barang-barang di Paddy’s rata-rata sama dan harganya pas. Kita masih bisa nawar sih, tapi rata-rata penjual hanya mau memberikan potongan lagi kalau kita belanja lumayan banyak. Biasanya barang-barang dijual bukan dengan harga satuan, tapi dengan paket. Jangan salah, kalau kita mendengar harga “3 for 5” artinya lima dolar dapat tiga, bukan tiga dolar dapat lima. Kadang orang Indonesia salah mengartikan ini karena lupa membalik arti kata dalam bahasa Inggris. Tas-tas kecil atau dompet pensil koala harganya 3 for $5. Topi dan tas belanja besar biasanya 4 for $10 (sepuluh dolar dapat empat). Gantungan kunci metal biasanya satu dolaran. Kaos oblong tanpa kerah rata-rata harganya 3 for $20 (dua puluh dolar dapat tiga). Ada juga gantungan kunci ‘spesial’ untuk ‘teman kita’ yang tiba-tiba sok dekat dan minta oleh-oleh: gantungan kunci koala seharga $2,5 yang isinya satu lusin. Beli 4 lusin seharga $10 sudah bisa untuk orang sekampung :p

Jangan lupa membawa catatan siapa saja yang akan dibelikan oleh-oleh. Gawat banget kalau sampai ada yang kelewatan. Catatan ini juga membantu kita untuk ‘fokus’ dan nggak melebar beli barang-barang lucu lainnya. Ibu, Budhe dan Tante saya yang sudah bawa catatan saja sampai tiga kali ke sini karena merasa ada saja yang kurang, apalagi yang nggak pakai catatan. Siapkan juga uang cash yang cukup untuk berbelanja di sini, hanya sedikit yang menerima pembayaran dengan debit (eftpos) atau kartu kredit. Biasanya diskon juga diberikan untuk yang membayar dengan uang cash. Kalau beli oleh-oleh untuk orang sekampung, kira-kira perlu $200-an. Tapi kalau hanya beli untuk diri sendiri atau keluarga kecil saja, $50 sudah cukup.

Lapak kaos langganan. Mbak yang sebelah kanan bisa bahasa Indonesia 🙂
Lapak mainan warna-warni dari kayu favorit The Precils.
Saya punya tips berbelanja untuk keluarga yang membawa precils. Terus terang saja, nggak ada anak kecil yang suka diajak berbelanja Emaknya yang lama milih-milih barang yang sama :p Coba bujuk mereka dengan membelikan satu mainan atau barang yang bisa mereka pilih sendiri. Di dekat lapak kaos langganan saya tadi ada lapak mainan dari kayu yang warna-warni. ‘Titipkan’ anak-anak (dan Bapaknya) di lapak ini sementara kita menawar kaos. Mbak penjaga mainan ini sangat ramah dan nggak jutek walaupun kita hanya lihat-lihat. Harga mainan ini juga ada yang murah, mulai $1.
Kalau nggak mempan dibujuk dengan dibelikan mainan, suruh si Bapak untuk membawa anak-anak menghirup udara segar dan melihat burung di pelataran Entertaintment Centre di seberang Paddy’s. Lapak suvenir langganan saya terletak di dekat pintu masuk Paddy’s yang dekat dengan stasiun monorail. Di seberangnya ada pelataran luas cukup untuk Si Kecil berlarian mengejar burung-burung. Peringatan: sebelahnya lagi ada Mc Donald :p
Yang hobi belanja, kegiatan berburu oleh-oleh ini tentu mengasyikkan dan menjadi ‘alasan mulia’ untuk shopping 🙂 Masalahnya, bagasi kita tentu terbatas. Kalau memang tujuan utama jalan-jalan untuk berbelanja, perlu memikirkan ruang kosong untuk tempat oleh-oleh ini. Jangan sampai asyiknya jalan-jalan dirusak dengan dilema minimnya jatah bagasi dan perasaan bersalah tidak memberi oleh-oleh.
Saya sendiri tidak pernah meminta oleh-oleh (atau bahasa halusnya nitip) dari teman yang pergi berlibur. Mereka udah direpotkan oleh packing, jangan terbebani dengan urusan oleh-oleh ini. Dan terakhir, siapa sih kita meminta oleh-oleh? Biasanya ‘oleh-oleh’ yang saya minta adalah cerita dan pengalaman mereka, siapa tahu nanti kami berkesempatan jalan-jalan ke sana juga dan membeli sendiri souvenir yang kita inginkan. 

Saya doakan orang-orang yang masih banci oleh-oleh diberi kesempatan untuk jalan-jalan sendiri sehingga bisa beli souvenir sendiri. Amini doa saya ya 🙂

~ The Emak

PS: Baca juga tip belanja barang-barang branded di sini.