Berbagi Ceria di Wanaka

The Emak dan Little A berbasah-basah di danau Wanaka

Setelah menemani The Emak mewujudkan impiannya mengunjungi Milford Sound, kali ini giliran The Precils yang bersenang-senang di Wanaka.

Wanaka adalah kota di pinggir danau, 68 km di sebelah utara Queenstown. Wanaka dapat ditempuh sekitar 1 jam dari Queenstown melalui Cardrona, kota kecil di atas bukit. Untuk mengunjungi Wanaka, sebenarnya bisa day trip saja dari Queenstown, tanpa menginap. Tapi karena perjalanan kami dari Te Anau ke Wanaka, dan akan melanjutkan perjalanan ke Lake Tekapo, kami menginap semalam di Wanaka View Motel.

Perjalanan Te Anau – Wanaka
Setelah cek out dari Te Anau Lakeview Holiday Park, kami melanjutkan perjalanan ke Wanaka, dengan singgah dulu di Queenstown untuk makan siang. Rute Te Anau – Queenstown, yang bisa ditempuh dalam waktu 2 jam, sama persis dengan rute Queenstown – Te Anau. Ketika merencanakan perjalanan ini di Google Map, saya sempat bingung karena Peta Google tidak menyarankan saya melalui jalur yang sama dengan ketika berangkat dulu. Google memilihkan jalur lain melewati Cromwell dengan jarak tempuh 4 jam. Waktu itu saya khawatir jalur Queenstown ke Te Anau via Kingston tidak dapat dilalui arah sebaliknya. Tapi ternyata tidak masalah. Jalur yang sama dari arah sebaliknya tetap bisa dilalui. Jalanan juga cukup lebar dan mulus, dengan rambu lalu lintas yang jelas. Kami menempuh rute Te Anau – Queenstown via Kingston kira-kira dua setengah jam, melewati beberapa peternakan domba, sapi dan kuda, lautan bunga liar di tepi jalan, dan danau Wakatipu yang airnya beriak dihembus angin. 

Kami singgah sebentar di Frankton (pinggir Queenstown) untuk makan siang di Bombay Palace. Restoran India ini masakannya lezat banget dan porsinya super besar. Saya dan Big A suka dengan Mango Chicken-nya, terenak yang pernah kami makan (memang jarang makan masakan India sih). Si Ayah puas dengan Nasi Biryani-nya. Saya pun hampir kekenyangan berusaha menghabiskan roti garlic naan yang dicelup saus Raita (saus dari yoghurt dan mentimun).
Dengan perut terisi, kami melanjutkan perjalanan ke Wanaka. Saya agak curiga ketika melihat di peta Google, rute ini ‘hanya’ 68 km, tapi waktu tempuhnya sampai 1 jam. Jangan-jangan jalannya tidak mulus dan berkelok-kelok? Ternyata benar, rute yang kami pilih ini melewati kota kecil di atas bukit, Cardrona, yang punya resor salju di musim dingin. Lepas dari Frankton, kami mulai melewati jalan berkelok menaiki bukit. Sampai di atas bukit, hadiah sudah menunggu: pemandangan spektakuler pinggiran kota Queenstown dan sekitarnya. Selanjutnya adalah perjalanan membelah bukit. Di kanan kiri kami tampak bukit dengan gerumbul hijau dan coklat. Pemandangan cukup membosankan, sampai kami melewati kota Cardrona. Di kota kecil ini, ada hotel bersejarah yang bangunannya cantik untuk difoto. Saya melihat foto-foto Cardrona Hotel ini di mana-mana, brosur, kartu pos, majalah, website lokal, dll. Sayangnya kami melewati hotel Cardrona yang bangunannya ternyata kecil sekali seperti kantor pos di kelurahan :p Si Ayah yang sudah capek menyetir males untuk balik lagi. Lagipula cuaca saat itu sangat panas dan kurang kondusif untuk jalan-jalan keluar mobil. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan sampai di tujuan pertama kami: Wanaka Puzzling World.

Devil’s Staircase, dalam perjalanan Te Anau – Queenstown
Pemandangan dari atas bukit menuju Cardrona
Wanaka Puzzling World 
Ketika mencari-cari aktivitas di Wanaka yang cocok untuk anak-anak, saya menemukan Wanaka Puzzling World ini. Sesuai namanya, tempat ini berisi teka-teki yang akan menggelitik akal kita. Saya sudah membayangkan Big A yang suka memecahkan misteri dan teka-teki pasti akan senang sekali dengan tempat ini. Terletak 2 km dari danau Wanaka, di pinggir jalan Luggate Highway 84, Puzzling World mudah sekali ditemukan. Halaman depan bangunan ini ditandai dengan Menara Miring Wanaka yang kemiringannya sampai 53 derajat.
Ketika masuk, kita akan disambut oleh meja-meja berisi pazel yang bebas dicoba. Kita tidak dipungut bayaran kalau sekadar duduk memainkan pazel-pazel ini, sambil makan minum dari menu kafe. Tapi rugi dong kalau sampai sini tidak mencoba atraksi utamanya, yaitu Great Maze atau Labirin Raksasa. Labirin sepanjang 1,5 km ini cukup menantang untuk semua umur.

Selain Labirin, Puzzling World juga mempunyai Ruang-Ruang Ilusi. Yang paling menarik dari ruang ilusi ini adalah Ames Room. Trik Ames Room ini digunakan untuk pembuatan film yang melibatkan manusia dengan raksasa atau manusia dengan Hobbit. Ketika dua orang masuk ke ruang ini dan menuju sudut yang berbeda, satu bisa menjadi raksasa dan satunya lagi menjadi Hobbit. Ruang-ruang ilusi lain yang bisa dikunjungi adalah pameran gambar hologram, Tilted House (menciptakan efek miring) dan Hall of Following Faces.

Menara Miring Wanaka
Raksasa Big A dan Hobbit Little A di Ames Room
Si Ayah mencoba Roman Style Toilet :p

Tiket masuk Great Maze dan Illusion Rooms adalah NZ$ 15 untuk dewasa, NZ$10 untuk anak-anak. Anak di bawah 5 tahun gratis 🙂 Kalau hanya ingin mengunjungi salah satu, kita mendapat diskon 1-3 dolar.

Big A yang memimpin kami untuk memecahkan teka-teki labirin. Aturannya, kita harus mencapai empat menara (merah, hijau, biru dan kuning) dan kemudian mencari jalan kembali. Kami perlu waktu sekitar 1 jam untuk menyelesaikan tantangan ini. Kalau tidak ada Big A, rasanya saya tidak sanggup menyelesaikannya. Berulang kali saya berputar-putar di jalan yang sama, sampai akhirnya Big A berteriak, “C’mon, I found a way!” Kami harus berjalan di lorong-lorong kayu dan naik turun jembatan untuk mencapai masing-masing menara. Big A dan Little A berpose di tiap menara begitu mereka mencapainya. “Untuk bukti,” kata Big A.

Setelah sukses menyelesaikan tantangan labirin, kami melihat-lihat toko suvenir di Puzzling World ini yang menjual banyak sekali jenis-jenis pazel. Seperti biasa, saya cukup membeli suvenir berupa kartu pos, seharga 50 sen per lembar 🙂 Little A, mungkin sudah capek dan lapar, merengek-rengek minta dibelikan dua buku Sudoku (permainan angka). Saya tidak mengabulkan rengekannya dan hanya membelikan satu buku. Little A menangis keras dan mengamuk, dan tentu saja tidak mau difoto dengan latar belakang menara miring di halaman depan gedung. Setelah tangis Little A mereda, kami segera menuju motel untuk istirahat.

The Emak mencatat aturan main labirin

Wanaka Playground

Esok harinya, setelah cek out dari Wanaka View Motel, kami menghabiskan waktu dengan bermain-main di Wanaka Playground. Taman bermain yang terletak di tepi danau Wanaka ini mempunyai perosotan khas berbentuk dinosaurus. Pada awalnya Little A takut mencoba perosotan ini, tapi setelah mencoba sekali, dia tidak mau berhenti.

Selain main-main di taman bermain, kami juga nyemplung ke danau Wanaka yang airnya sedingin es. Saya menemani Little A yang ingin menyeberangi sungai kecil di ujung danau. Little A juga asyik bermain dengan bebek-bebek yang berenang dengan anggun di danau. Ketika kami bersenang-senang, tidak terasa dua jam sudah berlalu. Kami harus segera meninggalkan Wanaka karena parkir gratis di tepi danau maksimal 2 jam saja. Dengan ujung celana yang masih basah, saya dan keluarga melanjutkan perjalanan ke Lake Tekapo.

Little A pengen naik lagi dan lagi


Little A memberi makan bebek

~ The Emak