“I want to live in Glenorchy,” kata Big A dengan mata penuh mimpi. Mengingat perjalanan kami yang fantastis mengunjungi Glenorchy, saya maklum dengan keinginan Big A.
Glenorchy adalah kota kecil di ujung danau Wakatipu, bisa ditempuh kira-kira 50 menit dengan mobil dari Queenstown ke arah barat laut. Perjalanan 2x 50 menit menyusuri danau Wakatipu ini merupakan highlight dari perjalanan road trip kami di Pulau Selatan New Zealand.
Tidak banyak yang bisa dilihat di pusat kota Glenorchy yang hanya satu strip jalan dengan beberapa kafe, toko kelontong dan pom bensin. Di ujung jalan, ada dermaga kecil dengan pemandangan menakjubkan: muara sungai Dart yang membentuk danau Wakatipu berair biru, dengan latar belakang agungnya gunung berpuncak salju. Dari pinggir dermaga, ada jalan setapak untuk melihat sungai Dart dari dekat, kanan-kirinya dihiasi bunga Lupin warna-warni yang hanya mekar sebentar di awal musim panas. Dari Glenorchy kita juga bisa melanjutkan perjalanan menuju Paradise, sekitar 30 menit dengan mobil. Yang selama ini penasaran dengan keberadaan “Paradise”, bisa menemukannya dekat Glenorchy 😉
Sebenarnya, yang lebih menarik adalah perjalanan dari Queenstown ke Glenorchy. Pertama kali saya tertarik mengunjungi Glenorchy karena rumor tempat ini sangat menawan. Beberapa traveler bahkan bersumpah bahwa scenic drive dari Queenstown ke Glenorchy adalah perjalanan terbaik yang pernah mereka lakukan. Ketika melihat peta jalur Queenstown ke Glenorchy di Google Map yang persis menyusuri danau Wakatipu, saya sudah bisa membayangkan betapa spektakuler-nya perjalanan ini nanti. Selanjutnya saya juga tahu dari beberapa traveler blog bahwa Glenorchy dan Paradise ini dijadikan lokasi syuting Isengard dalam trilogi The Lord of The Rings. Untuk penggemar berat LOTR, lokasi ini tentu wajib dikunjungi. Ada beberapa tur dengan 4WD dan tur berkuda yang secara khusus mengunjungi lokasi-lokasi syuting LOTR ini. Ketika berangkat, kami tidak yakin akan ngapain nanti di Glenorchy dan belum memesan aktivitas apapun. Saya juga tidak yakin Si Ayah bakal mau keluar uang banyak untuk berkuda atau tur lain, mengingat dia menolak naik gondola di Queenstown sebelumnya.
Keindahan road trip Queenstown ke Glenorchy ternyata bukan rumor. Begitu meninggalkan Queenstown, kami langsung disuguhi pemandangan indah danau Wakatipu, tak putus sepanjang perjalanan. Di setiap tikungan, kami dibuat takjub dengan apa yang akhirnya tampak di depan kami: danau tenang diselimuti awan dengan pegunungan sebagai latar belakang, dan kanan-kiri bunga-bunga liar bermekaran. Saya dibuat kewalahan menjepretkan kamera terus-menerus dari balik kaca mobil, ingin merekam pengalaman luar biasa ini. Jalan ke Glenorchy cukup mulus dan sepi. Kami jarang berpapasan dengan pengendara lain dan sama sekali tidak mendahului mobil lain. Kami berhenti di beberapa gardu pandang (look out) untuk mengambil foto.
Sebelum sampai ke Glenorchy, kami melewati peternakan domba dan sapi yang kemudian saya tahu sebagai Blanket Bay. Di daerah ini juga ada resor mewah yang tarifnya bakalan menghabiskan gaji Ayah sebulan :p Belum pernah melihat domba sebanyak ini sebelumnya, kami berhenti dan mengambil foto. Domba-domba ini tampak sehat, gemuk dan gembira. Ya, siapa yang tidak happy tinggal di tengah keindahan seperti ini, kan?
Peternakan domba di Blanket Bay
Sampai di Glenorchy, kami langsung parkir di pinggir dermaga kecil. Ada beberapa pengunjung lain yang bisa dihitung dengan jari. Termasuk salah satunya adalah perempuan Perancis setengah baya yang mengendarai mobil sewaan dari Apex, sedan merah persis seperti yang kami pakai 🙂 Dia parkir di sebelah kami, menyapa dengan ramah dan tertawa bangga karena mobilnya lebih kotor dari kami. Artinya dia sudah berpetualang lebih lama dan sudah mengunjungi lebih banyak tempat daripada kami. Ibu ini seorang diri berpetualang dari Pulau Utara sampai Glenorchy di Pulau Selatan.
Sesaat kemudian, dermaga kecil Glenorchy eksklusif menjadi milik kami berempat. Little A menemukan “panggung” di dermaga kayu ini. Dia dengan gembira menari-nari dan menampilkan semua kreasinya. Saya agak deg-degan karena pembatas dermaga kecil ini tidak tinggi, sementara Little A berlari dari ujung ke ujung. Cukup lama kami mengagumi kedamaian dermaga Glenorchy ini sebelum beranjak ke Dart Stables untuk melihat-lihat kuda dan kemungkinan kami bisa jalan-jalan dengan kuda sekeluarga.
Saya tahu tentang Dart Stables dari blog ini, kemudian mendapatkan brosurnya dari salah satu kios booking di Queenstown. Sepertinya asyik banget kalau bisa berkuda di lokasi yang memesona ini. Tapi karena kami belum yakin akan pilihan tur yang tersedia, kami tidak booking apa-apa. Little A dan Big A sudah semangat sekali melihat kuda. Ketika sampai di istal dan melihat kuda-kuda yang gagah, kami jadi semakin ingin mencoba naik kuda. Si Ayah menanyakan apakah ada slot berkuda yang masih kosong siang itu. Ternyata hanya tinggal dua tempat kosong untuk trek The River Wild yang berlangsung kira-kira 3 jam. Si Ayah ragu-ragu antara ikut atau tidak karena berarti akan meninggalkan saya dan Little A berdua di Glenorchy selama 3 jam. Lagipula, Little A yang baru berumur tiga tahun juga belum boleh naik kuda. Usia minimal untuk ikut tur berkuda ini adalah 7 tahun. Tidak perlu punya pengalaman berkuda untuk ikut tur ini. Si Ayah dan Big A (9 tahun) juga baru pertama kali ini naik kuda. Akhirnya kami booking The River Wild ride setelah saya meyakinkan Si Ayah kalau saya dan Little A nggak masalah ditinggal di Glenorchy, saya bisa jalan-jalan di pinggir sungai dan nongkrong di kafe. Tarif naik kuda ini tidak murah, NZD 129 untuk dewasa dan NZD 119 untuk anak-anak. Tapi menurut saya, tarif segitu sebanding dengan pengalaman yang didapat.
Karena tur berkuda baru mulai dua jam lagi, kami kembali ke dekat dermaga dan menggelar piknik untuk makan siang. Kami membawa nasi dan lauk dari Queenstown. Setelah perut terisi, kami siap-siap berfoto keluarga di depan boat shed merah yang menjadi ikon Glenorchy. Gudang tua warna merah dengan tulisan Glenorchy di depannya ini memang fotogenic, bagus difoto dari berbagai sudut, apalagi dengan latar belakang pemandangan dermaga. Ternyata di dalam gudang tua ini dipajang foto-foto sejarah tempat ini. Dulunya, sebelum ada jalan darat dari Queenstown menuju Glenorchy, orang-orang mencapai tempat ini dengan kapal uap menyusuri danau Wakatipu. Mereka membawa wool, batu bara dan barang dagangan lainnya dengan kapal ke daerah ini. Sekarang, jalan darat dirasa lebih efisien daripada lewat air. Lagipula, mungkin lebih baik untuk biota danau kalau perairannya tidak dijadikan jalur angkutan.
Kami kembali ke istal pukul dua siang. Big A, Si Ayah dan penunggang kuda lainnya mempersiapkan diri dengan memilih helm dan sepatu boot. Saya ingat ada satu orang yang sudah siap dari sananya dengan kostum berkuda, celana dan sepatu khusus. Ternyata dia memang sudah mahir berkuda. Tur menyusuri sungai Dart ini boleh diikuti siapa saja, baik yang sudah pengalaman maupun yang baru pertama kali naik kuda. Satu grup yang terdiri 5 orang dipandu oleh 1 guide. Yang belum pernah naik kuda akan diberi tahu dasar-dasar mengendalikan kuda sebelum berangkat. Nanti ketika sampai di padang terbuka, yang sudah mahir berkuda mendapat kesempatan untuk jalan-jalan bebas (cantering) dengan kudanya sementara yang masih amatir kembali diajari teknik dasar berkuda.
Setelah memakai helm dan sepatu, mereka diajak ‘berkenalan’ dengan kuda-kuda yang akan diajak jalan-jalan. Wajah Big A antara excited dan cemas. Berkali-kali dia menggumam, “It’s okay, it’s okay,” sambil menarik nafas panjang. Saya tersenyum kecil, kagum dengan keberanian Big A yang baru akan pertama kali ini naik kuda. Big A mendapat giliran terakhir naik ke punggung kuda bernama Pete. Katanya, Pete adalah kuda terkalem dan paling tidak banyak tingkah di istal ini. Big A adalah satu-satunya anak-anak di rombongan ini. Berdua belas dengan dua pemandu, mereka berangkat menyusuri jalanan sepi di Glenorchy.
Little A melepas kepergian Kakak dan Ayahnya dengan wajah sedih. Dia sebenarnya ingin sekali naik kuda dan menyesali dirinya yang masih berumur 3 tahun. Saya berusaha membujuknya untuk pergi dari istal dan jalan-jalan di Glenorchy. Lumayan susah juga membujuk Little A yang sedang patah hati, mulai dari mengajaknya memetik bunga Lupin di pinggir sungai, menawarinya membeli hot chocolate sampai mengiming-imingi dengan Kartu Pos bergambar kuda. Setelah Little A mau dibujuk, saya menyetir mobil kembali ke pinggir dermaga dan memarkirnya di dekat jalan setapak menuju sungai. Kami berjalan-jalan di jalan setapak sembari mengumpulkan bunga lupin warna pink yang menjadi favorit Little A. Setelah itu kami nongkrong di kafe kecil di seberang dermaga, saya membeli kopi dan Little A cukup senang menjilat es krim. Kami juga melihat-lihat suvenir-suvenir lucu yang dijual di kafe ini, sayangnya tidak ada yang berbentuk kuda. Untung ada beberapa stiker lucu yang menarik perhatian Little A. Setelah dibelikan stiker, Little A bisa tersenyum kembali, main-main di taman dekat kafe dan berlari-lari mengejar burung di rerumputan sembari menunggu Big A dan Si Ayah selesai berkuda.
Big A sudah berjanji akan menulis pengalamannya berkuda yang sangat mengesankan bagi dia ini. Saya tidak menyesal mengeluarkan uang untuk pengalaman yang tidak akan dia lupakan seumur hidup ini. Mungkin Si Ayah benar, lebih baik membeli pengalaman naik kuda ini daripada sekedar naik Gondola di Queenstwon.
Oke, sementara menunggu Big A menyelesaikan catatan perjalanannya, sila menikmati foto-foto indahnya Glenorchy yang diambil Si Ayah dari punggung kuda.
~ The Emak
Catatan: Kurs dolar bulan Desember 2011 NZD 1 = AUD 0.76
Pemandangan spektakuler di tengah jalan menuju Meningie di Australia Selatan Seribu lima ratus kilometer, sepuluh hari, dua negara bagian, dua pulau, dua belas kota, dua dewasa plus dua precils, satu campervan! Road trip kali, dari Adelaide ke Melbourne lebih panjang dan lama daripada beberapa road trip sebelumnya. Perjalanan ini sekaligus untuk mengucapkan selamat tinggal (semoga …
Campervan kami melintas di jalan menuju Meningie, Australia Selatan Akhirnya cita-cita saya kami keliling Australia dengan campervan tercapai juga. Sepuluh hari terakhir sebelum meninggalkan negara ini, kami mengepak semua barang-barang (dan anak-anak) dan menyusuri seribu lima ratus kilometer dari Adelaide ke Melbourne. Road trip dengan campervan sudah menjadi cita-cita saya kami sejak kami ingin menjelajah …
Jalanan sepi. Dunia serasa milik kami berdua… eh, berempat :p Sejak Darwin masuk dalam pilihan “Destination Lonely Planet 2012”, pemkot Darwin langsung gencar pasang iklan ‘Visit Darwin’ di mana-mana. Tahun ini adalah tahun yang paling tepat untuk mengunjungi Darwin dan Northen Territory. Memang pemerintah Aussie paling pinter memanfaatkan momentum seperti ini. Saya termasuk salah satu …
Bekal untuk road trip: peta dan kopi 🙂 Foto oleh Anindito Aditomo Banyak yang bilang, Tasmania adalah tujuan wisata terbaik di Australia untuk road trip. Pulau kompak di sebelah selatan mainland Australia ini mudah dijelajahi dengan mobil sewaan atau caravan. Dari ujung ke ujung kira-kira hanya perlu waktu tiga jam bermobil. Kami berlibur ke Tasmania …